Pemerintahan baru Israel dan aparat keamanan bersiap menghadapi segala kemungkinan jelang pawai bendera yang akan dilakukan oleh kelompok ultranasionalis Israel. Faksi-faksi di Palestina menentang keras kegiatan ini.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
JERUSALEM, SELASA — Pemerintahan baru Israel, yang menumbangkan kekuasaan Benjamin Netanyahu selama lebih dari satu dekade, akan menghadapi tantangan pertamanya, yaitu parade bendera Israel, Selasa (15/6/2021). Parade bendera Israel yang diinisiasi kelompok ultranasionalis ini bisa berubah menjadi panggung konfrontasi baru setelah kelompok Hamas menyerukan kepada warga Palestina untuk menentang pelaksanaan pawai itu.
Hamas juga menyerukan kepada warga Palestina agar memberikan perlawanan dengan segala cara untuk menghentikan kejahatan serta arogansi yang ditunjukkan para peserta pawai.
Saluran 13 televisi Israel melaporkan, militer Israel dalam kesiagaan tinggi. Mereka kini bersiap di wilayah Tepi Barat dan di sepanjang garis depan Gaza, bersiap menghadapi segala kemungkinan, termasuk kekerasan bersenjata. Militer mengatakan, pihaknya ”melakukan penilaian situasional yang sedang berlangsung dan siap untuk berbagai perkembangan dan skenario”.
Setiap tahun, kelompok ultranasionalis Israel mengadakan pawai yang riuh, diikuti ribuan anggota dan simpatisannya sambil mengibarkan bendera biru-putih sekaligus meneriakkan slogan-slogan tentang kedigdayaan mereka. Para peserta pawai berbaris melewati Gerbang Damaskus di Kota Tua Jerusalem menuju jantung Kawasan Muslim, merayakan penaklukan Israel atas Jerusalem Timur pada perang tahun 1967. Warga Palestina menganggap pawai tersebut sebagai tindakan provokasi.
Pawai itu pada awalnya dijadwalkan berlangsung pada 10 Mei 2021. Akan tetapi, saat itu situasi tidak memungkinkan karena ketegangan antara warga Palestina dan Israel sedang memuncak menyusul bentrokan antara polisi Israel dan warga Palestina di sekitar Masjid Al Aqsa. Selain itu, ketegangan terjadi juga karena upaya para pemukim Yahudi dan Pemerintah Israel mencoba mengusir warga Palestina dari rumah-rumah mereka di Distrik Sheikh Jarrakh, yang sudah didiami selama puluhan tahun.
Pada 10 Mei 2021, ketika ribuan aktivis ultranasionalis Yahudi memulai prosesi pawai, aparat keamanan Israel mengalihkan rute untuk menghindari Gerbang Damaskus. Kelompok Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza kemudian menembakkan rentetan roket ke Jerussalem, memicu konflik bersenjata yang merenggut lebih dari 250 warga Palestina dan 13 warga di Israel.
Wakil Juru Bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa Farhan Haq mengatakan, para pejabat PBB telah menjelaskan perlunya semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan langkah, tindakan provokasi sepihak, menahan diri, dan memungkinkan pekerjaan yang diperlukan untuk memperkuat gencatan senjata.
Omer Bar-Lev, Menteri Keamanan Publik pada kabinet baru Pemerintah Israel yang bertanggung jawab mengawasi kerja-kerja kepolisian, mengatakan, dia telah bertemu sejumlah pejabat kepolisian, militer, dan pejabat tinggi keamanan untuk meninjau rencana pawai itu.
”Saya mendapat kesan bahwa polisi sudah mempersiapkan diri dengan baik dan upaya besar sedang dilakukan untuk melestarikan tatanan kehidupan dan keamanan publik yang rumit,” kata Bar-Lev.
Dia tidak memerinci persiapan pengamanan dan rute yang akan dilalui peserta pawai. Sejumlah media Israel memberitakan bahwa massa peserta pawai akan berjalan melewati Gerbang Damaskus, tetapi tidak akan memasuki Wilayah Muslim.
Seorang pejabat polisi, yang tak mau disebutkan identitasnya, mengatakan, sekitar 2.000 polisi akan dikerahkan.
Hari Kemarahan
Adapun faksi-faksi di Palestina telah menyerukan ”Hari Kemarahan” untuk menentang pawai bendera itu. Memori bentrokan dengan polisi Israel pada bulan lalu di kompleks Masjid Al Aqsa masih segar dalam ingatan mereka. ”Ini adalah provokasi terhadap rakyat kami dan agresi terhadap Jerussalem kami dan tempat-tempat suci kami,” kata Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, dikutip dari laman Times of Israel.
Setiap tanggal 15 Mei, sekitar 12,4 juta warga Palestina di seluruh dunia menandai tanggal itu sebagai Nakba atau Malapetaka. Penetapan tanggal itu mengacu pada pembersihan etnis dan penghancuran total masyarakat Palestina tahun 1948. Tahun ini, peringatan tersebut menandai pembantaian warga, perampasan rumah-rumah serta tanah warga Palestina selama 69 tahun terakhir.
Pada saat yang sama, pada 1948 negara Israel terbentuk. Pembentukan Israel ditandai dengan kekerasan bersenjata, pengusiran ratusan ribu warga Palestina dan pembunuhan untuk mendirikan negara Yahudi, sesuai dengan aspirasi gerakan Zionis.
Dikutip dari laman Al Jazeera, antara tahun 1947 dan 1949, sedikitnya 750.000 orang Palestina dari 1,9 juta penduduk mengungsi. Pasukan Zionis mengambil paksa lebih dari 78 persen lahan dan perumahan warga Palestina dan pembersihan etnis dengan membunuh sekitar 15.000 warga Palestina.
Ujian pemerintahan baru Israel
Perubahan rute atau bahkan keputusan Pemerintah Israel membatalkan pawai ini bisa menjadi langkah awal untuk menggoyang kabinet Perdana Menteri Naftali Bennett yang baru berusia satu hari. Pembatalan pawai bisa berujung pada tuduhan dari oposisi bahwa pemerintahan baru lebih memihak kelompok Hamas dan warga Palestina dibandingkan dengan warga Israel sendiri.
Wakil Menteri Keamanan Dalam Negeri Yoav Segalovitz mengatakan, hal paling utama yang harus dilakukan Pemerintah Israel adalah mempertimbangkan apa yang benar untuk dilakukan saat ini.
Meski telah lengser, posisi Netanyahu dan pendukungnya masih sangat kuat di parlemen Israel. Kemarahan Netanyahu setelah disingkirkan dari kekuasaan juga tampak ketika serah terima jabatan yang dilakukan tanpa upacara formal.
David Bitan, seorang anggota Knesset dari Partai Likud, kepada radio Kan, menyatakan, Netanyahu tidak mengadakan upacara penyerahan resmi dengan Bennett karena dia merasa tertipu oleh pembentukan pemerintahan Bennett-Lapid dan tidak ingin memberikan legitimasi sedikit pun kepada pemerintah yang baru.
Berbincang dengan para pemimpin partai oposisi setelah serah terima jabatan, Netanyahu mengatakan tekadnya untuk menjatuhkan pemerintahan sayap kiri yang dinilainya sangat berbahaya. ”Pemerintahan ini akan jatuh dengan cepat,” katanya. (AP/AFP)