AS Duga Thailand dan Vietnam Manipulasi Valuta Asing
Thailand, Vietnam, Taiwan, dan Swiss terancam masuk daftar negara manipulator valuta asing terkait perdagangan bilateral dengan AS. Keempatnya dinilai telah melanggar tiga kriteria yang ditetapkan Washington.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Empat negara, yakni Thailand, Vietnam, Taiwan, dan Swiss, terancam dimasukkan Departemen Keuangan Amerika Serikat dalam daftar negara pelaku manipulasi valuta asing dalam praktik perdagangan mereka dengan AS. Keempatnya dinilai telah melanggar tiga kriteria yang ditetapkan Washington dalam hal praktik valas dengan mitra-mitra dagang utama AS.
Laporan tentang hal itu diperkirakan akan dirilis dalam beberapa hari mendatang. Laporan tersebut sejatinya sudah dirilis beberapa saat sebelumnya, tetapi diputuskan ditunda. Dugaan manipulasi telah ditindaklanjuti dengan penyelidikan otoritas AS. Dugaan itu muncul, antara lain, akibat melebarnya tingkat defisit perdagangan AS dengan para mitra dagang utama AS di tengah masa pandemi Covid-19.
Jika ancaman itu menjadi kenyataan, hal tersebut akan menjadi bagian dari legasi Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump. Padahal, AS di bawah kendali presiden terpilih, Joe Biden, diperkirakan tidak terlalu konfrontatif dengan para sekutu AS, termasuk dalam masalah perdagangan. Keputusan Trump di saat akhir-akhir pemerintahannya itu dinilai mempersulit posisi Gedung Putih secara politis.
Untuk dicap sebagai manipulator, negara-negara setidaknya harus memiliki surplus perdagangan secara bilateral lebih dari 20 miliar dollar AS dengan AS. Intervensi mata uang asing yang dilakukan juga melebihi 2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Selain itu, surplus transaksi berjalan secara global mereka lebih dari 2 persen dari PDB.
Brad Setser, mantan ekonom Departemen Keuangan AS dan peneliti senior di Dewan Hubungan Luar Negeri, telah mereplikasi data yang digunakan Departemen Keuangan untuk menganalisis kriteria ini. Setser saat ini bertugas di tim transisi Biden untuk isu perdagangan. Ia membuat pelacak triwulanan yang menunjukkan Vietnam, Swiss, dan Thailand melebihi ambang batas Pemerintah AS selama triwulan pertama dan kedua tahun 2020. Taiwan memenuhi ketiga ambang batas pada triwulan kedua. Namun, negara itu diduga telah melakukan intervensi valuta asing pada triwulan pertama.
Data aktual Departemen Keuangan AS mungkin berbeda dengan data yang diteliti itu. Pemerintah AS memiliki kebijaksanaan dalam menerapkan label-label tertentu. Keadaan yang meringankan, seperti pandemi Covid-19, dapat menjadi faktor dalam penentuan keputusan atas hal tersebut.
Pemerintah AS memiliki kebijaksanaan dalam menerapkan label-label tertentu. Keadaan yang meringankan, seperti pandemi Covid-19, dapat menjadi faktor dalam penentuan keputusan atas hal itu.
Surplus perdagangan dapat dimiliki sejumlah negara Asia. Negara-negara itu mengekspor alat pelindung diri dan pasokan lain yang diperlukan untuk memerangi pandemi. Modal di sisi lain melonjak ke mata uang safe haven, seperti franc Swiss. Bank Nasional Swiss telah menghabiskan 90 miliar franc setara dengan 101 miliar dollar AS untuk menjinakkan kenaikan nilai tukar franc pada paruh pertama tahun 2020. Hal itu telah menjadi bagian dari fokus penyelidikan oleh Departemen Keuangan AS.
Departemen Keuangan AS sering memperlakukan Swiss secara berbeda karena memandang intervensi Swiss tidak didorong oleh perdagangan. Namun, hal itu, menurut Mark Sobel yang merupakan mantan pejabat Departemen Keuangan AS dan Dana Moneter Internasional, dapat berubah. ”Jika Departemen Keuangan akan mengejar beberapa negara Asia dan Swiss (bahwa) melanggar ketiga kriteria tersebut, bagaimana mungkin Anda tidak mengejar mereka?” kata Sobel, yang sekarang bergabung dengan lembaga pemikir Forum Moneter dan Lembaga Keuangan.
Nilai tukar dong Vietnam telah berada di garis bidik pemerintahan Trump selama berbulan-bulan. Penyelidikan itu dilakukan karena rendahnya nilai dong. Kelompok-kelompok bisnis khawatir Pemerintah AS akan segera membuat langkah penerapan tarif impor sebagai hukuman pada Vietnam. Departemen Keuangan telah menyatakan mata uang Vietnam dinilai terlalu rendah 4,7 persen pada 2019 terkait kasus antisubsidi Departemen Perdagangan AS. Washington pun menerapkan sanksi hukuman atas impor ban kendaraan ringan asal Vietnam.
Taiwan, seperti Vietnam, melihat surplus perdagangannya dengan AS tumbuh karena perusahaan memindahkan rantai pasokan dari China ke negara-negara ini. Langkah itu dilakukan sebagai respons atas tarif AS pada barang-barang asal China. Taiwan menghabiskan 3,9 miliar dollar AS untuk membeli dollar AS pada paruh pertama tahun 2020, semata untuk menjinakkan kenaikan 5 persen dollar Taiwan terhadap dollar AS. Jumlah itu melebihi pembelian Taiwan pada 2019.
China, yang dinyatakan sebagai manipulator pada Agustus 2019 saat puncak ketegangan perdagangan AS-China, telah menjadi bagian tetap dalam daftar pemantauan Departemen Keuangan AS selama bertahun-tahun. Ini semata karena surplus perdagangan China yang sangat besar atas AS. Departemen Keuangan AS menghapus label itu pada Januari lalu ketika kedua negara menandatangani kesepakatan perdagangan ”Fase 1” dan intervensi valuta asing China serta surplus neraca berjalan global tetap di bawah ambang batas.
Win Thin, kepala strategi mata uang global di BBH di New York meremehkan laporan yang akan dirilis itu sebagai ”sepenuhnya dipolitisasi” di bawah kendali Trump. ”Segala jenis tindakan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan saat ini dapat dengan mudah dibatalkan ketika Menteri Keuangan yang baru masuk,” kata Thin. Ia mengatakan tidak ada hukuman otomatis dengan label manipulator mata uang meski undang-undang AS mewajibkan Washington untuk menuntut negosiasi dengan negara yang ditentukannya. (REUTERS)