Afghanistan Jadi Negara Berbahaya
Kesepakatan perdamaian 1 Februari 2020 seharusnya menjadi gerbang perdamaian abadi di Afghanistan.
Kabul, Selasa – Perundingan intra-Afghanistan yang telah berjalan, tidak langsung menjadikan gencatan senjata sasaran pertama untuk disepakati para pihak bertikai.
Sebaliknya, serangan-serangan terorganisir terhadap warga sipil, mulai dari aparat hukum, media dan aktivis serta kelompok minoritas, membuat Afghanistan menjadi tempat yang paling mematikan.
Berdasarkan data Misi PBB untuk Afghanistan (UNAMA) dan Kantor Hak Asasi Manusia PBB, jumlah keseluruhan warga sipil yang menjadi korban sepanjang tahun 2020 adalah 8.820 jiwa, termasuk 3.035 tewas dan 5.000-an lainnya luka-luka. Angka ini menurun sekitar 15 persen dibandingkan tahun 2019.
Tapi, dari jumlah tersebut dan yang paling menyedihkan adalah dampaknya bagi perempuan dan anak-anak, yang mayoritas menjadi korban. Sebanyak 43 persen dari total jumlah korban adalah perempuan dan anak-anak, termasuk anak-anak yang sedang bersekolah.
Baca juga : Warga Afghanistan Harapan Perdamaian Abadi
UNAMA dan Kantor HAM PBB mengaitkan penurunan korban sipil sebagian karena perubahan taktik dan strategi kelompok bersenjata yang menargetkan para calon korban.
“Tahun lalu bisa jadi tahun perdamaian di Afghanistan. Tapi, yang terjadi di lapangan sebaliknya. Ribuan warga sipil Afghanistan tewas,” kata Deborah Lyons, Kepala UNAMA.
Taliban mengkritik laporan itu, dengan mengatakan kekhawatiran, informasi tepat dan detail akurat yang kami bagikan belum diperhitungkan.
Dalam laporan tersebut dinyatakan, untuk pertama kalinya sejak pencatatan korban kekerasan dilakukan, kematian dan cedera meningkat dalam tiga bulan terakhir atau sejak perundingan intra-Afghanistan berlangsung pada September 2020 lalu, dibandingkan dengan data tiga bulan sebelumnya. Korban pada kuartal keempat naik 45 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019.
Baca juga : Pemerintah Afghanistan Desak Gencatan Senjata sebagai Syarat Perdamaian
Pada Oktober, korban dari kalangan sipil menjadi yang tertinggi setiap bulan sepanjang tahun 2020. Jumlah korban dari kalangan sipil di bulan November, berdasarkan data UNAMA, adalah yang tertinggi sejak pencatatan dilakukan pertama kalinya di tahun 2009.
“Laporan penting ini memiliki tujuan utama untuk memberikan fakta dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab, sehingga mereka segera mengambil langkah konkret untuk melindungi warga sipil. Saya mendorong mereka untuk tidak menyia-nyiakan satu hari pun dalam mengambil langkah-langkah mendesak untuk menghindari lebih banyak penderitaan,” kata Lyons.
Juru bicara pemerintah tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Perundingan dimulai lagi
Perundingan yang sempat terhenti karena pergantian tahun kini dimulai kembali. Juru bicara Kelompok Taliban Mohammad Naeem, dalam cuitannya menyatakan, kedua pihak mulai kembali sesi perundingan di Doha, Qatar.
Ketika pembicaraan berakhir tiba-tiba pada Januari, hanya beberapa hari setelah dimulainya, kedua belah pihak mengajukan daftar keinginan mereka untuk dimasukkan dalam agenda perundingan.
Kini, tim negosiator bekerja untuk menyaring daftar keinginan masing-masing pihak, menyepakati poin yang akan dirundingkan dan urutan masalah yang akan menjadi prioritas penanganan.
Baca juga : Pemerintah Afghanistan Desak Gencatan Senjata sebagai Syarat Perdamaian
Salah satu masalah utama yang menjadi batu sandungan adalah ketidaksepakatan mengenai masalah pemerintahan sementara yang diusulkan oleh Kelompok Taliban. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menolak usulan itu.
Sementara seorang pejabat Taliban menyebutkan bahwa mereka menginginkan pemerintahan yang berdasarkan aturan-aturan Islam dan tidak ingin menyertakan Ghani di dalamnya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam fasilitasi perundingan, seperti Amerika Serikat dan NATO kini tengah memikirkan cara untuk mengurangi kekerasan bersenjata dan mengarah pada gencatan senjata. Tapi, sampai sekarang, Taliban menolaknya.
Washington sedang meninjau substansi kesepakatan damai Februari 2020 yang ditandatangani pemerintahan Presiden Ke-45 AS Donald Trump sebelumnya dengan Taliban yang menyerukan penarikan terakhir pasukan internasional paling lambat 1 Mei. Taliban telah menolak saran bahkan untuk perpanjangan singkat.
Baca juga : Babak Baru Perundingan Damai Afghanistan dan Dilema Sulit bagi NATO
Namun baik Washington maupun NATO belum mengumumkan keputusan tentang nasib sekitar 10.000 tentara, termasuk 2.500 tentara Amerika, yang masih berada di Afghanistan. Pemerintahan Biden telah menekankan solusi politik untuk konflik Afghanistan yang berlarut-larut, mempertahankan Zalmay Khalilzad, orang yang merundingkan kesepakatan damai AS dengan Taliban dan sampai sekarang menghindari pernyataan definitif tentang solusi jangka panjang.
Dalam sebuah surat terbuka kepada rakyat Amerika Minggu lalu, negosiator utama Taliban dalam kesepakatan AS-Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar mendesak kepatuhan terhadap kesepakatan tersebut. (AP/Reuters)