Iran-Kuba Bekerja Sama Kembangkan Sendiri Vaksin Covid-19
Kerja sama pengembangan vaksin Covid-19 antara Iran dan Kuba diungkapkan Institut Vaksin Finlay (IFV) milik Pemerintah Kuba.
Oleh
Luki Aulia/Muhammad Samsul Hadi
·3 menit baca
TEHERAN, MINGGU -- Pemerintah Iran tak akan mengimpor vaksin Covid-19 buatan Pfizer-BioNTech dari Amerika Serikat dan Astrazeneca dari Inggris. Sejak bulan lalu, Iran mengembangkan calon vaksin buatan sendiri, bekerja sama dengan Kuba.
Selain itu, Iran akan mencari vaksin dari tempat lain. Belum diketahui dari mana mereka akan mendapatkannya, tetapi Iran selama ini dekat dengan China dan Rusia.
Kerja sama pengembangan vaksin Covid-19 antara Iran dan Kuba diungkapkan Institut Vaksin Finlay (IFV) milik Pemerintah Kuba di Havana, Sabtu (9/1/2021) waktu setempat atau Minggu dini hari WIB.
IFV menandatangani kesepakatan dengan Institut Pasteur Iran, antara lain, bahwa Kuba akan menggelar uji klinis tahap tiga atas vaksin yang dibuatnya.
Kerja sama tersebut juga memuat kesepakatan bahwa Kuba akan mentransfer pengetahuan teknologi pengembangan vaksinnya kepada Iran. Jubir Kementerian Kesehatan Iran Kianush Jahanpur, seperti dikutip media Iran, mengatakan bahwa sebanyak 50.000 sukarelawan warga Iran akan direkrut untuk menjalani uji klinis fase ketiga vaksin buatan Kuba. Ia menyebutkan, transfer teknologi dan produksi bersama merupakan syarat digelarnya uji klinis tersebut.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengaku ”terkesan” oleh pencapaian bioteknologi negara mitranya, Kuba, dalam menangani pandemi Covid-19 saat kunjungannya ke Havana, Kuba, November lalu.
Iran dan Kuba sama-sama terbelenggu sanksi AS—meski obat-obatan dikecualikan dalam sanksi itu—dan sama-sama kekurangan biaya untuk memproduksi vaksin. Iran telah melaksanakan uji klinis vaksin Covid-19 buatan domestik bulan lalu. Adapun Kuba saat ini memiliki empat calon vaksin yang tengah dalam tahap uji klinis pada manusia.
Salah satu kandidat vaksin terbaik Kuba, Soberana (Sovereign) 2, sudah menyelesaikan uji klinis tahap kedua yang dimulai pada 22 Desember lalu. Berikutnya, uji klinis akan dilanjutkan pada tahap ketiga dengan melibatkan 150.000 sukarelawan di Havana.
Meskipun demikian, negara di kawasan Karibia itu butuh menggelar uji klinis tahap akhir di luar negeri. Hal ini karena angka rata-rata penularan Covid-19 di negara itu tidak tinggi akibat keberhasilan pengendalian pandemi.
Sampai sejauh ini di Kuba terdapat 14.000 kasus dan 148 orang meninggal. Kuba berharap dapat selesai memvaksin seluruh penduduknya pada paruh awal 2021.
”Sinergi (dengan Iran) ini bakal memungkinkan kedua negara melaksanakan lebih cepat imunisasi virus SARS-CoV-2,” demikian pernyataan IFV melalui akun Twitternya.
Selain membuat Soberana 2, Pusat Bioteknologi dan Pengembangan Genetik Kuba juga tengah mengembangkan dua calon vaksin lainnya, yakni Mambisa dan Abdala. Ilmuwan-ilmuwan Kuba berpengalaman mengembangkan dan memproduksi vaksin.
Program vaksinasi anak nasional memiliki 11 vaksin untuk mengatasi 13 macam penyakit, delapan vaksin di antaranya diproduksi di Kuba.
Larangan Khamenei
Larangan menggunakan vaksin Covid-19 dari AS dan Inggris dikemukakan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dengan alasan mereka ”tidak bisa dipercaya”. Iran telah menggelar uji klinis calon vaksin Covid-19 buatan sendiri, akhir bulan lalu.
Iran berpacu dengan waktu karena kasus Covid-19 di negara itu kini tercatat sebanyak 1,3 juta dan menewaskan 56.000 orang. Meski berada dalam kondisi darurat, kelompok garis keras di Iran tetap menolak vaksin buatan AS.
Akibat sanksi AS terhadap Iran terkait program nuklirnya, bank-bank internasional tidak mau bertransaksi dengan Iran. Secara teknis, sanksi dari AS tidak menyebutkan larangan impor makanan dan obat-obatan.
Presiden Iran Hassan Rouhani pada bulan lalu meminta agar pemerintah bisa membeli obat-obatan melalui bank-bank AS. Akan tetapi, hal ini tidak disetujui oleh Khamenei.
Organisasi Bulan Sabit Merah Iran menyebutkan, ilmuwan-ilmuwan Iran yang berada di Amerika Serikat semula berencana mengirimkan 150.000 dosis vaksin Pfizer-BioNTech ke Iran. Namun, rencana itu batal karena ada larangan dari Khamenei.
Direktur Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Michael Ryan meminta agar masalah pandemi ini tidak dipolitisasi.