China Fokus Ekonomi, Pertahanan, hingga Ekonomi Hijau
Kongres Rakyat Nasional China membahas sejumlah isu penting mulai dari pemulihan ekonomi, anggaran militer, teknologi, sengketa kewilayahan, hingga ekonomi hijau.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
BEIJING, SENIN — Selama Kongres Rakyat Nasional China berlangsung separuh jalan, Senin (8/3/2021), parlemen China fokus membahas pemulihan ekonomi, membangun kemandirian teknologi, menekan ruang oposisi di Hong Kong, serta menegaskan kembali klaim Beijing atas Taiwan.
Kongres tahunan untuk membahas prioritas program pemerintahan China yang bisasanya digelar selama dua minggu itu, tahun ini diadakan hanya seminggu karena alasan pandemi Covid-19. Hasil kongres ini nantinya akan disetujui oleh kepemimpinan Partai Komunis China (PKC). Di akhir kongres, Perdana Menteri China Li Keqiang akan memberikan keterangan pers.
Sejumlah isu penting seperti pemulihan ekonomi yang lebih realistis, peningkatan anggaran militer, peningkatan kemampuan teknologi, penegasan isu-isu sengketa kewilayahan, serta inisiatif ekonomi ramah lingkungan dibahas parlemen China.
Soal ekonomi, PKC menargetkan pertumbuhan ekonomi “di atas 6 persen.” Target tersebut lebih rendah dari yang diperkirakan oleh para pengamat, yakni 7 persen hingga 8 persen. Hal ini dilihat oleh sebagian kalangan sebagai sinyal untuk mengejar pertumbuhan berkualis termasuk upaya memperluas ekonomi hijau.
Pada Jumat (5/3/2021), Perdana Menteri Li Keqiang berjanji untuk “bekerja lebih cepat” mengembangkan kemampuan teknologi yang dipandang sebagai jalur menuju kemakmuran, otonomi strategis, dan pengaruh internasional.
PKC juga fokus untuk menjadi pesaing global dalam telekomunikasi, kendaraan listrik, dan bidang teknologi lain yang menguntungkan. Taktik ini telah mengobarkan ketegangan dengan Amerika Serikat dan Eropa serta meningkatkan kekhawatiran isu keamanan.
China telah menaruh sumber daya manusia dan komputasi yang massif pada kecerdasan buatan, termasuk pada teknologi yang terkadang kontroversial, yaitu pengenalan wajah.
Terkait Hong Kong, kongres telah menerima rancangan undang-undang yang akan memungkinkan Komite Pemilihan didominasi oleh kalangan pengusaha dan tokoh pro-Beijing yang berperan memilih anggota legislatif Hong Kong.
Wang Chen Wakil Ketua Kongres, mengatakan, komite pemilihan itu nantinya akan memilih “bagian yang relatif besar” dari Dewan Legislatif dan berhak memeriksa semua kandidat. Ia tidak menjelaskan lebih detail soal ini.
Namun, seorang jurubicara kongres menuturkan, Beijing ingin “patriot yang berkuasa di Hong Kong.” Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa suara oposisi akan semakin dibungkam dalam proses politik yang berjalan.
Pemerintah China juga mengumumkan kenaikan 6,8 persen anggaran militer menjadi 1,4 triliun yuan atau sekitar 217 miliar dollar AS. Para analis mengatakan, belanja militer sesungguhnya lebih besar hingga 40 persen dari yang dilaporkan, kedua terbesar setelah AS.
Beberapa tahun terakhir kemampuan angkatan laut China meningkat pesat seiring dengan klaimnya atas Laut China Selatan. Bentrokan mematikan dengan militer India tahun lalu memperlihatkan potensi konflik di perbatasan China-India sedangkan peran AS di Asia dan dukungannya terhadap Taiwan yang diklaim Beijing sebagai bagian dari wilayahnya juga meningkatkan potensi konflik.
Beijing terlihat tidak mau berkompromi soal Taiwan. Dalam jumpa pers di sela-sela di luar sesi kongres, Menteri Luar Negeri China Wang Yi meminta pemerintahan Joe Biden membalikkan “praktik bahaya” Presiden Donald Trump yang memberikan dukungannya kepada Taiwan. Klaim China atas Taiwan adalah “garis merah yang tidak boleh dilewati.”
Secara terpisah, Wu Qian, jurubicara Kementerian Pertahanan sekaligus delegasi kongres, menuturkan, China tidak akan “meninggalkan opsi penggunaan kekuatan militer dan berhak mengambil tindakan apapun yang diperlukan.”
Kementerian Luar Negeri AS menyatakan keprihatinannya atas usaha China yang mengintimidasi Taiwan dan negara tetangga lainnya dan menyatakan “dukungan kami bagi Taiwan kokoh.”
Dalam kongres, PKC juga menyatakan komitmennya terhadap ekonomi hijau dengan mengurangi emisi karbon 18 persen per unit output ekonomi dalam lima tahun ke depan yang masih sejalan dengan kebijakan lima tahun sebelumnya.
Namun, para aktivis lingkungan menyebutkan China perlu berbuat lebih. Presiden Xi Jinping, tahun lalu berjanji untuk memastikan China menjadi negara karbon netral pada tahun 2060.
Untuk mencapainya membutuhkan investasi energy bersih yang luar biasa besar untuk menopang ekonominya yang saat ini 60 persennya disokong oleh pembangkit listrik batu bara.
Para pemimpin China juga didorong untuk mengarangi limbah terutama limbah makanan dan meningkatkan upaya daur ulang kertas dan plastik dari aktivitas ekonomi.(AP)