Pelibatan Kembali AS di Asia pada Era Biden Beri Harapan pada Indonesia
Pemerintahan baru AS di bawah presiden terpilih Joe Biden, yang akan dilantik pada Rabu ini, membawa harapan baru bagi Asia dan Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintahan Amerika Serikat yang akan dipimpin presiden terpilih Joe Biden membawa napas baru bagi multilateralisme. Kabinet yang disiapkan Biden juga menunjukkan bahwa AS lebih serius berhubungan dengan Asia.
Direktur Jenderal Amerika dan Eropa pada Kementerian Luar Negeri I Gede Ngurah Swajaya mengatakan, Biden menunjukkan komitmen pada multilateralisme melalui penunjukan pejabat di pemerintahannya. ”Semua punya pengalaman kuat mengurus kerja sama multilateral,” ujar Swajaya kepada Kompas dalam wawancara telewicara di Jakarta, Selasa (19/1/2021).
Baca juga: Kabinet Biden Terkendala
Pada masa pemerintahan Donald Trump, AS cenderung meninggalkan multilateralisme dan mengedepankan unilateralisme. Sejumlah pejabatnya di bidang kebijakan luar negeri juga tidak mempunyai pengalaman diplomasi.
Sementara Biden menunjuk sejumlah diplomat di pemerintahannya. Selain Antony Blinken sebagai Menteri Luar Negeri, ada Susan Rice sebagai Ketua Dewan Kebijakan Dalam Negeri, Samantha Power sebagai Direktur USAID, Jake Sullivan sebagai Penasihat Keamanan Nasional, dan William Burns sebagai Direktur CIA.
Biden juga menunjuk Kurt Campbell sebagai Wakil Penasihat Keamanan Nasional untuk Urusan Asia. Campbell adalah diplomat yang melontarkan poros Asia di masa pemerintahan Barack Obama. Ia salah satu arsitek kebijakan AS terhadap Asia di masa Obama.
Campbell (63) pernah memaparkan pendekatannya untuk Asia melalui bukunya, The Pivot, tahun 2016. Dalam buku itu, ia mendorong AS memperkuat aliansi-aliansi yang sudah ada dan membangun relasi lebih dekat dengan negara-negara, seperti Indonesia dan India, dalam menghadapi kebangkitan China.
Dalam artikel yang ditulisnya di jurnal Foreign Affairs, pekan lalu, Campbell juga menulis tentang pentingnya ”pelibatan kembali AS secara serius” di Asia dan perlunya menjalin koalisi-koalisi dan kemitraan ”ad hoc” guna menjaga keberlangsungan tata dunia yang terancam oleh China.
Harapan bagi RI
Swajaya mengatakan, komposisi kabinet Biden membawa harapan bagi Indonesia, kawasan, dan dunia. Komitmen Biden untuk membawa AS kembali ke Kesepakatan Paris menjadi salah satu peluang kerja sama Indonesia-AS.
Seperti AS sebelum ditarik keluar dari kesepakatan oleh Trump, Indonesia juga meratifikasi kesepakatan itu. ”Untuk mencapai targetnya, butuh kerja sama multilateral,” kata Swajaya.
Baca juga: Para Diplomat Senior Jadi Ujung Tombak Kebijakan Luar Negeri AS Era Biden
Hubungan Indonesia-AS di masa Biden diharapkan semakin meningkat. Meski tidak selalu sepakat di semua isu, Indonesia-AS selalu berhubungan baik. ”Kemitraan Indonesia-AS kemitraan strategis yang diluncurkan di masa Presiden Obama pada 2015, kala Biden masih menjadi wakil presiden,” ujar Swajaya.
Secara khusus, Indonesia berharap bisa memulai perundingan perjanjian dagang terbatas. Washington juga diharapkan merealisasikan rencana relokasi investasi ke Indonesia. Pandemi Covid-19 membuat sebagian AS mencari lokasi baru di luar China. Mereka mencari lokasi yang dekat dengan pasar, iklim investasi bagus, dan dekat dengan sumber daya. Indonesia dinilai memenuhi kriteria itu.
Indonesia secara khusus berharap AS berinvestasi pada industri alat kesehatan. Sektor itu masih sangat bergantung pada pasokan asing. Selain itu, Jakarta juga mengharapkan peningkatan kerja sama pendidikan, pertahanan, dan lingkungan hidup.
