Belarus memudahkan penerbangan imigran dari Timur Tengah dan Afrika dengan visa turis ke negaranya. Negara itu lalu menyuruh imigran berjalan kaki menyeberangi perbatasan negara-negara UE (Polandia, Lituania, Latvia).
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
BERLIN, MINGGU — Uni Eropa memutuskan tetap menjatuhkan berbagai sanksi ekonomi terhadap Belarus. Pada saat yang sama, mereka menuduh Belarus memperalat imigran dari Timur Tengah dan Afrika untuk membanjiri negara-negara anggota Uni Eropa. Muncul polemik, berdasarkan permintaan sejumlah negara, apakah perlu membangun tembok di perbatasan dengan Belarus.
Keputusan Uni Eropa itu disampaikan dalam Pertemuan Puncak UE di Brussels, Belgia, yang berakhir pada Jumat (22/10/2021). Ini merupakan pertemuan UE terakhir yang dihadiri oleh Kanselir Jerman Angela Merkel sebelum menuntaskan masa jabatannya di negaranya.
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, Belarus menggunakan taktik kotor dengan memperalat migran. Dia menegaskan, UE tidak akan meringankan embargo ekonomi terhadap Minsk.
Belarus dijatuhi sanksi menyusul tuduhan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Presiden Alexander Lukashenko. Ia memersekusi semua orang yang menjalankan kebebasan berekspresi. Pada pertengahan tahun 2021, otoritas Belarus ”membajak” pesawat penumpang Ryanair, dengan memerintahkan pengalihan rutenya, karena pesawat itu mengangkut seorang pegiat yang kerap mengkritisi kebijakan Lukashenko.
Sebagai balasan terhadap UE, Belarus memudahkan penerbangan dari Timur Tengah dan Afrika untuk mengangkut imigran yang meninggalkan negara masing-masing akibat konflik dan kelaparan. Para imigran itu diiming-imingi masuk Belarus dengan visa turis. Berdasarkan tuduhan UE, Belarus kemudian menyuruh para imigran ini berjalan kaki menyeberangi perbatasan dengan negara-negara anggota UE, seperti Polandia, Lituania, dan Latvia.
Di antara imigran tersebut, terdapat perempuan dan anak-anak yang dipaksa menghadapi kondisi alam yang dingin. Banyak anak, ketika sampai di perbatasan UE, menderita sakit akibat tidak memakai baju dan alas kaki yang layak. Mereka didera kelelahan setelah berjalan kaki puluhan kilometer dan tidak mendapat makanan yang cukup.
Kementerian Dalam Negeri Polandia melaporkan, periode Agustus-September 2021 saja ada 8.000 imigran yang berusaha menyeberang dari Belarus. Mereka kebanyakan berasal dari Suriah, Iran, Irak, dan Afghanistan. Apabila dihitung dari Januari 2021, jumlahnya mencapai 9.287 orang. Pada bulan September, empat imigran ditemukan tewas di dekat perbatasan akibat sakit dalam perjalanan.
Para imigran ini umumnya mengincar datang ke Jerman. Dilansir dari kantor berita Jerman, DPA, kepolisian federal negara tersebut mendata pada bulan Oktober 2021 saja ada 1.922 imigran yang berusaha melintasi perbatasan. Padahal, periode Januari-Juli 2021 jumlahnya hanya 26 orang.
Komisioner Urusan Dalam Negeri Komisi Eropa Ylva Johansson menyebutkan, negara-negara anggota UE seyogianya tidak mengusir imigran dari perbatasan. ”Ini masalah yang berat, tetapi kita harus mengutamakan pendekatan kemanusiaan,” ucapnya, seperti dikutip harian Daily Express.
Tembok
Kedatangan imigran itu memunculkan reaksi berbeda-beda di negara yang dilintasi. Di Polandia, masyarakat terbagi dua, ada yang mendukung dan ada yang menentang. Jamak bermunculan aksi unjuk rasa di seantero negeri tersebut dari para pendukung imigran.
Para pengunjuk rasa menuntut agar pemerintah bermurah hati dan mengizinkan imigran masuk. Mereka membawa poster yang mengatakan bahwa bukan hak manusia untuk mengusir manusia lain yang sedang dalam kesusahan, terutama anak-anak.
Pada saat yang sama, kehadiran imigran juga menjadi api yang mengompori berbagai kelompok sayap kanan menyuarakan situasi darurat dan rasialisme. Pada Minggu (24/10/2021). Kepolisian Jerman menangkap 50 anggota kelompok Neo-Nazi yang berpatroli di perbatasan dengan Polandia. Simpatisan sayap kanan ini membawa senjata tajam, pentungan, dan semprotan gas air mata untuk menghadang imigran yang hendak melintas.
Pemerintah yang tidak tahan dengan masalah pengungsi kemudian mengambil langkah yang disindir masyarakat sebagai ”Metode Trump”, yaitu membangun tembok di sekeliling perbatasan. Cara pembangunan tembok ini diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat periode 2017-2021 Donald Trump untuk menghadang imigran dari Amerika Latin. Bahkan, Polandia sejak Agustus sudah membuat barikade dari kawat berduri di perbatasan dengan Belarus.
Langkah Polandia kemudian ditiru oleh Lituania, Latvia, dan Yunani. Mereka mengajukan permintaan pinjaman dana kepada UE untuk membiayai pembangunan tembok tersebut.
Pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Polandia Mariusz Kaminski mengungkapkan parlemen telah menyetujui pemberian dana sebesar 410 dollar AS bagi negara itu membangun tembok perbatasan yang dilengkapi kamera pemantau canggih guna memastikan tidak ada imigran yang bisa melintas.
Menteri Dalam Negeri Jerman Horst Seehofer, Minggu (24/10/2021), menyatakan bahwa sesuatu yang ”sah” menjaga perbatasan. Ketika ditanya soal apakah Polandia perlu membangun tembok perbatasan, Seehofer menjawab bahwa melindungi perbatasan dapat dibenarkan. ”Sah bagi kita untuk menjaga perbatasan luar agar perlintasan perbatasan yang tak terdeteksi bisa dicegah,” katanya kepada koran Bild am Sonntag. Minggu. (AFP)