Ngozi Okonjo-Iweala, Mengawal Arah Perdagangan Global di Tengah Pandemi Covid-19
Ngozi Okonjo-Iweala merupakan perempuan pertama yang menjadi Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
Ngozi Okonjo-Iweala (66) berhak menyandang status sebagai perempuan pertama dan sekaligus warga Afrika pertama sebagai Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. Mantan menteri keuangan dan menteri luar negeri Nigeria itu sadar benar akan tugasnya yang berat.
Ia akan memastikan hadirnya sistem perdagangan multilateral untuk memerangi pandemi Covid-19 saat ini, mempersiapkan dunia akan kemungkinan pandemi di masa depan, dan sekaligus merangsang pemulihan ekonomi global.
Situs WTO menyebut Okonjo-Iweala adalah seorang pakar keuangan global dan ekonom yang berkarier dalam pembangunan internasional lebih dari 30 tahun. Ia pernah bekerja di wilayah Asia, Afrika, Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara. Saat berkarya di Bank Dunia, ia mengawasi portofolio senilai 81 miliar dollar AS. Okonjo-Iweala menganut kepercayaan pada kemampuan perdagangan untuk mengangkat warga keluar dari kemiskinan.
Okonjo-Iweala lahir pada tahun 1954 di Ogwashi Ukwu, di Negara Bagian Delta, Nigeria bagian barat. Ayahnya adalah pemuka masyarakat di Nigeria. Okonjo-Iweala lulus dengan predikat magna cum laude dari Harvard University dan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). "Dia tidak hanya disukai di Nigeria, dia dicintai, karena dia adalah simbol, dan orang-orang mengaguminya karena dia mewakili kaum perempuan,” kata Idayat Hassan dari lembaga riset dan advokasi Pusat Demokrasi dan Pembangunan, sebagaimana dikutip AFP.
Dr Ngozi, Perempuan Pertama di Pucuk WTO, Ingin Rombak Perdagangan Global
Dia menempuh pendidikan lanjut di AS setelah mengalami perang saudara di Nigeria saat dirinya remaja. Dia kembali ke negaranya pada 2003 sebagai menteri keuangan. Keterampilan dan kemampuan negosiasinya teruji, antara lain saat membantu tercapainya kesepakatan penghapusan miliaran dollar AS utang Nigeria dengan negara-negara kreditor Klub Paris tahun 2005. Cerita proses dan keberhasilannya itu ditulis dalam bukunya bertajuk Reforming the Unreformable: Lessons from Nigeria.
Mengubah Nigeria
Okonjo-Iweala adalah salah satu sosok yang ikut mengubah wajah Nigeria di tataran global. Pada awal era 2000-an, Nigeria dinilai sebagai negara yang korup, salah kelola, dan tampak tidak memiliki harapan. Okonjo-Iweala hadir di saat negara itu memulai tekad dan menerapkan serangkaian perubahan politik dan ekonomi secara menyeluruh.
Lewat pengalamannya, Okonjo-Iweala terlibat dalam tim reformis yang berkomitmen memperbaiki situasi-situasi pelik di Nigeria. Secara perlahan namun pasti tim itu memperbaiki serangkaian lembaga yang rusak, mengoptimalkan kemampuan ekonomi Nigeria lewat sumber-sumber pertumbuhan yang lebih mantap dalam jangka menengah panjang.
“Dalam bahasa ibu saya, Igbo, ada pepatah: Aka nni Kwo aka ekpe, aka ekepe akwo akanni wancha adi ocha. Jika tangan kanan mencuci tangan kiri, dan tangan kiri mencuci tangan kanan, maka keduanya menjadi bersih,” kata Okonjo-Iweala tentang tekadnya mereformasi WTO sebagaimana dimuat di media Think Global Health pada akhir Januari lalu.
Lewat pengalamannya, Okonjo-Iweala terlibat dalam tim reformis yang berkomitmen memperbaiki situasi-situasi pelik di Nigeria.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut Okonjo-Iweala sebagai ”pemimpin WTO yang sempurna”. WTO saat ini antara lain memang tengah menghadapi kebuntuan atas masalah pembebasan hak kekayaan intelektual untuk obat-obatan Covid-19. Banyak negara kaya menentang pembebasan itu.
Dr Ngozi, demikian Okonjo-Iweala biasa dipanggil koleganya, adalah mantan Ketua GAVI, Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi. Sebelumnya ia menjabat sebagai Utusan Covid-19 WHO (ACT-Accelerator) dan sebagai utusan khusus Covid-19 Uni Afrika. Dia tahu persis kelindan pandemi, efeknya bagi ekonomi global, dan bagaimana tingkah polah negara saat berjibaku dengan kondisi berat saat-saat ini.
Musuh yang sama
Okonjo-Iweala menyebutkan tidak pernah ada yang lebih penting bagi multilateralisme selain pandemi Covid-19. Semua umat manusia menghadapi musuh yang sama, patogen yang tidak mau tahu soal batas wilayah suatu wilayah atau negara dan sekaligus atas perjanjian dan wilayah, tarif, dan rute perdagangan. Ironisnya krisis kesehatan masyarakat global itu dibebani oleh krisis di sektor perdagangan.
