China-Rusia Sehati Ganjal Usulan Sanksi Baru AS untuk Korut
Langkah Amerika mendorong Dewan Keamanan PBB untuk memberikan sanksi baru kepada lima warga Korut dijegal oleh China dan Rusia.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
NEW YORK, JUMAT – China dan Rusia sehati menjegal langkah Washington yang mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa supaya menjatuhkan sanksi kepada lima warga Korea Utara. Sanksi yang diinginkan Washington itu untuk menanggapi uji coba terbaru rudal balistik Pyongyang di saat sanksi Amerika Serikat sebelumnya masih berlaku.
Blokade pertama datang dari Beijing, lalu Moskwa mengambil keputusan serupa, Kamis (20/1/2022) waktu New York atau Jumat dinihari WIB. Langkah dua sekutu yang sering berseteru dengan AS itu dibuat beberapa hari menjelang pertemuan terbaru Dewan Keamanan PBB yang hendak membahas isu nuklir Korut. Pertemuan itu disebut digelar atas permintaan Washington.
Bersama dengan Beijing, Moskwa telah lama menentang peningkatan tekanan terhadap Korut. Keduanya meminta keringanan sanksi internasional karena alasan kemanusiaan.
Pekan lalu, setelah AS menerapkan sanksi terhadap lima warga Korut yang terkait dengan program rudal balistik Pyongyang, Washington melakukan kampanye di dalam Dewan Keamanan PBB. Washington mendesak dewan beranggotakan 15 negara itu untuk memperpanjang sanksi kepada lima orang yang sama.
Departemen Keuangan AS mengatakan, salah satu warga Korut, Choe Myong Hyon, yang berada di Rusia memberikan dukungan kepada Second Academy of Natural Sciences (SANS) Korut. Dia telah dikenai sanksi sebelumnya. Washington mendesak PBB agar sanksi kepada Choe diperpanjang setelah Korut menggelar uji coba keempat rudal balistik pada 17 Januari lalu.
Empat individu yang duduk di perwakilan SANS yang berbasis di China, yakni Sim Kwang Sok, Kim Song Hun, Kang Chol Hak, dan Pyon Kwang Chol juga dikenai sanksi yang sama. Menurut situs Dewan Keamanan PBB, https://www.un.org/securitycouncil/ SANS adalah organisasi penelitian dan pengembangan sistem senjata canggih Korut, termasuk rudal dan “mungkin senjata nuklir”.
SANS menggunakan sejumlah sayap organisasi untuk mendapatkan teknologi, peralatan, dan informasi dari luar negeri untuk digunakan dalam program rudal Korut dan mungkin juga program senjata nuklir. Lima individu yang telah disebutkan tersebut merupakan “kaki tangan” dan penyokong kepentingan SANS trerutama untuk pengembangan senjata Korut.
Washington menuduh kelima warga Korut memiliki hubungan nyata dengan program senjata negaranya. Pada Kamis, Utusan AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield memperingatkan bahwa kegagalan untuk menjatuhkan sanksi kepada mereka sama dengan "cek kosong" untuk Pyongyang.
"Kami menjatuhkan sanksi ini karena suatu alasan," katanya ketika ditanya tentang penjegalan oleh Beijing dan Moskwa atas usul perpanjangan sanksi oleh Washington. "Dan bagi negara anggota mana pun yang menentang pemberian sanksi, menurut saya, memberikan DPRK cek kosong," katanya, menggunakan akronim untuk nama resmi Korut.
Pertemuan Dewan Keamanan hari Kamis tentang Korea Utara, menurut Thomas-Greenfield dikhususkan untuk membahas "tanggapan terhadap uji coba terbaru. "Kita harus menanggapi mereka. Tindakan ini tidak dapat diterima," katanya kepada lembaga penelitian Carnegie Endowment for International Peace. Dalam bulan ini, sudah empat kali Korut menguji coba senjata-senjata barunya, yakni tanggal 5, 11, 14, dan 17 Januari.
Korut terus memperlihatkan perlawanannya terhadap sanksi-sanksi AS setelah diplomasi nuklir Pyongyang-Washington terhenti sejak 2019. Kegagalan itu disusul dengan pemberlakuan sanksi AS terhadap individu dan rezim Kim Jong Un. AS menjatuhkan sanksi baru kepada empat individu setelah Korut menembakan rudal hipersoniknya pada 5 dan 11 Januari lalu. Korut mengatakan, uji coba rudalnya untuk menegaskan bahwa dia memiliki "haknya yang sah" untuk membela diri.
Sanksi lain dijatuhkan pada Oktober 2021 oleh Departemen Keuangan AS kepada individu dan entitas bisnis di China, Myanmar, dan Korut karena membantu pemerintah mereka melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Blokade
Menurut aturan PBB saat ini, periode blokade (termasuk oleh China dan Rusia) berlangsung enam bulan. Setelah itu, anggota dewan lainnya bisa memperpanjangnya untuk tiga bulan dan satu hari, sebelum proposal dihapus secara permanen.
Misi diplomatik China untuk PBB tidak segera menanggapi permintaan komentar. Rusia juga menolak. "Kami membutuhkan lebih banyak waktu untuk mempelajari datanya," kata Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy.
Pekan lalu, negara-negara seperti AS, Albania, Perancis, Irlandia dan Inggris, bersama Jepang, telah bersama-sama meminta Pyongyang untuk menahan diri dari tindakan-tindakan yang berpotensi mengancam stabilitas Semenanjung Korea. Desakan itu muncul setelah Dewan Keamanan PBB gagal mencapai konsensus untuk mengeluarkan pernyataan bersama guna merespons dua pengujian rudal hipersonik Korut pada 5 Januari dan 11 Januari lalu.
Bahkan Korut menanggapi dengan pengujian rudal taktis dari gerbong kereta api pada 14 Januari. Uji coba terbaru dilakukan pada 17 Januari, rudal diarahkan ke Laut Jepang. Kamis kemarin, enam negara tadi bersama anggota baru DK PBB yakni Brasil dan Uni Emirat Arab mengeluarkan pernyataan bersama. Mereka mendesak sesama anggota untuk "bersatu untuk mengutuk Korut." (AFP/REUTERS)