Bersiasat demi Tetap Sehat dan Hemat dengan Garuda...
Presiden Jokowi Jumat lalu memulai lawatannya ke tiga negara. Inilah kunjungan pertama keluar negeri Presiden di era keduanya bersama Wapres Amin. Juga kunjungan luar negeri yang pertama di era pandemi Covid-19.
Masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin diwarnai dengan pandemi Covid-19. Tak pelak, kunjungan Presiden Jokowi ke luar negeri pun terhenti di saat pandemi belum terkendali. Pada Jumat lalu, Presiden untuk pertama kalinya memulai kunjungan kerjanya ke luar negeri. Kali ini, langsung ke tiga negara. Italia adalah negara yang dikunjungi pertama dalam rangkaian ke Glasgow, Inggris Raya, dan di jalan pulang mampir ke Uni Emirat Arab.
Di Roma, Italia, Presiden Jokowi akan berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G-20) pada 30-31 Oktober 2021. Di Glasgow, Presiden akan menghadiri KTT Pemimpin Dunia terkait Perubahan Iklim (COP 26) yang berlangsung 1-2 November 2021. Selanjutnya, Presiden Jokowi akan bertolak menuju UEA pada 3-4 November 2021. Dalam lawatan selama tujuh hari itu, Ibu Negara Ny Iriana Joko Widodo tidak mendampingi Presiden karena alasan pandemi.
Pada kunjungannya ke tiga negara ini, Presiden Jokowi beserta rombongan menggunakan pesawat berbadan lebar, Boeing 777-300ER milik maskapai penerbangan nasional, Garuda Indonesia. Pemilihan pesawat maskapai nasional ini disebutkan telah dipertimbangkan matang, yakni dengan menimbang efisiensi waktu, penghematan anggaran, dan juga protokol kesehatan. Inilah pesawat yang semula disiapkan Presiden Jokowi untuk kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat dan di antaranya ke Las Vegas, AS, menghadiri KTT ASEAN-AS pada awal 2020.
”Dengan menggunakan pesawat berbadan lebar ini, perjalanan menuju Roma selama 13 jam ini bisa dilakukan langsung tanpa perlu transit,” kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono saat memberikan penjelasan menjelang keberangkatan menuju Roma di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat.
Penjelasan sama juga dilakukan Heru ketika pesawat Garuda yang pertama kali dicat Merah dan Putih itu tersebar di media sosial pada awal tahun lalu. Heru di antaranya menjelaskan bahwa pesawat tersebut akan digunakan oleh Presiden dan rombongan. Pasalnya, jika dihitung-hitung dengan pesawat Kepresidenan Boeing Business Jet (BBJ)-2 yang dimiliki pemerintah di era Presiden Susuilo Bambang Yudhoyono sejak 2012, dengan Garuda ongkosnya jauh lebih murah. Akhirnya, pemerintah memutuskan menyewa maskapai nasional yang saat itu, hingga kini, masih merugi dan cenderung akan bangkrut.
Pemilihan pesawat maskapai nasional ini disebutkan telah dipertimbangkan matang, yakni dengan menimbang efisiensi waktu, penghematan anggaran, dan juga protokol kesehatan.
Apabila menggunakan pesawat kepresidenan BBJ, Heru menuturkan, maka rombongan mesti transit. Padahal, mesti diingat, perjalanan kali ini adalah kunjungan pertama Presiden Jokowi ke luar negari di masa pandemi. Karena itu, pihak protokol pun mesti sangat berhati-hati menjalankan protokol kesehatan, termasuk menghindari pertemuan tatap muka di saat transit.
Apabila Presiden Jokowi dan rombongan harus transit, persiapan pelaksanaan protokol kesehatan mesti dijalankan dengan baik seperti sterilisasi ruang tunggu dan tes PCR untuk pramusaji di tempat transit. Makanan dan minuman pun mesti disajikan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah efisiensi anggaran. Total ada enam menteri yang ikut dalam rombongan Presiden Jokowi di pesawat Garuda ini, setidaknya saat pulang ke Tanah Air. Sebagian berangkat terlebih dahulu untuk mempersiapkan lawatan Presiden Jokowi maupun menghadiri pertemuan, seperti Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Baca juga : Presiden Jokowi Bertolak ke Tiga Negara
Selain dua perempuan yang sudah bersahabat sejak SMA itu, menteri lainnya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Selain itu, tim pendahulu di Abu Dhabi dan Dubai akan bergabung pula di pesawat tersebut dalam kepulangannya ke Tanah Air. ”Semua pegawai yang bertugas sebagai tim pendahulu di Abu Dhabi dan Dubai akan ikut bersama kami dalam kepulangan ke Tanah Air. Jadi, mereka tidak membeli tiket pesawat komersial untuk kembali ke Tanah Air,” ujar Heru.