“Sistem perdagangan multilateral sangat penting untuk melawannya, membawa produk dan praktisi kesehatan ke tempat yang mereka butuhkan, segera setelah dibutuhkan, dengan cara yang paling efisien,” kata dia.
Baca juga:
WTO Nilai AS Langgar Aturan dalam Perang Dagang dengan China
Pencalonan Okonjo-Iweala secara gamblang ditentang Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada akhir-akhir masa kepemimpinan Trump. Trump bahkan juga mengancam akan keluar dari WTO seiring terjadinya perang dagang dengan China. Namun, terpilihnya Presiden Joe Biden mengalahkan Trump turut melapangkan jalan Okonjo-Iweala. Biden sekaligus membawa AS kembali pada jalur diplomasi dan negosiasi lewat organisasi, seperti WTO.
Biden menyatakan dukungan secara jelas kepada Okonjo-Iweala. Okonjo-Iweala sendiri yakin, prioritas-prioritasnya di WTO akan selaras dengan Washington. ”Saya pikir kepentingan dan prioritas kami selaras. Mereka ingin mengembalikan WTO ke tujuannya,” kata Okonjo-Iweala kepada kantor berita Reuters.
Okonjo-Iweala menegaskan pola-pola di awal pandemi tidak boleh berulang lagi. Misalnya, tidak ada negara yang dapat bergantung secara eksklusif pada pasokan produk kesehatannya sendiri. Untuk itu komitmen mereka pada aliran bebas akses dan barang menjadi sangat penting. Awal pandemi Covid-19 telah memicu negara-negara mengambil sikap proteksionis. Hal itu dikatakan Okonjo-Iweala justru ikut menghambat kemampuan dunia untuk melawan pandemi Covid-19 itu sendiri.
Hambatan perdagangan telah mendistorsi pasar dan menciptakan area perdagangan yang tidak merata. Potensi produksi optimal pun dapat berkurang saat peningkatan pasokan dibutuhkan. Ia akan memastikan fleksibilitas dalam aturan WTO saat ini yang mengatur perdagangan produk medis selama keadaan darurat kesehatan masyarakat global harus digunakan semaksimal mungkin.
Okonjo-Iweala menyebut negara-negara yang bertindak untuk kepentingan mereka sendiri sepatutnya memikirkan orang lain. Risiko atas pilihan mereka tidak hanya berdampak pada masa pandemi tapi juga mungkin setelahnya.
Ia mengutip sebuah studi akademis oleh Kamar Dagang Internasional yang menunjukkan jika negara-negara kaya divaksinasi penuh pada pertengahan tahun ini sedangkan negara-negara miskin dengan akses terbatas ke vaksin tertinggal, maka biaya ekonomi global akan melebihi 9 triliun dollar AS. Nilai ekonomi itu lebih besar dari gabungan produk domestik bruto Jerman dan Jepang.
“Dan negara-negara kaya akan menanggung setengah dari kerugian ini. Kerugian akan jauh lebih rendah jika negara berkembang mampu memvaksinasi setidaknya setengah dari populasi mereka pada akhir tahun,” katanya.
WTO akan dipastikan Okonjo-Wiela memainkan peran fasilitasi lebih aktif. Itu artinya WTO harus bekerja dalam kemitraan erat dengan organisasi internasional terkait lainnya seperti WHO, COVAX dan Lembaga Keuangan Internasional (IFI) untuk memberikan solusi bagi pandemi. Ia menilai WTO sudah terlalu sering terkungkung dalam organisasi itu sendiri sehingga efeknya menjadi tidak optimal.
Okonjo-Iweala juga menilai WTO harus antisipatif terhadap kemungkinan pandemi lain. Itu artinya WTO harus siap membantu anggotanya dalam menyelesaikan masalah-masalah praktis ketika pandemi datang. Untuk vaksin, perlindungan kekayaan intelektual bukan satu-satunya kendala. Tanpa transfer pengetahuan, penghapusan atau penangguhan tarif, dan perampingan prosedur regulasi dari otoritas terkait, program vaksinasi tidak dapat berjalan serentak.
“Kita dapat dan harus menemukan ‘cara ketiga’ yang memungkinkan akses tanpa menghalangi investasi berkelanjutan dalam penelitian dan pengembangan,” kata dia.
Okonjo-Iweala yakin pemulihan ekonomi global akan bergantung pada perdagangan. Sistem perdagangan multilateral harus lepas dari aneka pembatasan dan larangan yang tersisa. Itu artinya negara-negara harus mendukung WTO yang direformasi, dipulihkan, dan berfungsi penuh untuk memastikan area perdagangan yang setara bagi sistem perdagangan multilateral. Hanya dengan cara itulah, maka jalinan kepercayaan akan terjalin di antara para anggota organisasi itu.
Ngozi Okonjo-Iweala
Lahir: Ogwashi Uku, Negara Bagian Delta, Nigeria, 13 Juni 1954
Pendidikan: Harvard University (1976); Massachusetts Institute of Technology (1981)
Karya artikel/buku:
1. The Story Behind the Headlines (MIT Press, 2018)
2. Reforming the UnReformable: Lesssons from Nigeria (MIT Press, 2012)
3. Mobilizing Finance for Education in the Commonwealth (Commonwealth Education Report, 2019)