Karantina Ketat di Hong Kong bagi Pelancong dari 15 Negara Berisiko
Hong Kong menerapkan karantina ketat bagi pelancong dari 15 negara berisiko tinggi dan sedang mulai 20 Agustus ini akibat lonjakan Covid-19 di negara-negara itu. Indonesia tidak masuk dalam daftar 15 negara tersebut.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
HONG KONG, SELASA — Otoritas Hong Kong, Selasa (17/8/2021), mengumumkan akan menerapkan karantina ketat terhadap pelancong dari 15 negara dengan klasifikasi ”berisiko tinggi” dan ”berisiko sedang”. Karantina atau pembatasan ketat dimulai pada 20 Agustus lalu akibat lonjakan kasus Covid-19 di 15 negara itu.
Lima belas negara berisiko itu adalah Amerika Serikat, Malaysia, Perancis, Bangladesh, Kamboja, Yunani, Iran, Belanda, Spanyol, Sri Lanka, Swiss, Tanzania, Thailand, Turki, dan Uni Emirat Arab.
Indonesia, yang mencatat tren kasus Covid-19 mulai menurun sejak 1 Agustus setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara ketat, tidak termasuk dalam klasifikasi negara berisiko yang ditetapkan otoritas di Hong Kong.
Pernyataan yang dirilis otoritas Hong Kong menyebutkan, kedatangan internasional dari 15 negara itu bakal menghadapi karantina atau pembatasan baru yang lebih ketat. Hong Kong memiliki sejumlah persyaratan masuk paling ketat di dunia.
Otoritas Hong Hong mengatakan, telah terjadi lonjakan tinggi dalam jumlah kasus yang terkonfirmasi dalam waktu singkat di banyak negara. Pelancong yang datang dari negara-negara berisiko tinggi wajib menjalani karantina selama 21 hari di hotel yang ditunjuk dan harus menjalani vaksinasi.
”Meskipun program vaksinasi skala besar telah berjalan, banyak negara juga mengalami lonjakan kasus baru Covid-19. Hal itu menimbulkan tantangan besar bagi upaya penanganan epidemi lokal kami,” demikian pernyataan otoritas Hong Kong.
Australia akan diklasifikasi ulang sebagai negara berisiko sedang mulai 20 Agustus, dari sebelumnya berisiko rendah. Bagi pelancong dari negara berisiko sedang, seperti Australia, mereka yang sudah menerima vaksi perlu dikarantina selama 14 malam.
Jika hasil tes antibodi para pelancong di laboratorium yang diakui otoritas Hong Kong ternyata positif, mereka harus menjalani karantina tambahan tujuh hari.
Brasil, India, dan Inggris telah diklasifikasikan sebagai berisiko tinggi. Namun, pemerintah di sebagian besar negara telah melonggarkan kebijakan menerima pelancong dari sebagian besar negara lain. Hal itu menimbulkan harapan akan meningkatnya perjalanan internasional bagi warga dunia dan lebih banyak kunjungan warga asing di sebuah negara.
Hong Kong telah berhasil mengendalikan virus dengan hampir tidak ada Covid-19 yang ditularkan secara lokal. Hingga saat ini, Hong Kong mencatat total sekitar 12.000 kasus infeksi Covid-19.
Diperluas
Pada Selasa ini, Pemerintah Jepang juga memperpanjang keadaan darurat Covid-19 di Tokyo dan wilayah lain hingga 12 September 2021. Pembatasan wilayah pun diperluas dengan menambah cakupan di tujuh prefektur baru, menyusul lonjakan kasus Covid-19 di ibu kota dan secara nasional.
Status keadaan darurat akan mencakup sedikit kurang dari 60 persen populasi setelah pemerintah menambahkan Prefektur Ibaraki, Tochigi, Gunma, Shizuoka, Kyoto, Hyogo, dan Fukuoka. Lonjakan baru menjadi tantangan nyata bagi sistem medis yang saat ini sudah sangat terbebani.
Status darurat Covid-19 yang telah berjalan selama ini di Tokyo dan lima wilayah akan berakhir pada 31 Agustus. Selama ini semua restoran dan bar dilarang menjual alkohol dan mengharuskan layanan mereka ditutup pada pukul 20.00 waktu setempat.
Lonjakan kasus infeksi virus korona jenis baru yang terus berlanjut telah mendorong seruan untuk perpanjangan keadaan darurat. Tokyo mengumumkan 4.377 kasus harian baru pada Selasa (17/8/2021), setelah rekor 5.773 kasus baru harian pada Jumat (13/8).
”Banyak ahli menyatakan krisis yang sangat kuat tentang situasi perawatan medis dan status infeksi,” kata Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura setelah mendapat persetujuan dari panel penasihat kesehatan masyarakat untuk keputusan perluasan cakupan status darurat tersebut.
Perdana Menteri Yoshihide Suga secara resmi mengumumkan langkah tersebut pada Selasa malam waktu setempat. Pembatasan Covid-19 itu mencakup, antara lain, mewajibkan restoran tutup lebih awal dan tidak menyediakan alkohol dengan imbalan subsidi pemerintah.
Para ahli kesehatan setempat khawatir bahwa kematian akibat Covid-19 bisa melonjak di Jepang karena varian Delta telah menjangkiti penduduk usia lebih muda.
Rumah sakit sudah terlalu penuh untuk menangani kasus-kasus serius. Lebih dari 80 persen tempat tidur untuk perawatan pasien kritis di Tokyo telah terisi. Bahkan, keterisian tempat tidur untuk perawatan pasien kritis di Prefektur Kanagawa telah mencapai 100 persen.
Dai-ichi Life Research Institute memperkirakan dalam sebuah laporan bahwa keadaan darurat pemerintah yang diperpanjang dan diperluas akan menyebabkan total kerugian ekonomi sekitar 1,2 triliun yen (sekitar 10,98 miliar dollar AS) dan dapat membuat 66.000 lapangan pekerjaan hilang.
Para ahli juga menyetujui rencana pemerintah untuk memperluas tindakan ”darurat semu” yang tidak terlalu ketat ke-10 prefektur tambahan, kata Nishimura. Keadaan darurat yang berulang memiliki efek terbatas dalam memperlambat penyebaran virus di Jepang. (REUTERS/AFP)