”Kerja sama pertahanan semakin erat, dalam beberapa bulan, pejabat Kemenhan AS beberapa kali datang,” kata Swajaya.
Pasar
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siswanto, mengatakan, kebijakan luar negeri bagi negara seperti AS menjadi salah satu faktor penilaian kesuksesan. Sebagai negara industri, AS membutuhkan pasar global untuk produk-produknya. ”Pasarnya tidak mungkin terbuka kalau kebijakan luar negeri tidak tepat selama beberapa waktu terakhir,” ujarnya.
Baca juga: Biden dan Empat Tantangannya
AS di bawah Biden akan kembali ke pola lama, yakni berperan aktif di panggung internasional. Meski demikian, peran aktif itu bukan berarti AS sibuk mencampuri urusan negara lain. Hal itu tecermin dari pernyataan Biden dan orang-orang yang ditunjuknya.
Biden menegaskan akan mengurangi pasukan AS di luar negeri. Alih-alih pasukan besar, Biden mau AS hanya mengirim unit kecil pasukan khusus. Sementara untuk kabinetnya, banyak diplomat yang paham pentingnya diplomasi.
”Justru bagus jika CIA dipimpin diplomat, bukan militer. Dulu waktu Dulles bersaudara (John dan Allen) menjadi Menlu dan Direktur CIA, praktik politik luar negeri AS sangat ekspansionis. Kita mengalami juga dampaknya di tahun 1950-an,” ujar Siswanto.
Penunjukan dubes
Siswanto melihat ada peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kerja sama dengan AS. Masalahnya, Indonesia bisa dianggap tidak serius jika tidak segera menunjuk pengganti M Lutfi sebagai duta besar untuk AS. Lutfi kini menjadi Menteri Perdagangan setelah beberapa bulan menjabat sebagai Duta Besar RI untuk AS.
”Penunjukan duta besar definitif amat penting untuk memperlihatkan keseriusan menjalin hubungan. Kalau lama tidak ada duta besar definitif, bisa dianggap meremehkan. Bagaimana mau kerja sama kalau salah satu pihak merasa diremehkan?” ujar Siswanto.
Baca juga: Dunia Menyambut Era Baru AS
Ia juga mengatakan, penting bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa Indonesia-AS mempunyai banyak kesamaan pandangan dan nilai. Hal itu untuk memudahkan kerja sama. ”Pemerintahan Demokrat cenderung sangat perhatian pada demokrasi, perlindungan HAM, kebebasan berpendapat. Semua ada di Indonesia, tinggal dikomunikasikan lebih intensif ke sana (AS),” lanjut Siswanto.
ASEAN
Apalagi, menurut Swajaya, Indonesia tidak hanya dipandang sebagai negara tunggal. Indonesia menjadi faktor penting di kawasan karena inisiatif-inisiatif Jakarta menggerakkan ASEAN. ”Bagi AS, ASEAN dan Asian semakin penting,” ujarnya.
Baca juga: Meraba Politik Luar Negeri AS Era Biden
Ia tidak menampik bahwa ASEAN merasa AS pada masa pemerintahan Donald Trump kurang serius pada kawasan ini. Trump, antara lain, tidak menghadiri dua konferensi tingkat tinggi ASEAN. ”Kami berharap Biden hadir di KTT ASEAN pada akhir tahun ini,” ujarnya.
Kehadiran Biden di KTT ASEAN diharapkan menjadi salah satu ruang bicara AS-China. Di masa Biden sekali pun, persaingan AS-China akan terus terjadi. Karena itu, ASEAN memandang perlu bagi semua pihak untuk tetap punya sarana komunikasi.
”Bisa dimulai dari isu-isu yang tidak sensitif dan bisa diterima semua pihak,” ujar mantan Wakil Tetap RI untuk ASEAN itu.
Bagi ASEAN, AS dan China sama-sama penting dan diharapkan kontribusinya pada kawasan. Meski demikian, ASEAN tidak akan menutup mata pada persaingan AS-China yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Karena itu, ASEAN berusaha menyediakan forum dialog yang bisa mempertemukan semua pihak.
”ASEAN tidak akan diam dan menunggu. ASEAN akan proaktif mendorong dialog,” ujarnya. (REUTERS/RAZ)