Sekretaris Militer Presiden Marsda TNI M Tonny Harjono pun menerapkan aturan protokol kesehatan yang ketat dalam penerbangan ke luar negeri di masa pandemi ini. ”Ini penerbangan jarak jauh dan kita tahu Covid-19 masih ada, bahkan di Eropa terjadi peningkatan. Oleh karena itu, Pak Sesmil menerapkan aturan yang ketat di dalam penerbangan ini, seperti harus mengenakan masker dan antarpenumpang minimal berjarak satu kursi,” tambah Heru.
Dengan aturan seperti ini, kapasitas Pesawat Kepresidenan-1 yang berjenis BBJ-2 terasa sangat terbatas. Dalam kondisi normal, pesawat ini bisa mengangkut 52 orang. Saat kunjungan kerja ke daerah yang tetap berlangsung saat pandemi, paling banyak penumpang yang diangkut 40 orang. Namun, untuk penerbangan keluar negeri yang memakan waktu belasan jam, dipastikan jumlah penumpang yang bisa diangkut akan dikurangi lagi.
Sebaliknya, dengan pesawat Boeing 777-300ER milik Garuda Indonesia, menurut Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, penumpang yang diangkut berkisar 100-120 orang. Selama digunakan Presiden dan rombongan, badan pesawat Garuda Indonesia tersebut akan diberi lambang dan tulisan Republik Indonesia. Hal ini karena, secara protokoler, pesawat itu akan menjadi Pesawat Kepresidenan RI.
Ragam kisah para presiden
Perjalanan para presiden RI ke luar negeri dari masa ke masa memiliki banyak kisah yang mewarnai. Salah satunya dapat kita simak dari penuturan Bambang Widjanarko, salah satu ajudan Bung Karno di periode 1960-1967. Di bukunya yang berjudul Sewindu Dekat Bung Karno, Bambang menulis, antara lain, bahwa Bung Karno amat senang memakai kapal terbang perusahaan Amerika Serikat, yakni Panam (PanAm).
”Ke mana pun BK (Bung Karno) pergi ke luar negeri selalu menggunakan PanAm, lengkap dengan seluruh crew-nya. Flight crew memang berganti-ganti sesuai schedule mereka, tetapi cabin crew yang terdiri dari 2 pramugara dan 4 pramugari terus mengikuti dan melayani rombongan dari mulai berangkat meninggalkan Jakarta sampai kembali ke Jakarta lagi,” kata Bambang.
Ke mana pun BK (Bung Karno) pergi ke luar negeri selalu menggunakan PanAm, lengkap dengan seluruh crew-nya.
Cukup menggelitik ketika Bambang mengisahkan bahwa kesenangan Bung Karno terhadap PanAm ini pernah sedikit menimbulkan problem diplomatik sewaktu Presiden pertama RI tersebut mengunjungi Moskwa. Maklum saat itu suasana perang dingin kedua negara adidaya tersebut, AS dan Uni Soviet, masih terasa.
Pemerintah Rusia keberatan apabila Bung Karno mendarat di Moskwa dengan pesawat PanAm. Mereka usul akan menjemput Bung Karno dengan pesawat Rusia yang lebih besar. Namun Bung Karno menolak. Intinya, Bung Karno tetap akan menggunakan PanAm atau kunjungannya ke Moskwa batal sama sekali.
Akhirnya, Pemerintah Rusia pun mengalah. Namun, demi tidak kehilangan muka, orang-orang Rusia itu pun kemudian menaruh pesawat PanAm DC-8 yang ditumpangi Bung Karno tersebut parkir dengan diapit dua kapal terbang jumbo buatan Rusia, yakni IL. 111. ”Maka kelihatan benar betapa kecilnya pesawat AS itu bila dibanding dengan pesawat besar buatan Rusia tersebut,” kata Bambang di bukunya.
