Tiga Topik Tetap Mengganjal Negosiasi Uni Eropa-Inggris
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan PM Inggris Boris Johnson mengatakan, negosiator mereka kembali ke meja perundingan, Minggu (6/12/2020).
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, MINGGU – Juru runding Uni Eropa dan Inggris kembali bertemu di Brussels sebagai upaya terakhir kedua pihak bisa atau tidak mencapai kesepakatan dagang pasca-keluarnya Inggris dari UE atau Brexit.
Tiga topik masih mengganjal negosiasi kedua pihak, mencakup standar yang harus dipenuhi dalam ekspor-impor, hak penangkapan ikan, dan bagaimana perselisihan di antara kedua pihak dapat diselesaikan jika terjadi di masa depan.
Menteri Pertanian Inggris, George Eustice, mengungkapkan butuh beberapa hari lagi sekiranya kedua pihak dapat mencapai titik temu. Perbedaan mendasar masih ada di antara keduanya.
"Saya pikir kita masih perlu beberapa hari untuk dapat memutuskan bakal mencapai kesepakatan atau tidak,” kata Eustice pada BBC.
"Jika suasananya kembali hangat dan benar-benar terjadi kemajuan besar dan hanya perlu menyelesaikan detailnya, maka Anda selalu dapat menemukan lebih banyak waktu, waktunya dapat diperpanjang. Namun saya pikir jika kita dapat menyelesaikan perbedaan yang cukup mendasar ini, kita harus mengambil posisi dalam beberapa hari mendatang," katanya.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menjalin komunikasi melalui sambungan telepon pada akhir pekan.
Keduanya mengatakan negosiator mereka kembali ke meja perundingan, Minggu (6/12/2020). Melalui pernyataan bersama, keduanya mengakui masih adanya perbedaan signifikan di antara UE dan Inggris.
Meski Inggris meninggalkan UE pada 31 Januari 2020, Inggris tetap berada dalam pasar tunggal bebas tarif dan serikat kepabeanan UE hingga akhir tahun ini.
Kesepakatan perdagangan dibutuhkan untuk memastikan tidak adanya tarif dan kuota perdagangan pada barang yang diekspor atau diimpor oleh kedua belah pihak. Kedua pihak berusaha sekuat mungkin dapat bernegosiasi hingga titik akhir karena pertaruhannya bagi kedua pihak juga besar.
Pihak UE menitikberatkan efek ekonomi atas bloknya yang dihuni 450 juta warga itu. Adapun Inggris memikirkan kepentingan diplomatiknya dan keamanan utama di luar kekuatan komersialnya sendiri.
“Meski terdapat perbedaan serius di antara kami, kami sepakat upaya lebih lanjut harus dilakukan oleh tim negosiasi kami untuk menilai apakah persoalan-persoalan itu dapat diselesaikan,” kata Johnson dan von der Leyen setelah berbicara melalui telepon selama sekitar satu jam.
Peluang keberhasilan negosiasi kedua belah pihak akan ditinjau bersama pada Senin (7/12/2020) malam waktu setempat.
Sumber dari UE mengungkapkan aturan persaingan yang adil yang harus dipenuhi Inggris sebelum dapat mengekspor dengan status bebas tarif ke 27 negara UE masih menjadi batu sandungan utama.
Kedua pihak masih bergeming dengan sikap dan keinginan masing-masing. Inggris ingin bebas dari aturan UE, adapun UE mendesak tidak ada pihak mana pun, termasuk Inggris, mendapatkan akses secara mudah ke pasar UE. Apalagi UE berketetapan mempertahankan standar lingkungan dan sosialnya yang tinggi.
Masalah perikanan yang bermuatan politik menjadi bahan perdebatan. Pihak UE tetap menuntut akses luas ke wilayah penangkapan ikan Inggris yang secara historis terbuka untuk kapal pukat asing.
Namun bagi Inggris, mendapatkan kendali atas wilayah penangkapan ikan adalah salah satu alasan utama bagi pendukung kelompok Brexit agar Inggris keluar dari UE.
Negosiasi kedua pihak pun berada di titik kritis dengan risiko berakhir tanpa kesepakatan. Tanpa kesepakatan, tarif akan diberlakukan pada barang yang diperdagangkan kedua pihak pada awal 2021.
Jika negosiasi kedua pihak berakhir tanpa kesepakatan, kerugian bakal dialami keduanya. Namun sebagian besar ekonom berpikir ekonomi Inggris akan terpukul lebih parah, setidaknya dalam waktu dekat. Sebab Inggris relatif lebih bergantung pada perdagangan dengan UE daripada sebaliknya.
Inggris merasa siap
Negosiator Inggris David Frost menyatakan Inggris siap dengan apapun hasil dari negosiasi finalnya dengan UE. Media Times melaporkan mayoritas menteri di pemerintahan PM Johnson siap mendukung Johnson sekalipun negosiasi dengan UE tidak mencapai kesepakatan.
Sikap untuk mendukung posisi Johnson itu dinyatakan 13 menteri Inggris, termasuk delapan menteri yang sejatinya menentang kebijakan Brexit.
Eustice adalah salah satu menteri yang mendukung Johnson. Dalam sebuah wawancara di Sky News pada Minggu, ia mengatakan negara itu telah melakukan banyak persiapan sekiranya negosiasi tidak mencapai kesepakatan di akhir. London merasa siap melalui skenario seperti itu.
Namun Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney, seorang tokoh kunci dalam pembicaraan Brexit dalam beberapa tahun terakhir, mengatakan bakal tidak kredibel bagi Pemerintah Inggris jika Inggris dan UE gagal mencapai kesepakatan.
Dengan nada yang lebih optimistis, Coveney mengatakan dirinya yakin kesepakatan itu akan tercapai. “Kami lebih melihat kesepakatan itu akan tercapai dibandingkan tidak,” kata Coveney kepada surat kabar Irlandia, Sunday Independent.
Negosiasi UE-Inggris dihentikan pada Jumat (4/12) pekan lalu setelah harapan tercapainya kesepakatan di awal pekan ini menguap. Pemerintah Inggris mengatakan UE telah membuat tuntutan yang tidak sesuai dengan kedaulatan Inggris.
London pun memperingatkan bahwa negosiasi kedua pihak dapat berakhir tanpa kesepakatan hingga batas akhir Desember ini tiba. (AP/AFP/REUTERS)