Australia dan AS Bekerja Sama Kembangkan Rudal Hipersonik
Pemerintah Australia menyisihkan anggaran 6,8 miliar dollar AS pada anggaran belanja 2020 untuk pengembangan teknologi pertahanan, termasuk rudal hipersonik. Hal ini untuk menghadang pengaruh China dan Rusia di kawasan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
CANBERRA, SELASA — Memanasnya hubungan diplomatik Australia-China memaksa Australia memperkuat mekanisme pertahanan dan keamanannya. Bersama Amerika Serikat, Pemerintah Australia mengembangkan rudal jelajah hipersonik untuk mengimbangi kemampuan militer China dan Rusia.
Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds, Selasa (1/12/2020), mengatakan, kebijakan itu merupakan komitmen pemerintah untuk menjaga keamanan dan melindungi warga Australia serta kepentingan bangsa dalam lingkungan global yang berubah dengan cepat. ”Kami akan terus berinvestasi pada teknologi canggih dan terbaru untuk memberi Angkatan Bersenjata Australia (ADF) lebih banyak pilihan dalam upaya mencegah agresi terhadap kepentingan Australia,” kata Reynolds.
Reynolds tidak mengungkapkan biaya pengembangan rudal atau kapan mereka akan mengoperasikan hasil pengembangan teknologi rudal hipersonik tersebut. Pemerintah Australia diketahui telah menyisihkan anggaran senilai 9,3 miliar dollar Australia atau sekitar 6,8 miliar dollar AS pada anggaran belanja tahun 2020 untuk pengembangan teknologi pertahanannya, termasuk di dalamnya peruntukan untuk penelitian dan pengembangan rudal hipersonik.
Pada Juli lalu, Australia menyatakan akan meningkatkan pengeluaran pertahanan sebesar 40 persen selama 10 tahun ke depan untuk memperoleh kemampuan serangan jarak jauh di udara, laut, dan darat. Langkah itu dilakukan ketika Canberra memperluas fokus militernya dari Pasifik ke kawasan Indo-Pasifik.
Dikutip dari laman Sydney Morning Herald, keputusan Pemerintah Australia mengembangkan sistem pertahanan hipersoniknya diambil setelah para ahli strategi pertahanan memperingatkan bahwa Canberra tidak memiliki waktu lagi dalam satu dekade untuk membangun pertahanannya dari potensi ancaman. Di kawasan, perlombaan senjata regional telah terjadi dan dipicu meningkatnya ketegangan di wilayah Indo-Pasifik.
Kesepakatan baru dengan AS yang dikenal sebagai Eksperimen Penelitian Penerbangan Terpadu Lintas Selatan (SCIFiRE) adalah puncak dari penelitian bersama yang telah berlangsung 15 tahun terakhir. Militer kedua negara bersama tim ahli telah merancang dan mengembangkan mesin pembakaran hipersonik scramjet, motor roket, sensor, dan bahan manufaktur yang akan digunakan bagian tubuh rudal.
Langkah lanjutan dari kerja sama ini adalah rencana produksi yang akan dilakukan oleh industri militer Australia bekerja sama dengan Angkatan Udara Australia. Angkatan Bersenjata Australia menginginkan agar rudal hipersonik bisa diluncurkan dari laut dan darat.
Kisaran rudal yang diluncurkan dari udara sangat bervariasi, tergantung pada jenis yang digunakan dan pesawat yang membawanya. Angkatan Udara AS mengatakan, mereka dapat mencapai target sejauh 1.600 kilometer. Sederhananya, bila diluncurkan dari Sydney, rudal itu akan tiba di Melbourne dalam waktu sekitar 6 sampai 7 menit.
Reynolds meyakini, pengembangan kemampuan pertahanan seperti ini akan mengubah ”permainan”. ”Berinvestasi dalam kemampuan yang menghalangi tindakan terhadap Australia juga menguntungkan wilayah kami, sekutu, dan mitra keamanan kami,” kata Reynolds.
Pada saat yang sama, lanjut Reynolds, Australia tetap berkomitmen terhadap perdamaian dan stabilitas kawasan Indo-Pasifik yang terbuka, inklusif, dan makmur.
Michael Kratsios, Penjabat Wakil Menteri Riset dan Teknik pada Departemen Pertahanan AS, mengatakan bahwa perjanjian itu sangat penting bagi masa depan litbang persenjataan hipersonik. Pada saat yang sama, kerja sama itu juga memberi kepastian bahwa AS dan sekutunya memimpin dalam hal kemampuan bertarung dalam ”perang transformasional” sekarang ini. (REUTERS)