OG Roeder dalam bukunya yang berjudul Anak Desa, Biografi Presiden Soeharto mencatat bahwa perjalanan Jenderal Soeharto pertama kali ke luar negeri terjadi pada tahun 1961, yakni saat menemani perjalanan dinas singkat Jenderal Nasution ke Eropa Barat. Selanjutnya pada 28 Maret 1968, delapan jam setelah ia mengangkat sumpah menjadi Presiden RI, Soeharto melakukan perjalanan tugas ke luar negeri, yakni ke Jepang dan Kamboja.
Baca juga : Kisah Masa Kecil ”daripada” Presiden Soeharto
”Bagaimanapun, tak lama kemudian Presiden Soeharto sering melakukan perjalanan ke luar negeri dan telah menjadi masalah rutin. Pada waktu yang bersamaan dengan itu tamu-tamu terkemuka dari luar negeri dan dari segala pelosok di dunia mulai membanjiri Indonesia,” kata Roeder di bukunya.
Sementara itu dalam otobiografinya, Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Presiden kedua RI ini mengisahkan ketika dirinya melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki, Romania, dan Hongaria di September 1985. ”Sesudah saya melakukan hal yang serupa ke sejumlah negara Eropa Barat, ke Australia, negara-negara di Asia dan Timur Tengah, dan tiga kali ke Amerika Serikat dalam kedinasan saya sebagai Presiden,” kata Soeharto.
Baca juga : KTT ASEAN Tak Jawab Sebagian Persoalan Konkret Kawasan
Di masa kepresidenannya yang singkat, Presiden BJ Habibie sempat mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi VI ASEAN yang digelar di Hanoi, Vietnam, pada pertengahan Desember 1998. Presiden Habibie menggunakan pesawat AVRO RJ 1865 Pelita Air.
Masih seperti diberitakan Kompas, Rabu (10/2/1999), tugas yang tidak dapat ditinggalkan di Tanah Air menjadikan Presiden Habibie tak dapat selalu ke luar negeri. Demikian misalnya ketika Habibie sebenarnya ingin datang sendiri ke Amman, Jordania, untuk menyampaikan belasungkawa dan simpati yang dalam sebagai pribadi dan Presiden RI atas nama pemerintah dan rakyat Indonesia terhadap meninggalnya Raja Hussein.
”Tetapi karena tugas yang tidak dapat ditinggalkan, maka dia menunjuk saya mewakili dia berkunjung ke Amman untuk menyampaikan belasungkawa dan simpati tadi,” kata Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Feisal Tanjung kepada wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, saat itu.
Baca juga : Gus Dur, Lawatan ke Luar Negeri, dan Pendekatan Kemanusiaan
Greg Barton dalam bukunya yang berjudul Biografi Gus Dur, The Authorized Biograpy of Abdurrahman Wahid mencatat Gus Dur sebagai presiden yang juga banyak melakukan lawatan. Catatan ini menarik apabila mengingat masa jabatan presiden Gus Dur yang relatif tidak lama, yakni dari tahun 1999 hingga 2001.
Rangkaian pertama kunjungan Gus Dur ke luar negeri sebagai presiden dilakukan di November 1999, yakni ke Amman, Jordania, dan Salt Lake City. Pada perjalanannya ke Amman dan Salt Lake City tersebut Gus Dur juga mengunjungi secara singkat negara-negara ASEAN. Ajang untuk mengenalkan diri dan pemerintahannya ke negara-negara tetangga tersebut lalu diakhiri kunjungan penting ke Tokyo, Jepang, dan Washington DC. Dalam perjalanannya ke Jordania, Gus Dur juga mengunjungi Kuwait dan Qatar.
Perjalanan penting kedua Gus Dur ke luar negeri, seperti dicatat Greg Barton, dilakukan pertengahan Desember 1999 ke Beijing. Berikutnya, Gus Dur pergi ke Davos, Swiss, untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia. ”Di tengah perjalanan ia memanfaatkan kesempatan untuk mengunjungi Saudi Arabia, dengan harapan dapat mendapatkan bantuan keuangan yang lebih besar bagi kepentingan pemulihan ekonomi Indonesia,” kata Greg.
Tujuan dari lawatan ini adalah untuk mendapatkan dukungan dari Eropa, baik secara ekonomi maupun politik, untuk pelaksanaan reformasi di Indonesia.(Presiden Gus Dur)
Bulan selanjutnya, Gus Dur pun melawat ke negara-negara Eropa. Gus Dur terbang ke London, Paris, Amsterdam, Berlin, dan Roma. Sepulang dari perjalanan tersebut dia mengunjungi New Delhi, Seoul, Bangkok, dan Brunei.
