Terpilihnya Menlu Retno LP Marsudi sebagai salah satu dari tiga ketua bersama Covax AMC merupakan wujud dari kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan akses vaksin bagi semua negara.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Tanggal 13 Januari tahun ini membawa setidaknya dua kabar gembira bagi Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Pertama, secara resmi vaksinasi Covid-19 dimulai di Tanah Air. Kedua, Indonesia terpilih menjadi salah satu pemimpin dalam upaya global penyediaan vaksin.
Setelah tiga gelombang impor vaksin Covid-19 datang, vaksinasi dimulai dengan penyuntikan kepada Presiden Joko Widodo, beberapa pejabat, tokoh agama, dan sejumlah warga di Istana Merdeka, Jakarta. Beberapa jam selepas vaksinasi, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengumumkan Indonesia terpilih menjadi salah satu dari tiga ketua bersama Covax Advance Market Commitment (AMC) Engagement Group. Retno mewakili Indonesia untuk menduduki posisi itu.
Covax AMC dibentuk untuk mendukung pengadaan dan pengiriman vaksin ke negara berkembang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Aliansi Global untuk Vaksinasi dan Imunisasi (GAVI), serta Koalisi Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Epidemi (CEPI) bersama-sama membentuk Covax AMC.
Selain Retno, dua ketua Covax AMC Engagement Group adalah Menteri Kesehatan Etiopia Lia Tadesse dan Menteri Pembangunan Internasional Kanada Karina Gould. ”Semua co-chairs adalah perempuan,” ujar Retno.
Retno dan Tadesse mewakili negara berkembang. Gould mewakili negara donor. ”Ini merupakan wujud dari kepercayaan dunia internasional, terutama negara berkembang, kepada Indonesia. Ini merupakan tanggung jawab besar Indonesia bagi terwujudnya kesetaraan akses vaksin bagi semua negara. Tanggung jawab besar ini harus ditunaikan sebaik mungkin,” kata Retno, di Jakarta.
Ia kembali mengungkapkan, Indonesia konsisten menyuarakan kesetaraan akses pada vaksin Covid-19. Sebab, pandemi hanya bisa diselesaikan jika semua negara mampu menghadapi Covid-19. Retno telah meminta Perwakilan Tetap RI di Geneva berkomunikasi dengan GAVI dan WHO. Komunikasi kali ini untuk menyelaraskan peran Indonesia dalam menjalankan tanggung jawab sebagai ketua bersama Covax AMC Engagement Group.
Di luar itu, Indonesia rutin berkomunikasi dengan GAVI dan WHO soal pengembangan vaksin Covid-19 dari fasilitas multilateral, seperti Covax. Berdasarkan komunikasi terbaru, vaksin Covid-19 dari Covax mungkin akan tersedia pada April-Juni 2021. Indonesia bisa mendapat jatah setara hingga 20 persen populasi atau sedikitnya 50 juta dosis dari Covax.
Indonesia juga mengajukan permohonan bantuan sarana pengiriman. Sebagian vaksin membutuhkan lemari es untuk menjaga suhunya di bawah nol derajat celsius. Tingkat kedinginannya beragam, ada yang sampai minus 70 derajat celsius, seperti pada vaksin buatan Pfizer.
Sebanyak 92 negara, termasuk Indonesia, dapat menerima fasilitas dari Covax AMC. Sebagian besar dari 92 negara itu telah menyampaikan permohonan kepada Covax AMC.
Komitmen
Untuk menjalankan perannya dalam penyediaan dan pengiriman vaksin, Covax membutuhkan dana 6,8 miliar dollar AS pada 2021 saja. Hingga 4,6 miliar dollar AS untuk pengadaan, 1,4 miliar dollar AS untuk pengiriman, serta 800 juta dollar AS untuk penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19. Tahun lalu, Covax meraih 2 miliar dollar AS.
Sumber dana Covax terutama dari sumbangan sejumlah negara dan lembaga internasional.
Pada Senin (11/1/2021), Inggris mengumumkan komitmen bersama senilai 1 miliar dollar AS untuk Covax. Dana itu digalang London bersama beberapa pemerintahan negara lain dan sejumlah organisasi amal internasional. London juga menjanjikan hingga 548 juta pound sterling untuk Covax. Dengan dana itu, hingga 1 miliar vaksin bisa diberikan pada 2021.
Sejauh ini, Covax telah menggandeng kesepakatan dengan sejumlah produsen untuk mendapat pasokan hingga 2 miliar dosis vaksin. Sedikitnya 1,3 miliar dosis akan dikirimkan kepada 92 negara berkembang. Sumber vaksin Covax, antara lain, 170 juta dosis dari AstraZeneca, 500 juta dosis dari Johnson&Johnson, 200 juta dosis dari Serum Institute of India, dan 200 juta dosis dari Sanofi.
Covax juga telah menandatangani kesepakatan untuk menjadi pembeli pertama jika vaksin tersedia di sejumlah produsen. ”Mengamankan hak memesan pertama membantu memastikan kesetaraan hak pada vaksin, prinsip dasar CEPI. Kini, tantangannya adalah mengirimkan vaksin,” kata Ketua CEPI Richard Hatchett, sebagaimana disiarkan pada laman WHO.
Selain itu, Covax juga menginvestasikan dana ke sejumlah pihak yang mengembangkan vaksin. Penelitian yang ikut didanai Covax, antara lain, oleh AstraZeneca/University of Oxford, Clover Biopharmaceuticals di China, CureVac di Jerman, Inovio di Amerika Serikat, Institut Pasteur/Merck/Themis yang gabungan AS dan Perancis, Moderna di AS, Novavax di AS, SK bioscience di Korea Selatan, dan University of Hong Kong. (AFP/REUTERS/RAZ)