Israel melalui dinas intelijennya kembali jadi sorotan terkait kasus pembunuhan ilmuwan nuklir Iran. Respons Iran akan menentukan akan ada tidaknya eskalasi konflik.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Suhu politik di kawasan Timur Tengah kembali meningkat sejak akhir pekan lalu. Pemicunya adalah terbunuhnya ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh, dalam penyergapan saat ia berkendara menuju Absard, sekitar 88 kilometer sebelah timur Teheran, Jumat (27/11/2020).
Ia tokoh penting kedua Iran yang tewas tahun ini dalam penyergapan setelah Qassem Soleimani, Komandan Brigade Al-Quds Garda Revolusi Iran, di Baghdad, Irak, 3 Januari lalu. Jika Soleimani berperan besar dalam operasi militer Iran di luar negeri, Fakhrizadeh adalah tokoh penting di balik pengembangan program nuklir Iran.
Program nuklir negara itu lama membuat cemas banyak pihak, termasuk Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut Fakhrizadeh (59) sebagai bapak program persenjataan nuklir Iran. Pada April 2018, beberapa pekan setelah Israel mengambil dokumen rahasia terkait program nuklir Iran, televisi Israel menayangkan presentasi Netanyahu menampilkan foto Fakhrizadeh dan menyebut, ”Ingat nama itu, Fakhrizadeh.” Diyakini Fakhrizadeh jadi target Israel.
Iran menegaskan, program nuklirnya dikembangkan untuk tujuan damai. Laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tahun 2011 menyebut Fakhrizadeh sebagai ”Pejabat Eksekutif” AMAD Plan, program nuklir Iran. Iran tidak pernah mengizinkan Fakhrizadeh dimintai keterangan oleh IAEA dalam berbagai inspeksinya, sesuai kesepakatan nuklir 2015. Teheran sebelumnya pernah kehilangan empat ilmuwan nuklirnya, terbunuh antara tahun 2010 dan 2012. Israel diyakini berada di balik pembunuhan dalam rentang dua tahun itu.
Tuduhan dan keyakinan yang sama juga diarahkan pada Israel sebagai otak pembunuhan Fakhrizadeh. Israel belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kasus itu. Menarik dicermati, pemilihan waktu operasi pembunuhan Fakhrizadeh ialah kurang dari dua bulan menjelang pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
Adakah kaitan dari dua hal itu? Hampir dipastikan tak akan ada penjelasan resmi soal itu. Namun, rencana Biden menghidupkan lagi dan bergabung dengan kesepakatan nuklir Iran, yang ditinggalkan AS selama pemerintahan Donald Trump atas desakan Israel, membuat Netanyahu tidak nyaman.
Lewat pembunuhan Fakhrizadeh, Israel seperti ingin memberi pesan bahwa mereka tak akan tinggal diam melihat kembalinya AS bergabung dalam kesepakatan multilateral bersama lima kekuatan besar dunia (China, Inggris, Jerman, Perancis, dan Rusia) di bawah perjanjian nuklir Iran. Israel juga terlihat ingin menyalakan kemarahan kubu konservatif Iran dan kelompok pro-Teheran di luar Iran. Kemarahan itu bisa bermuara pada destabilisasi kawasan.
Sejauh ini, Presiden Iran Hassan Rouhani membaca situasi itu. Ia menegaskan tak akan terperangkap pada jebakan zionis. Jika Teheran konsisten, ancaman meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah setelah pembunuhan Fakhrizadeh bisa diminimalkan.