Dari Tahanan, Tokoh Oposisi Navalny Serukan agar Rakyat Rusia Turun ke Jalan
Tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, menyerukan kepada rakyat Rusia untuk turun ke jalan dan berunjuk rasa menentang Kremlin. Di pihak lain, sejumlah negara mendesak Barat untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
MOSKWA, SELASA — Perjuangan tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, membongkar kasus korupsi di dalam pemerintahan Rusia akan terganjal. Kremlin menahan Navalny dengan status penahanan pra-sidang selama 30 hari. Setelah ditahan, Navalny mengajak seluruh rakyat Rusia turun ke jalan untuk melanjutkan perjuangannya.
”Jangan takut untuk turun ke jalan dan protes. Lakukan untuk dirimu sendiri, untuk masa depanmu. Bukan untuk saya,” kata Navalny (44) dalam rekaman video yang diunggah di Twitter, Senin (18/1/2021).
Navalny langsung ditahan di loket pemeriksaan paspor Bandar Udara Sheremetyevo, Minggu sore. Ia baru saja kembali dari Berlin, Jerman, setelah menjalani perawatan karena dugaan diracun, 20 Agustus lalu. Navalny menuding Kremlin sebagai pihak yang meracuni dirinya.
Banyak pihak khawatir penahanan selama 30 hari ini akan menjadi awal dari hari-hari panjang Navalny di penjara.
Otoritas Rusia mengatakan, alasan penahanan Navalny karena ia telah melanggar persyaratan masa percobaan dari hukuman yang ditangguhkan atas dakwaan pencucian uang pada 2014. Navalny menuding dakwaan itu tidak benar, dibuat-buat, dan bermotif politik.
Otoritas Rusia kini mengupayakan agar Navalny menjalani hukuman penjara 3,5 tahun. Semua dakwaan terhadap Navalny dianggap sebagai bagian dari upaya Presiden Rusia Vladimir Putin mencegah tokoh oposisi itu kembali ke Rusia dan melanjutkan perjuangan.
Navalny mendadak sakit dan koma saat berada di dalam pesawat domestik dari Siberia ke Moskwa, 20 Agustus lalu. Dua hari kemudian, ia dipindah dari rumah sakit di Siberia ke Berlin. Laboratorium di Jerman, Perancis, dan Swedia, serta hasil tes yang dilakukan Organisasi Larangan Senjata Kimia, menunjukkan, Navalny terekspos Novichok, agen saraf dari era Soviet.
Rusia membantah hasil tersebut karena tim dokter yang merawat Navalny di Siberia sebelum diterbangkan ke Jerman tidak menemukan jejak racun apa pun. Rusia tidak mau melakukan penyelidikan terhadap kasus itu karena tidak ada bukti Navalny diracun. Rusia bahkan menantang Jerman untuk memberikan bukti Navalny diracun.
Desakan sanksi baru
Secara terpisah, Lithuania, Latvia, dan Estonia mendesak para menteri luar negeri Uni Eropa untuk segera membicarakan sanksi baru terhadap Rusia karena telah menahan Navalny yang selama ini gencar menyelidiki dugaan kasus korupsi di dalam pemerintahan Rusia. Rekan-rekan Navalny sudah merilis daftar delapan pengusaha, pelaku bank, menteri, dan wartawan pemerintah yang harus dijatuhi sanksi.
Para menlu dari Jerman, Inggris, Perancis, dan Italia sudah terlebih dahulu meminta Navalny dibebaskan. Begitu pula dengan Jake Sullivan, calon Penasihat Keamanan Nasional Presiden terpilih AS Joe Biden, dan Menlu AS Mike Pompeo. Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet, dan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab juga meminta agar Navalny dibebaskan.
Namun, Rusia tak menghiraukan mereka. ”Hargai hukum internasional, jangan melanggar undang-undang nasional negara berdaulat, dan urus saja masalah negaramu sendiri,” tulis juru bicara Kemenlu Rusia, Maria Zakharova, di Facebook.
Menlu Rusia Sergei Lavrov menilai kemarahan negara-negara Barat itu hanya upaya mengalihkan perhatian rakyatnya sendiri dari masalah domestik masing-masing. ”Kami tidak peduli dengan citra kami di mata mereka. Citra Rusia tidak akan tercemar,” ujarnya.
Persepsi orang kuat
Mantan taipan minyak, Mikhail Khodorkovsky (57), menilai penahanan Navalny itu merupakan upaya Putin menunjukkan ia masih orang yang kuat di Rusia. Khodorkovsky, yang juga pengkritik Kremlin, meminta negara-negara Barat segera bertindak jika mau menggoyang Putin. ”Satu-satunya yang bisa membuat Putin bertahan itu hanya persepsi ia masih kuat dan memimpin,” ujarnya.
Khodorkovsky dulu pernah menjadi orang terkaya di Rusia. Ia ditahan di dalam pesawat di Siberia tahun 2003, lalu dipenjara atas dakwaan penggelapan pajak dan penipuan. Perusahaan minyak raksasanya, Yukos, lalu terpecah dan seluruh asetnya diambil alih oleh Kremlin. Khodorkovsky dibebaskan tahun 2013.
”Barat harus memprioritaskan sanksi terhadap mereka yang terlibat dalam korupsi Rusia di luar negeri. Sementara Navalny mungkin akan dipenjara 10 tahun. Tetapi, itu bergantung kepada rakyat Rusia,” kata Khodorkovsky.
Dugaan korupsi
Navalny, bulan lalu, merilis rekaman pembicaraan melalui telepon dengan salah satu pejabat di Biro Keamanan Federal Rusia (FSB) yang sengaja meracuni dirinya, kemudian berusaha menutupi kasus tersebut. Namun, FSB menampik dan menyatakan rekaman itu palsu.
Selama lebih dari 10 tahun, Navalny menjadi duri dalam daging Kremlin. Gerakan oposisi yang dipimpinnya dinilai kuat bertahan meski kerap ditekan Kremlin. Navalny sudah berkali-kali diselidiki untuk kasus kriminal, sudah disidang, dan dinyatakan bersalah dalam dua kasus kriminal terpisah yang dianggap bermotif politik.
Pada Desember 2014, Navalny didakwa bersalah atas kasus penipuan serta pencucian uang dan dihukum penjara 3,5 tahun dengan penangguhan. Di dalam putusan sidang itu disebutkan ada masa percobaan yang berakhir Desember 2020. Kremlin mengatakan, Navalny harus menjalani pemeriksaan langsung secara teratur dengan petugas penegak hukum sebagai syarat masa percobaannya.
Pada Desember, beberapa hari sebelum masa percobaannya berakhir, Kremlin menuduh Navalny tidak hadir dalam pemeriksaan rutin itu, termasuk saat ia masih harus menjalani masa pemulihan kondisi kesehatan di Jerman. (REUTERS/AFP/AP)