Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meminta hasil penyelidikan FBI terkait serangan teror 11 September 2001 oleh Al Qaeda dibuka. Selama ini, masyarakat antara lain menduga ada keterlibatan Pemerintah Arab Saudi.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
WASHINGTON DC, SENIN — Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah memerintahkan Departemen Kehakiman untuk membuka dokumen penyidikan Biro Investigasi Federal terkait serangan Al Qaeda ke Amerika, 11 September 2001. Perintah eksekutif yang diteken Biden, Jumat lalu, menyebutkan, deklasifikasi dan perilisan dokumen harus rampung dalam enam bulan.
Perintah eksekutif diteken Biden sekitar sepekan menjelang peringatan tragedi nine eleven atau serangan 11 September 2001 oleh Al Qaeda, Sabtu (11/9/2021). Serangan Al Qaeda itu dilakukan dengan cara membajak pesawat sipil untuk kemudian dengan sengaja menabrak dua menara kembar WTC di New York dan Pentagon di Arlington, dekat Washington DC. Serangan itu menewaskan 2.977 orang.
”Ketika saya mencalonkan diri sebagai presiden, saya membuat komitmen untuk memastikan transparansi mengenai deklasifikasi dokumen terkait serangan teroris 11 September 2001 di Amerika,” kata Biden dalam sebuah pernyataan.
”Saat kita mendekati peringatan 20 tahun hari tragis itu, saya menghormati komitmen itu,” kata Biden, dikutip Reuters, Sabtu (5/9/2021).
”Hari ini, saya menandatangani perintah eksekutif untuk meminta Kementerian Kehakiman dan badan terkait lainnya untuk memantau deklasifikasi dokumen terkait penyelidikan Biro Investigasi Federal atas peristiwa 11 September,” kata Biden, seperti dikutip AFP.
Biden meminta otoritas terkait membuka dan merilis dokumen itu dalam enam bulan. Meski demikian, Biden juga mengakui ada kemungkinan sejumlah materi yang sensitif. Dia berpesan agar otoritas AS dapat merilis sebanyak mungkin dokumen yang dianggap aman untuk diungkap.
”Sangat penting memastikan agar Pemerintah AS memaksimalkan transparansi, kecuali jika ada alasan kuat untuk melakukan sebaliknya,” ujar Biden.
Perintah eksekutif itu mengharuskan Jaksa Agung AS Merrick Garland merilis dokumen, yang tidak diklasifikasikan rahasia kepada publik, dalam enam bulan ke depan. Deklasifikasi atau membuka kembali dokumen rahasia itu diperlukan karena ada permintaan tertulis dari keluarga para korban sebulan sebelum peringatan 20 tahun serangan paling mematikan ke tanah Amerika itu.
Keluarga para korban menilai Pemerintah AS, dalam hal ini Biro Investigasi Federal (FBI), telah berbohong, atau sengaja merahasiakan dokumen, atau menghancurkan bukti soal keterlibatan pejabat Arab Saudi dalam membantu teroris Al Qaeda. Seruan sebenarnya sudah disampaikan para kerabat korban sejak beberapa waktu setelah serangan Al Qaeda tersebut.
Adam Schiff, Ketua Komite Tetap Intelijen DPR AS, mengatakan, dia mendukung langkah Biden. ”Saat kita mendekati peringatan 20 tahun hari yang mengerikan itu, keluarga mereka yang terbunuh, dan semua orang Amerika, memiliki hak untuk mengetahui cerita utuhnya,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Banyak keluarga korban meminta Biden melewatkan acara peringatan 20 tahun serangan itu. Kecuali jika dia mendeklasifikasi dokumen rahasia yang mereka duga ada bukti keterlibatan para pemimpin Arab Saudi sebagai pendukung serangan itu. AS baru merilis sebagian, yang lainnya masih dirahasiakan hingga kini.
Riyadh sudah berulang kali membantah. Komisi resmi yang menangani serangan nine eleven, yang dibentuk Kongres AS, mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa Pemerintah Saudi, baik lembaga maupun individu pejabat senior Saudi yang mendanai Al Qaeda.
”Hati saya terus bersama keluarga yang menderita. Pemerintahan saya akan terus terlibat dengan hormat bersama anggota komunitas ini. Saya menyambut suara dan wawasan mereka saat kami memetakan jalan ke depan,” kata Biden dalam pernyataannya.
Serangan Al Qaeda pada 11 September 2001 telah mendorong presiden AS saat itu George W Bush memerintahkan militernya melakukan invasi ke Afghanistan. Pemerintahan Taliban yang berkuasa di Afghanistan saat itu dituding telah melindungi jaringan Al Qaeda, termasuk pemimpin jaringan itu, Osama bin Laden.
Per 31 Agustus 2021 atau setelah 20 tahun berperang, Biden menarik penuh pasukan AS dari Afghanistan. Taliban kembali berkuasa setelah menggulingkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang didukung Barat. (AFP/REUTERS/CAL)