Tujuan kunjungan Gus Dur ke luar negeri pun dituliskan Greg di bukunya tersebut. Tujuan dari lawatan ini, demikian jelas Gus Dur, adalah untuk mendapatkan dukungan dari Eropa, baik secara ekonomi maupun politik, untuk pelaksanaan reformasi di Indonesia.
Kunjungan kerja ke luar negeri yang berlangsung hangat di zaman Presiden Megawati Soekarnoputri antara lain terjadi ketika Presiden China Jiang Zemin secara tidak terduga mengajaknya berdansa sekitar 6 menit dengan iringan musik orkestra, Minggu (24/3/2002). Sebanyak 100 undangan yang hadir pada jamuan makan malam kenegaraan di Balai Rakyat Agung, Beijing, saat itu pun tertegun melihat adegan yang sangat jarang terjadi tersebut. Dalam kunjungan itu, Presiden Megawati beserta rombongan menyewa pesawat Garuda Indonesia MD-11.
Seperti dilaporkan wartawan Kompas, Suryopratomo dan August Parengkuan, tak lama berselang Presiden Megawati kemudian didaulat menyumbangkan sebuah lagu. Lagu ”Bengawan Solo” yang dikenal di China pun kemudian didendangkannya. Seusai Megawati menyanyi, Jiang Zemin pun ganti mendendangkan sebuah lagu China dengan judul kurang lebih ”Bagaimana Saya Tak Kehilangan Dia”.
Baca juga : Kerja Sama China-RI di Era Pandemi
”Saya tidak pandai untuk bernyanyi. Tetapi malam ini saya persembahkan sebuah nyanyian untuk Yang Terhormat Presiden Jiang Zemin, sekaligus menjadi pertanda hubungan baik di antara kedua negara,” kata Megawati.
Kunjungan ke luar negeri pun dimanfaatkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mewujudkan tekad menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Hal ini, antara lain, ditempuh dengan memprioritaskan kunjungan kenegaraannya ke Australia, Selandia Baru, Timor Leste, dan Papua Niugini. Dalam kunjungannya, Presiden Yudhoyono juga menyewa pesawat Garuda yang berbadan lebar, yakni A330-300.
”Dengan diplomasi yang efektif dan terarah, akhirnya kita bisa mencapai sesuatu yang penting. Secara eksplisit, negara-negara besar di kawasan Pasifik Barat Daya itu mengakui penuh kedaulatan Indonesia beserta keutuhan wilayahnya,”kata Susilo Bambang Yudhoyono seperti tertulis di bukunya yang berjudul SBY Selalu Ada Pilihan, untuk Pencinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang.
Ketika pertemuan G-20 digelar di St Petersburg, Rusia, terjadi diskusi hangat dan dinamis menyangkut isu konflik Suriah. Suasana disebutkan menjadi tegang, relatif terbelah, dan nyaris saling berhadapan. Sebagian pemimpin G-20 berpendapat solusinya adalah aksi militer, sedangkan sebagian lainnya memilih penyelesaian secara politik.
”Dalam situasi yang sangat menegangkan itu, menjelang pukul 24.00, ketika mendapat kesempatan, saya menyampaikan pandangan saya, yang intinya adalah solusi jalan tengah atau middle way option. (Hal) Yang saya tawarkan bukan pilihan hitam putih apakah serang atau tidak serang. Tetapi, paket solusi yang komprehensif,” ujar SBY.
Dalam situasi yang sangat menegangkan itu, menjelang pukul 24.00, ketika mendapat kesempatan, saya menyampaikan pandangan saya, yang intinya adalah solusi jalan tengah. (Presiden SBY)
Demikian, di antaranya, dituliskan SBY terkait peran yang disumbangkan Indonesia dalam ikut memikirkan dan berkontribusi dalam mengakhiri tragedi kemanusiaan di Suriah saat itu.
Para Presiden Indonesia, dari masa ke masa, telah berkunjung ke luar negeri dengan beragam pernik kisah yang mengiringinya dengan pesawat yang digunakan. Tak terkecuali di hari-hari akhir Oktober-awal November 2021 ketika Presiden Jokowi terbang ke Italia, Inggris Raya, dan Persatuan Emirat Arab untuk mengikuti serangkaian KTT dan pertemuan. Perjalanan pertama keluar negeri di masa pandemi yang kiranya akan dikenang pula di kemudian hari. (WKM/INA/CAS)