Cegah Layanan Kesehatan Lumpuh akibat Covid-19, Malaysia Pilih Karantina Total
Untuk menekan lonjakan penularan Covid-19, yang dapat melumpuhkan layanan kesehatan, Malaysia kembali memberlakukan karantina total secara nasional selama dua pekan.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, RABU — Pemerintah Malaysia memberlakukan karantina wilayah secara nasional untuk mencegah penyebaran varian baru Covid-19. Kasus Covid-19 di Malaysia sejak awal pandemi tahun lalu dilaporkan sekitar 570.000 kasus dan 2.800 orang di antaranya tewas. Sebelumnya, tahun lalu, banyak wilayah di Malaysia lolos dari gelombang pertama penularan Covid-19 karena menutup perbatasan dan membatasi pergerakan warga.
Kebijakan karantina total di Malaysia itu mulai berlaku, Selasa (1/6/2021), hingga dua pekan mendatang atau sampai 14 Juni. Selama dua pekan ini, semua usaha harus tutup, kecuali usaha di 17 sektor penting, termasuk bank, media, makanan, dan minuman. Selain itu, puluhan sektor manufaktur juga tetap boleh beroperasi, tetapi hanya 60 persen dari total kapasitas, termasuk listrik, gas, dan minyak bumi. Sektor perkebunan, pertanian, perikanan, dan konstruksi bangunan juga masih boleh beroperasi.
Restoran masih boleh buka hingga pukul 20.00 malam, tetapi hanya boleh melayani layanan bawa pulang dan antar. Khusus untuk warga, hanya dua orang dari setiap keluarga yang boleh keluar rumah untuk membeli kebutuhan sehari-hari, dan itu pun hanya boleh dalam radius maksimal 10 kilometer. Warga juga masih boleh keluar rumah jika perlu berobat dan olahraga lari di sekitar rumah masing- masing. Namun, bersepeda tidak diperbolehkan.
”Jika kami tidak segera mengambil langkah tegas, sistem layanan kesehatan Malaysia akan lumpuh dan situasi akan semakin parah,” kata Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin.
Muhyiddin menyebut kebijakan itu ”karantina total”, karantina nasional kedua yang diterapkan sejak awal pandemi.
Kebijakan tersebut diambil setelah kasus harian Covid-19 mencapai 8.000 kasus pada Jumat lalu dan 9.020 pada Sabtu lalu. Malaysia termasuk salah satu negara di Asia Tenggara yang terdampak parah. Negara-negara lain di kawasan itu, seperti Thailand dan Vietnam, juga tengah berjuang melawan gelombang kedua Covid-19. Ketiga negara itu mempunyai persoalan yang sama, yakni program vaksinasi yang lamban.
Penyebaran varian baru Covid-19 di Malaysia terjadi karena warga tidak mengindahkan protokol kesehatan dan imbauan pemerintah untuk tidak berkumpul selama bulan Ramadhan dan saat Hari Raya Idul Fitri. ”Akibat Covid-19, pelaku usaha-usaha kecil seperti saya ini bisa hancur. Covid-19 sudah telanjur menyebar. Yang bisa dilakukan hanya mempercepat vaksinasi,” kata Lilian Chua (42), pemilik salon rambut di Kuala Lumpur.
Sampai sejauh ini baru sekitar 6 persen dari total populasi Malaysia yang sudah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Muhyiddin mengumumkan paket bantuan tambahan Covid-19 hingga 9,70 miliar dollar AS untuk meredam dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Paket bantuan itu, antara lain, berupa bantuan bagi warga miskin, moratorium pinjaman, hibah untuk usaha kecil dan menengah, serta subsidi gaji bagi mereka yang terdampak kebijakan karantina.
Kementerian Kesehatan Malaysia khawatir, dokter harus membuat keputusan sulit dengan memprioritaskan dipan di rumah sakit bagi pasien yang berpeluang besar untuk sembuh. Kemungkinan buruk ini bisa terjadi karena banyak rumah sakit akan kekurangan dipan jika kasus tak kunjung menurun. Militer sudah membangun rumah sakit darurat di beberapa daerah. Beberapa rumah sakit pemerintah bahkan sudah memakai kontainer untuk menyimpan jasad korban yang tewas agar tidak menulari orang lain.
Vaksinasi
Berpacu dengan kecepatan penyebaran virus, pemerintah Malaysia menggenjot program vaksinasi dengan membuka banyak lokasi vaksinasi hingga mengerahkan kendaraan khusus vaksinasi ke berbagai daerah. Ratusan klinik dan rumah sakit swasta juga diberi izin melakukan vaksinasi. Begitu pula dengan perusahaan-perusahaan. Pemerintah berharap akan bisa memvaksin 80 persen dari total 33 juta jumlah penduduknya pada akhir tahun ini.
Sama seperti Malaysia, Vietnam juga tengah menggenjot program vaksinasinya dan juga meminta bantuan pihak swasta. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan vaksin di dalam negeri, Vietnam hendak membeli teknologi produksi vaksin dan membangun pabrik vaksin agar bisa ikut menyuplai vaksin melalui Covax. Vietnam yang berpenduduk 98 juta jiwa itu telah menerima 2,9 juta dosis, termasuk 2,6 juta dosis vaksin melalui program Covax.
”Kami berharap segera mendapat tambahan vaksin dari Covax,” kata Menteri Kesehatan Vietnam Nguyen Thanh Long.
Sementara di Thailand, sampai sejauh ini baru 3,3 persen dari 69 juta jiwa penduduk yang sudah divaksin. Jumlah stok vaksin baru ada 7 juta dosis, padahal targetnya pada akhir tahun ini setidaknya 70 persen warga sudah divaksin. Saat ini Thailand fokus menghentikan penyebaran virus di kawasan pemukiman buruh bangunan, kawasan pemukiman kumuh, pabrik, penjara, dan pasar.
Berbeda dengan negara-negara tetangganya, Singapura akan memvaksin remaja atau warga berusia 12-18 tahun, kemudian diikuti kelompok penduduk berusia 39 tahun ke bawah. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, semua warga yang memenuhi kriteria itu akan mendapatkan vaksin dosis pertamanya pada 9 Agustus mendatang. Sampai sejauh ini baru sepertiga dari total 5,7 juta penduduk Singapura yang sudah divaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan, pemerintah memperbolehkan pihak layanan kesehatan swasta untuk mencari atau membeli vaksin lain seperti Johnson & Johnson, AstraZeneca, dan Sinopharm. (REUTERS/AFP/AP)