Demokrat Gagal Hadang AS Menjual Jet Tempur F-35 ke Uni Emirat Arab
Rencana pemerintahan Presiden AS Donald Trump menjual persenjataan berteknologi canggih, termasuk jet tempur F-35, ke Uni Emirat Arab terus menggelinding. Kubu Demokrat di Senat AS tak mampu menghadang rencana tersebut.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Partai Demokrat di Senat Amerika Serikat gagal menghadang rencana pemerintahan Presiden AS Donald Trump menjual persenjataan berteknologi tinggi AS ke Uni Emirat Arab tahun depan. Partai Republik yang menjadi mayoritas di Senat menentang resolusi penolakan penjualan belasan pesawat tempur F-35, pesawat tanpa awak yang dipersenjatai, dan amunisi lainnya senilai 23,37 miliar dollar AS. Demokrat khawatir, langkah Trump itu justru akan memancing kompetisi persenjataan.
Resolusi penolakan penjualan itu diputuskan melalui pemungutan suara di Senat, Rabu (9/12/2020) waktu setempat atau Kamis dini hari WIB. Meski saat ini resolusi itu ditolak, bisa jadi keputusan tersebut akan berubah jika Presiden AS terpilih Joe Biden berkuasa.
Biden kemungkinan akan meninjau kembali kesepakatan penjualan persenjataan itu. Pemerintahan Trump, sebelum voting, mengatakan bahwa akan memveto resolusi itu jika lolos dari Senat dan DPR.
Senator-senator dari Demokrat menilai rencana penjualan persenjataan itu terlalu cepat dan masih perlu dipertanyakan kegunaannya. ”Apakah bisa menjamin kelanggengan perdamaian dengan membeli lebih banyak senjata,” kata Senator Rand Paul.
Senator Chris Murphy juga berencana membicarakan rencana ini lagi dengan pemerintahan Biden sebelum akhirnya betul-betul membuat keputusan menjual. Ia menilai seharusnya tidak begitu saja menjual persenjataan ke UEA mengingat rekam jejak UEA pada perang Yaman dan Libya serta hubungannya yang pelik dengan China dan Rusia.
”Saya tidak menolak berbisnis keamanan dengan UEA. Namun, harus diperjelas dulu apa manfaat dan tujuannya karena ini baru pertama kali AS menjual F-35 dan pesawat tanpa awak ke jantungnya Timur Tengah,” kata Murphy, yang juga anggota Komite Hubungan Luar Negeri di Senat.
Rencana penjualan persenjataan ini muncul setelah normalisasi hubungan antara UEA dan Bahrain dengan Israel. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo kepada kongres, bulan lalu, mengatakan bahwa otorisasi penjualan senjata itu bentuk pengakuan pada hubungan AS dengan UEA yang lebih mendalam. Selain itu, juga ada kebutuhan untuk mengantisipasi ancaman dari Iran.
Gedung Putih juga menyebutkan penjualan persenjataan itu mendukung kebijakan luar negeri AS dan untuk memperkuat keamanan nasional UEA dari ancaman Iran yang kian agresif. Para pendukung rencana penjualan itu juga menilai, kesepakatan tersebut wajar-wajar saja mengingat UEA adalah rekan penting AS di Timur Tengah.
Senator Roy Blunt dari Republik mengatakan, penjualan senjata ke UEA itu justru akan membantu upaya AS menghadapi ancaman Iran di kawasan Timteng. Namun, tetap saja kelompok yang tidak setuju khawatir bahwa persenjataan itu justru akan jatuh ke tangan yang salah dan malah akan memicu ketidakstabilan keamanan di Timteng.
Robert Menendez, anggota Demokrat di Komite Luar Negeri Senat, setuju bahwa Iran memang ancaman, tetapi belum jelas seperti apa ancaman militer dari Iran sampai harus dihadapi dengan F-35 dan pesawat tanpa awak. Ia mengingatkan Qatar juga ingin membeli F-35 dari AS.
”Apakah AS hanya bisa menjual ke UEA saja, padahal ada negara lain di kawasan itu yang juga ingin membeli? Yang akan terjadi malah kompetisi persenjataan,” ujarnya.
Senator Rand Paul dari Republik yang biasanya mendukung Trump juga mengkritisi penjualan itu. ”Apakah dengan menjual senjata berteknologi canggih di kawasan itu akan mendorong perdamaian? Apakah AS mau bertanggung jawab kalau ternyata UEA menyalahgunakan senjata ini?” ujarnya.
Salah satu pesawat tempur termahal di dunia, F-35, yang diproduksi oleh Lockheed Martin itu mampu membawa sensor tingkat tinggi dan alat pengumpulan data serta bisa digunakan untuk serangan udara, mengumpulkan informasi intelijen, dan bertempur udara-ke-udara. UEA hendak membeli setidaknya 50 unit F-35 yang hampir setara dengan armada yang dimiliki Israel.
Biasanya Israel akan menentang penjualan pesawat tempur ke negara-negara Arab. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak keberatan setelah UEA menormalisasi hubungan dengan Israel, September lalu. Bahrain dan Sudan juga menormalisasi hubungan dengan Israel sekaligus membahas rencana perluasan kekuatan militernya dengan AS. (REUTERS/AFP/AP)