Pelaku pembunuhan warga kulit hitam George Floyd, Derek Chauvin, sudah divonis penjara 22,5 tahun. Namun, perjuangan melawan rasisme masih panjang karena ”dosa masa lalu” perbudakan yang belum tuntas.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Kasus pembunuhan George Floyd, warga kulit hitam di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, oleh mantan polisi berkulit putih, Derek Chauvin (45), boleh saja dianggap selesai dengan vonis penjara 22,5 tahun yang diputuskan, Jumat lalu. Namun, sesungguhnya isu rasisme dan diskriminasi, baik di AS maupun di dunia, masih jauh dari selesai. Isu ini harus segera diselesaikan dengan dimulai dari mengakui kesalahan di masa lalu, terutama di masa kelam perbudakan.
Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet, Senin (28/6/2021), dalam laporannya menyerukan agar rasisme sistemik terhadap warga kulit hitam segera dihentikan sehingga kasus Floyd tidak terulang kembali. Diakui atau tidak, rasisme terhadap warga keturunan Afrika masih terjadi di banyak negara. Sebagian besar aparat penegak hukum di Amerika Utara, Eropa, dan Amerika Latin kerap menggunakan kekerasan berlebihan pada warga keturunan Afrika.
Rasisme struktural juga menciptakan hambatan bagi kelompok minoritas itu untuk mengakses pekerjaan, layanan kesehatan, perumahan, pendidikan, dan keadilan hukum. Laporan Bachelet pada Dewan HAM PBB itu meminta semua negara untuk mengakui dan menghentikan rasisme, mendengarkan suara dan aspirasi warga keturunan Afrika, mengakhiri impunitas dan membangun kepercayaan, serta menghadapi warisan masa lalu dan mulai memberikan ganti rugi.
Dari informasi yang dikumpulkan sejauh ini terdapat setidaknya 190 warga Afrika dan keturunan Afrika di seluruh dunia yang tewas di tangan aparat penegak hukum. Kasus-kasus ini jarang berakhir seperti kasus Floyd yang menghukum pelaku. Seperti kasus remaja keturunan Afrika-Brasil berusia 14 tahun yang tewas ditembak polisi antinarkoba di Sao Paulo pada Mei 2020. Atau kasus warga Perancis keturunan Mali berusia 24 tahun yang tewas saat ditahan polisi pada Juli 2016.
Sejarah perbudakan
Rasisme dan diskriminasi rasial terhadap warga Afrika dan keturunan Afrika sudah mengakar hingga ke dalam kebijakan dan muncul dalam bentuk tindakan yang merendahkan status mereka di masyarakat. Kasus-kasus rasisme terhadap warga Afrika dan keturunan Afrika ini kerap terjadi di negara-negara yang mempunyai sejarah panjang soal perbudakan, perdagangan trans-Atlantik warga Afrika sebagai budak, atau kolonialisme yang memunculkan komunitas warga keturunan Afrika.
Rekomendasi laporan Bachelet setebal 23 halaman itu juga menyinggung tentang perlunya ikut mendanai gerakan antirasisme, seperti Black Lives Matter yang meluas ke banyak negara sejak kasus Floyd. Setelah kematian Floyd, Kantor HAM PBB diberi mandat pada Juni 2020 untuk membuat laporan lengkap mengenai rasisme sistemik, pelanggaran HAM oleh aparat penegak hukum terhadap warga kulit hitam, dan respons pemerintah terhadap gelombang protes antirasisme.
Analisis dalam laporan itu berdasarkan konsultasi daring dengan 340 orang, mayoritas warga kulit hitam. Salah satu kesimpulan dari informasi yang dikumpulkan adalah dehumanisasi warga keturunan Afrika mempertahankan dan memupuk toleransi terhadap diskriminasi rasial, ketidaksetaraan, dan kekerasan. Dan, ini terjadi di 60 negara, termasuk Belgia, Brasil, Inggris, Kanada, Kolombia, dan Perancis.
”Kami tidak menemukan satu pun negara dari 60 negara itu yang memerhatikan ’dosa masa lalu’ dan dampaknya pada kehidupan warga keturunan Afrika saat ini,” kata Kepala Kantor HAM PBB untuk Kesetaraan dan Nondiskrimasi Mona Rishmawi.
Laporan HAM PBB itu merekomendasikan perlunya perbaikan penegakan hukum melalui pelatihan untuk penegak hukum. Suara dan aspirasi warga kulit hitam serta aktivis antirasisme pun perlu didengar dengan cara, misalnya, memastikan keterwakilan warga Afrika dan warga keturunan Afrika di lembaga-lembaga negara, termasuk penegakan hukum, peradilan pidana, dan proses pembuatan kebijakan.
Sikap dan tindakan rasisme yang kemudian memicu stereotip, pelecehan, dan kekerasan itu membuktikan adanya kegagalan untuk mengakui adanya ”dosa masa lalu” di masa perbudakan dan pertanggungjawabannya. Semestinya negara-negara di Eropa dan Amerika membongkar struktur dan sistem yang dirancang dan dibentuk oleh perbudakan, kolonialisme, dan diskriminasi yang telah mengakar selama berabad-abad. Untuk mengakhiri rasisme, sebagai langkah awal, setidaknya harus ada pengakuan kesalahan dengan mengungkapkan kebenaran, lalu diikuti dengan permintaan maaf secara formal. (REUTERS/AFP/AP)