Modal Indonesia menakhodai G-20 telah ada. Salah satunya, rekam jejak sebagai ”pembangun jembatan”. Ini modal berharga untuk mencapai sasaran di G-20.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sudah hampir dua bulan ini Indonesia menjalankan peran bergilir sebagai Ketua G-20. Pertemuan demi pertemuan, baik secara virtual maupun tatap muka, mulai digelar. Seluruh rangkaian pertemuan dan kerja diplomasi itu akan berpuncak pada saat konferensi tingkat tinggi (KTT) digelar, Oktober atau November mendatang. Pada saat itulah, presidensi Indonesia di G-20 tahun ini akan dinilai dunia: berhasil atau gagal.
Menarik menyimak pemaparan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (RI) periode 2009-2014 Marty Natalegawa, yang dikutip dalam laporan berseri tentang Presidensi G-20 RI di harian ini, Sabtu hingga Selasa (15-18/1/2022). Ia, misalnya, menyebut perbedaan peran keketuaan (chairmanship) dan kepemimpinan (leadership) dalam konteks G-20. Peran keketuaan lebih tertuju pada aspek prosedural, sebagai tuan rumah dan penyelenggara yang baik pertemuan demi pertemuan. Posisi kepemimpinan menuntut lebih dari itu.
Ada ekspektasi Indonesia menjalankan presidensi G-20 tak hanya sebagai ketua (chair), tetapi juga sebagai pemimpin (leader). Sebagai pemimpin, tentu ada peran dan tanggung jawab lebih yangharus dipikul Indonesia selama mengetuai G-20, yakni memengaruhi hingga menentukan kerangka kebijakan dunia ke depan. Mengutip penjelasan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto,yaitu ”menentukan arah dunia ke depan”.
Akan tetapi, cukupkah modal dan kapasitas Indonesia untuk mewujudkan harapan ambisius itu? Melihatrekam jejak dan kiprah diplomasinya, banyak pihak optimistis dengan kemampuan Indonesia. Salah satu modal paling menonjol adalah rekam jejak sebagai pembangun jembatan (bridge builder) atas perbedaankepentingan banyak negara. Rekam jejak ini bertebaran, mulai dari aras regional di ASEAN hingga internasional, seperti Gerakan Non-Blok, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), atau Konferensi Asia Afrika.
Pengakuan atas modal kapasitas Indonesia, yang di kancah diplomasi internasional kerap dikelompokkan sebagai negara kekuatan menengah (middle power), juga dilontarkan pihak luar. Dalam tajuk rencana laporan khusus 75 tahun PBB tahun 2020, majalah Economist menyebut Indonesia sebagai negara kekuatan menengah yang tengah naik daun dan harus tampil ke depan menyelamatkan tata dunia, bersama kekuatan menengah lain, seperti India, Jepang, dan Jerman.
Dengan modal dan kapasitas itu, wajar jika segudang harapan ditujukan pada presidensi G-20. Modal itu sangatlah relevan dengan situasi global saat ini. Dunia tengah dihadapkan pada pertarungan kekuatan utama, yang berkumpul di G-20. Kemampuan Indonesia memperjuangkan kepentingan nasional, sambil membingkai kepentingan banyak negara, untuk menemukan solusi bersama, menjadi tantangan tak mudah. Jangan lupa, ada pula harapan, Indonesia menjadi jembatan kepentingan negara-negara miskin dan berkembang, berhadapan dengan negara-negara maju.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, MUHAMMAD SAMSUL HADI
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.