Penelitian di Brasil, Tingkat Efikasi Vaksin Sinovac Kurang dari 60 Persen
Hasil uji klinis tahap III vaksin Sinovac di Brasil memperlihatkan tingkat efikasi di bawah 60 persen, sebelumnya diumumkan 78 persen. Publik Brasil pun mulai ragu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
BRASILIA, SELASA — Vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan Sinovac Biotech China menunjukkan tingkat efikasi atau efektivitas umum kurang dari 60 persen pada uji coba tahap akhir di Brasil.
Level efikasi yang berbeda di setiap negara dan pengungkapan hasil riset yang sangat sedikit dan cenderung tertutup menimbulkan kekhawatiran akan efektivitas vaksin tersebut. Terutama karena tidak tunduk pada pengawasan publik yang sama seperti di Amerika Serikat dan Eropa.
Tingkat efektivitas vaksin Sinovac itu dilihat oleh dua sumber yang memiliki akses dan melihat hasil penelitian berdasarkan laporan sebuah situs berita lokal Brasil, Selasa (12/1/2020) waktu Indonesia.
Situs berita Brasil UOL melaporkan bahwa tingkat kemanjuran yang akan diumumkan oleh Institut Butantan di Sao Paulo nanti 50-60 persen. Jika tingkat kemanjurannya 50, maka itu sama dengan ambang batas minimal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia.
Dimas Covas, Direktur Pusat Biomedik Butantan di Sao Paulo, Brasil, yang menjadi mitra Sinovac dalam proses pengujian dan produksi vaksin membantah keterangan tersebut. Covas menyatakan bahwa laporan itu spekulatif dan menyebutkan analisis hasil uji coba masih terus berlangsung.
Butantan sendiri berencana segera mengumumkan hasil analisis uji coba tahap ke tiga vaksin tersebut. Covas menyatakan, hasil uji klinis tahap tiga telah menunjukkan tingkat kemanjuran umum yang baru, di samping kemanjuran klinis yang sebelumnya telah diumumkan pekan lalu.
Pada Kamis pekan lalu, para peneliti di Brasil mengumumkan hasil analisis sementara efikasi vaksin Sinovac yang diuji coba di negara itu. Hasilnya, efikasi vaksin sebesar 78 persen efektif melawan Covid-19 ringan dan sepenuhnya mencegah kasus yang parah.
Namun, hasil ujicoba ini ditanggapi secara skeptis oleh para analis independen. Mereka menyerukan transparansi lebih jauh tentang temuan selama uji klinis fase III vaksin Sinovac, yang dikenal sebagai CoronaVac.
Selain Brasil yang telah mengumumkan efikasi vaksin Sinovac, pemerintah Indonesia dan Turki adalah dua negara lain yang menjalin kerja sama dengan Sinovac dan telah mengumumkan efikasi vaksin itu.
Di Indonesia, berdasarkan pernyataan resmi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyebut efikasi vaksin Sinovac berada ada kisaran 65,3 persen. Sedangkan Turki menyebut angka 91,25 persen untuk efikasi vaksin Sinovac di negaranya.
Sinovac, bersama pengembang vaksin asal Inggris, yaitu AstraZeneca-Universitas Oxford, tengah mengajukan permintaan pada otoritas kesehatan Brasil agar produk mereka mendapatkan izin otorisasi penggunaan darurat (EUA) di ”Negeri Samba” ini.
Izin otorisasi darurat ini dianggap penting karena Brasil menjadi negara ketiga terburuk dalam kasus Covid-19 setelah Amerika Serikat dan India, dengan total 8,1 juta kasus positif dan lebih dari 200.000 kematian.
Covas mengatakan, Butantan, yang didanai oleh Pemerintah Negara Bagian Sao Paulo memprioritaskan pemberian data ke regulator kesehatan Brasil, Anvisa. Pada saat yang sama, mereka juga secara paralel menganalisis hasilnya.
Menurut rencana, kata Covas, Anvisa akan memaparkan data lengkap hasil penelitian mereka dalam sebuah konferensi ilmiah pada minggu ini.
Anvisa dalam keterangannya pada Sabtu pekan lalu menyatakan, pengajuan otorisasi penggunaan darurat oleh Butantan masih memiliki celah informasi yang sangat besar dan relevan untuk menjadi bahan dasar analisis, seperti usia, jenis kelami dan komorbiditas para sukarelawan.
Covas mengatakan penanganan badan federal terhadap uji coba CoronaVac telah menimbulkan pertanyaan tentang kemandiriannya dalam pengambilan keputusan.
Sebelumnya, Anvisa telah meminta Butantan untuk menangguhkan uji klinis tahap III setelah seorang relawan meninggal dunia ditengah proses ujicoba. Namun, Covas saat itu menyatakan bahwa kematian relawan tidak memiliki kaitan dengan pemberian vaksin Sinovac kepada yang bersangkutan.
Kematian relawan dan keputusan Anvisa untuk menangguhkan ujicoba itu dianggap oleh Presiden Brasil Jair Bolsonaro sebagai hal yang tepat. Bolsonaro sendiri meragukan efektivitas vaksin Sinovac setelah kematian salah satu warganya itu.
Apalagi pemerintah Brasil diketahui sudah memesan sekitar 300 juta dosis vaksin AstraZeneca-Oxford dan 70 juta vaksin Pfizer-BioNTech. (REUTERS)