Tokoh Oposisi Rusia Mulai Bangun dari Koma Setelah Diduga Kuat Diracun
Setelah dirawat di rumah sakit di Jerman, tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, yang diduga kuat diracun kini mulai siuman dari koma dan sudah mampu merespons stimulasi verbal.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BERLIN, SELASA — Kondisi pemimpin oposisi Rusia yang diduga diracun oleh Rusia, Alexei Navalny, membaik dan sudah bangun dari koma. Tim dokter di Jerman pun kini mulai melatih respons bicara Navalny.
Navalny, pengkritik vokal terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, jatuh sakit pada 20 Agustus 2020 dalam penerbangan domestik di Rusia. Ia sempat dirawat di kota Omsk, Siberia. Atas permintaan istrinya, ia kemudian dibawa ke rumah sakit di Jerman.
”Pasien sudah bangun dari koma dengan induksi medis dan mulai tidak menggunakan ventilasi,” kata puhak Rumah sakit Charite, Berlin, tempat Navalny dirawat, dalam pernyataan tertulisnya. ”Ia merespons stimulasi verbal. Terlalu awal untuk mengetahui potensi efek jangka panjang dari keracunan parah ini.”
Rumah Sakit Charite menambahkan bahwa pengumuman kondisi Navalny tersebut diputuskan atas izin istri Navalny.
Ahli senjata kimia Jerman mengatakan, hasil pemeriksaan menunjukkan, pria berusia 44 tahun itu ”terbukti tanpa ragu” telah diracun dengan zat saraf Novichok yang dikembangkan pada era Soviet. Otoritas Inggris mengidentifikasi zat tersebut sebagai racun yang dipakai terhadap mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal, dan anaknya di Inggris tahun 2018. Pemerintah Jerman kemudian meminta Rusia menyelidiki dugaan ini.
Banyak negara yang kemudian sejalan dengan Jerman mendesak investigasi kasus Navalny ini. Minggu lalu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyebutkan, penggunaan senjata kimia itu ”keterlaluan”. Sekretaris Pers Gedung Putih Kayleigh McEnany menuturkan, penggunaan racun ”benar-benar tercela”, dan AS ”bekerja dengan mitra dan komunitas internasional untuk meminta pertanggungjawaban Rusia.”
Rusia telah membantah tudingan yang menyebut Kremlin terlibat dalam peracunan Navalny. Moskwa balik menuduh Jerman tidak bisa memberikan bukti yang diminta pada akhir Agustus lalu.
Dugaan kuat bahwa Navalny diracun membuat Kanselir Jerman Angela Merkel kemungkinan memikirkan ulang proyek jalur pipa gas Nord Stream 2 Jerman-Rusia senilai 11,7 miliar dollar AS yang kontroversial.
Sebelumnya, Merkel ingin ”memisahkan” kasus Navalny dengan proyek jalur pipa gas. Namun, sikap keras Kremlin yang menyimpulkan tidak ada bukti bahwa Navalny diracun dan bahwa Kremlin membantah tidak terlibat membuat Merkel kemudian mulai mempertimbangkan ulang proyek itu.
Jalur pipa gas yang akan dipakai untuk mengalirkan pasokan gas dari Rusia ke Jerman itu semula dijadwalkan beroperasi awal 2020. Proyek ini melibatkan perusahaan Rusia, Gazprom, yang memiliki saham mayoritas dan konsorsium internasional, termasuk Engie (Perancis), Uniper dan Wintershall (Jerman), OMV (Austria), serta Shell (Inggris-Belanda).
Jalur pipa gas sepanjang 1.230 kilometer yang melintasi Laut Baltik itu hampir rampung. Namun, berbulan-bulan proyek ini terhenti karena AS mengancam menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang terlibat.
Pada bulan Agustus, tiga senator AS mengancam memberikan sanksi kepada pengelola pelabuhan Laut Baltik, Jerman, atas perannya menjadi tempat berlabuh kapal yang terlibat dalam konstruksi Nord Stream 2.
Jalur Laut Baltik dipilih karena dinilai lebih aman dibandingkan dengan jalur pipa lain yang melintasi Ukraina. Negeri ini masih berada dalam situasi konflik antara Moskwa dan Kiev.
Polandia, negara-negara Baltik, dan Ukraina takut Moskwa akan menggunakan ketergantungan Jerman terhadap gas dari Rusia untuk menekan Eropa. Proyek ini juga dikritik karena mengorbankan kepentingan Ukraina yang seharusnya mendapat keuntungan signifikan dari transportasi gas Rusia.
Harian FAZ di Jerman melaporkan, proyek pipa gas ini secara ekonomi dan geopolitik telah menghancurkan Ukraina yang, dalam konfliknya dengan Rusia, didukung oleh Uni Eropa. Dukungan pemerintah terhadap jalur pipa ini merupakan ”kesalahan sejak awal”. (AP/AFP)