Setelah dua tahun sepi karena pandemi Covid-19, masjid dan pasar di Asia Selatan kembali dipadati warga. Hidangan manis menu khas masing-masing negara untuk berbuka puasa ramai dijajakan di pasar.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Bukan hanya umat Islam di Indonesia saja yang memiliki tradisi atau kebiasaan berbuka dengan minuman dan camilan yang manis. Umat Islam di kawasan Asia Selatan pun mengudap camilan manis untuk berbuka. Setelah dua tahun sepi diterjang pandemi Covid-19, kini masjid-masjid dan pasar-pasar di hampir seluruh wilayah Asia Selatan kembali ramai dipadati umat Islam yang berbuka puasa. Aroma minuman dan makanan manis menyeruak di antara kerumunan orang.
Selama bulan suci Ramadhan, umat Islam berpuasa. Mereka tidak makan, minum, merokok, dan berhubungan intim sejak matahari terbit hingga terbenam. Ibadah puasa dipahami sebagai perjuangan spiritual untuk melawan godaan kesenangan duniawi. Dan ketika berbuka puasa, perjuangan berakhir sementara dan dirayakan dengan santapan meriah yang menyatukan keluarga, saudara, dan teman.
Sejumlah negara dengan penduduk Muslim yang besar atau bahkan mayoritas mempunyai tradisi menarik dalam menjalani bulan Ramadhan. Bangladesh, misalnya. Di negara dengan penduduk Muslim mencapai 96 persen itu, Pasar Chawkbazar menjadi salah satu potret semaraknya bulan Ramadhan selama berabad-abad lamanya.
Pasar Chawkbazar menjadi tempat bertemu masyarakat setiap malam selama bulan Ramadhan. Ratusan warung atau kedai makanan yang tidak permanen menjual aneka ragam makanan tradisional, seperti daging panggang. Tahun ini menandai kembali ”hidupnya” pasar itu setelah dua tahun pandemi Covid-19 memaksa orang tidak berkumpul atau berkerumun.
”Saya senang akhirnya melihat banyak orang berkumpul lagi di sini. Dua tahun kemarin rasanya sangat menyedihkan,” kata Ramzan Ali, penjual burung puyuh bakar yang sudah berjualan di pasar itu selama 40 tahun.
Di pasar itu dijual camilan tradisional gurih yang disebut pakora. Bentuknya mirip dengan bakwan goreng. Gorengan ini terbuat dari campuran adonan tepung, bawang, bayam, terong, sawi, dan keju. Pakora disajikan bersama dengan kuah kari, yoghurt, atau sambal pedas. Selain pakora ada juga sup miju-miju, hidangan wajib saat Ramadhan. Ini sup tertua yang dibuat dari kacang-kacangan dan kacang lentil sebagai bahan utamanya.
Selain hidangan tradisional yang umum seperti itu, ada juga makanan yang membuat dahi sedikit mengernyit bagi yang tak biasa. Seperti kebab yang berisi daging alat kelamin banteng dan otak kambing goreng. Menu khas ini populer sebagai teman makan daging panggang dan sayuran.
”Rasanya menyenangkan bisa datang ke sini lagi. Tanpa makanan buka puasa dari Pasar Chawkabazar, Ramadhan rasanya kurang lengkap,” kata salah seorang warga, Mohammad Ashrafuddin.
Umat Islam di Pakistan, tahun ini juga menikmati kesempatan untuk kembali berbuka puasa bersama-sama. Beberapa minggu lalu, pemerintah setempat mencabut kebijakan pembatasan terkait pandemi Covid-19. Masjid-masjid kembali diterangi lentera-lentera dan pasar-pasar di dekatnya pun ramai dengan banyak orang yang mampir untuk menikmati kue-kue manis yang digoreng serta membeli makanan untuk dibagikan ke orang-orang miskin.
Di India, orang kembali berduyun-duyun mendatangi kios-kios yang berjajar di jalanan dekat Masjid Jama New Delhi yang megah, salah satu rumah ibadah terbesar di India. Masyarakat menikmati kurma dan roti manis musiman yang dipanggang saat berbuka. Air kelapa dan buah ceri menemani camilan manis-manis di India.
Sementara di Afghanistan, suasana buka puasanya masih relatif lebih sepi. Namun, hidangan lokal untuk berbuka puasa tak kalah seru dibandingkan tiga negara di atas. Menu yang paling populer adalah kabuli pulao yang mirip dengan nasi biryani. Bedanya terletak pada bumbu dan rempah-rempahnya.
Nasi kabuli pulao aroma rempahnya lebih ringan dan terbuat dari air kaldu daging domba atau daging sapi. Beragam sayuran seperti kembang kol, wortel, kacang-kacangan, dan buah-buahan kering seperti kismis hitam membuat menu itu makin menggoda. Lebih enak lagi kalau ditambah dengan irisan daging sapi atau domba.
Ada juga acar dan jalebi yang bentuknya mirip pretzel, tetapi manis. Jalebi adalah gorengan berbahan baku tepung maida yang dicetak dengan bentuk melengkung atau simpul yang saling membelit. Sebelum digoreng, jalebi dicelupkan terlebih dahulu ke dalam sirup manis kapulaga.
Sayang, banyak warga Afghanistan tak bisa leluasa menikmati segala makanan lezat itu karena harus berhemat. Sebab, kekurangan pangan tengah melanda Afghanistan tahun ini. ”Untuk pertama kalinya harga makanan melonjak tinggi di bulan Ramadhan,” kata salah seorang warga, Kabul Shahbuddin.
Islam merupakan agama terbesar kedua di kawasan Asia Selatan setelah agama Hindu. Di kawasan ini saja, jumlah umat Islam sekitar sepertiga populasi Muslim dunia. Ramadhan merupakan bulan yang suci bagi umat Islam karena Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama bulan Ramadhan. (AFP/LUK)