Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) memperkirakan pariwisata internasional turun 70 persen tahun 2020. Industri pariwisata kemungkinan baru akan pulih secepatnya tahun 2023.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Vaksin Covid-19 yang mulai beredar di sejumlah negara memunculkan sedikit harapan kembalinya kehidupan normal seperti saat sebelum pandemi, terutama harapan akan kebebasan bergerak ke mana pun tanpa rasa khawatir. Setelah pergerakan warga dunia serba terbatas selama satu tahun, kehadiran vaksin setidaknya diharapkan bisa kembali membuka pintu ke mana saja dan membangkitkan kembali dunia pariwisata.
Hanya, proses vaksinasi juga butuh waktu. Untuk memvaksinasi seluruh penduduk dunia, setidaknya dibutuhkan waktu 2-3 tahun. Itu pun dengan asumsi bahwa vaksinnya bekerja efektif menangkal Covid-19. Selain itu, tergantung juga pada penerimaan orang terhadap vaksin. Para pakar kesehatan menyarankan, selama orang menanti vaksin, protokol kesehatan tetap diberlakukan. Bahkan, kebijakan karantina dan pembatasan sosial juga harus tetap diberlakukan sesuai kondisi negara masing-masing. Apalagi, saat ini masih ada ancaman kemunculan varian-varian baru Covid-19.
Kemunculan varian baru Covid-19 di Inggris, contohnya. Setelah sempat longgar sejenak, puluhan negara buru-buru kembali menutup pintunya dari dunia untuk mencegah masuknya varian baru itu. Untuk memastikan keselamatan warga di negara masing-masing, di Eropa muncul usulan perlunya "paspor vaksin". Vaksinasi juga diduga tidak akan cukup meyakinkan seseorang bebas Covid-19 sehingga protokol kesehatan, seperti tes Covid-19 dan mengenakan masker, akan tetap diberlakukan entah sampai kapan.
Meski sudah punya paspor vaksin itu pun, misalnya, orang tak lantas bebas bepergian ke mana saja. Setidaknya untuk 2-3 tahun ke depan. Muncul usulan lain lagi, yakni tetap perlu ada ”gelembung perjalanan” antarnegara tertentu. Biasanya kesepakatan ini dilakukan antarnegara yang penyebaran kasus Covid-19-nya sama-sama relatif terkendali. Akan tetapi, gelembung perjalanan ini pun fleksibel, buka-tutup.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak merekomendasikan paspor vaksin atau, yang mereka sebut, paspor imunitas itu. WHO lebih merekomendasikan agar setiap negara saling mengkaji data penularan kasus Covid-19 dengan negara-negara lain, lalu menyesuaikan panduan bepergian warganya sesuai dengan kondisi yang ada.
Namun, rekomendasi WHO itu rupanya tak digubris sebagian pihak. Seperti maskapai penerbangan Australia, Qantas, yang akhir November lalu menyatakan ke depan hanya akan mau menerima penumpang yang sudah divaksin dan ditunjukkan dengan ”paspor vaksin”. Ide paspor vaksin ini pun memunculkan perdebatan isu pelanggaran hak asasi manusia. Bagi yang tak memiliki paspor vaksin itu pasti tak akan bisa bebas bergerak ke mana pun. Sebaliknya, yang memiliki paspor vaksin pun harus siap-siap data pribadi kesehatannya bisa diakses siapa pun. Serba salah, memang.
Karena urusan pelik seperti ini, para pakar di dunia pariwisata memperkirakan ke depan orang kemungkinan akan lebih banyak bepergian di dalam negeri saja ketimbang ke luar negeri. Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) memperkirakan pariwisata internasional turun 70 persen tahun 2020. Kondisi ini lebih parah 10 kali lipat ketimbang saat krisis ekonomi global tahun 2009. Industri pariwisata kemungkinan baru akan pulih secepatnya tahun 2023.
Situasi ini akan menggoyang berbagai negara yang selama ini perekonomiannya menggantungkan harapan pada industri pariwisata, termasuk Indonesia. Sebagai gambaran, Vietnam kebanjiran 18 juta turis asing pada tahun 2019. Pada tahun lalu hanya ada 3,8 juta turis asing yang datang. Meski harapannya tinggal bergantung pada pariwisata domestik, pakar pariwisata di Nanyang Technological University, Singapura, Wong King Yin, tidak yakin turis domestik akan bisa menggantikan posisi turis asing. Jumlahnya tak akan sebanyak turis asing. Turis domestik pun tidak akan berbelanja sebanyak turis asing.
Untuk memulihkan industri pariwisata dunia, mau tak mau perlu ada sistem manajemen kesehatan global dan memastikan penyebaran vaksin yang efektif. Selain itu, para pakar kesehatan di dunia mengusulkan perlu ada standar global tentang kebersihan dan kesehatan, dan situasi di masing-masing negara itu harus bisa diketahui publik dunia untuk memudahkan proses pelacakan virus. Beragam ide solusi terus bermunculan demi memulihkan kembali kebebasan bergerak kita, dan mau tak mau memang harus dicoba.