Dari Maladewa, Presiden Sri Lanka Akan Lanjutkan Pelarian ke Singapura
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dilaporkan tinggal di resor eksklusif di Maladewa. Sumber di pemerintahan Sri Lanka menyebutkan, ia akan terbang ke Singapura. Di sana, ia akan mengirimkan surat pengunduran diri.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·6 menit baca
COLOMBO, KAMIS — Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa diperkirakan bakal melanjutkan pelariannya ke Singapura setelah kabur meninggalkan negaranya menuju Maladewa. Sumber di kantor Pemerintah Sri Lanka, yang dilansir kantor berita Reuters, menyebutkan bahwa Rajapaksa bisa saja mengirim surat pengunduran dirinya kepada Ketua Parlemen Sri Lanka setelah mendarat di Singapura.
Asisten Rajapaksa dan Pemerintah Singapura belum dapat diminta konfirmasinya terkait keterangan sumber di internal Pemerintah Sri Lanka yang tidak mau diungkap identitasnya itu. Krisis politik di Sri Lanka terjadi menyusul krisis ekonomi dan keuangan yang diperparah pandemi Covid-19. Rakyat telah berbulan-bulan berunjuk rasa.
Akhir pekan lalu, Rajapaksa berjanji mengundurkan diri pada Rabu untuk membuka jalan bagi ”transisi kekuasaan yang damai”. Namun, hingga pelarian menyusul pengepungan kediamannya oleh ribuan pengunjuk rasa, Rajapaksa tak juga mengumumkan pengunduran dirinya.
Setelah kabur ke Maladewa, Rajapaksa juga menghadapi penolakan para pengunjuk rasa di negara itu. Warga ekspatriat Sri Lanka mengibarkan bendera dan poster-poster yang mengecam keras Rajapaksa.
”Kawan di Maladewa yang terhormat, mohon yakinkan pemerintah Anda agar tidak melindungi pelaku kriminal,” demikian bunyi salah satu poster warna hitam dan putih yang dibawa para pekerja Sri Lanka di Maladewa.
Media setempat melansir video-video yang belum terverifikasi yang memperlihatkan warga melontarkan cemoohan saat Rajapaksa tiba di Bandar Udara Internasional Velana. Namun, menurut sejumlah saksi mata, saat warga Sri Lanka berunjuk rasa di area pantai buatan di Male, Rabu, polisi Operasi Khusus merampas poster dan membubarkan para pengunjuk rasa.
Beberapa laporan media setempat menyebutkan, Rajapaksa tinggal di sebuah resor eksklusif dan akan melanjutkan pelarian ke Singapura atau Uni Emirat Arab.
Sementara di Colombo, kantor Perdana Menteri Sri Lanka, Rabu (13/7/2022), mengumumkan keadaan darurat nasional dan jam malam di beberapa wilayah di Sri Lanka. Pengumuman itu disampaikan beberapa jam setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri ke negara tetangga, Maladewa.
Dengan kaburnya Presiden Rajapaksa, Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe secara otomatis menjadi penjabat presiden, sesuai amanat konstitusi. Namun, kantor PM juga diserbu massa pengunjuk rasa yang menuntut Wickremesinghe mundur pula.
Setelah sempat mengumumkan keadaan darurat nasional dan jam malam, kantor PM kemudian membatalkannya dan menyatakan akan mengumumkan lagi langkah-langkah guna menangani situasi. Massa di kantor PM sempat dihadang dengan tembakan gas air mata, sementara helikopter militer terbang di atas mereka. Meski demikian, para pengunjuk rasa mampu memasuki kantor PM.
”Pulang Ranil, pulang Gota,” teriak mereka. ”Apa pun yang terjadi, semua orang dalam kumpulan ini akan bertahan di sini sampai Ranil juga mundur,” kata Sanchuka Kavinda (25), mahasiswa yang ikut dalam kerumunan massa.
Sebagai presiden, Rajapaksa menikmati kekebalan dari penangkapan. Dia diyakini melarikan diri sebelum mengundurkan diri untuk menghindari kemungkinan penahanan. Dia, istri, dan dua pengawalnya terbang dengan pesawat militer Antonov-32 dari Bandara Internasional Colombo, Rabu dini hari.
Rombongan Rajapaksa, yang pernah dikenal sebagai ”The Terminator”, sempat terhambat lebih dari 24 jam karena pertikaian dengan petugas imigrasi Colombo. Dia dilaporkan ingin terbang ke Dubai dengan pesawat komersial, tetapi staf bandara tidak mau memberikan layanan VIP. Setibanya di Male, ibu kota Maladewa, rombongan Rajapaksa dibawa ke lokasi yang dirahasiakan.
Ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah menyerbu ke kantor Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, Rabu, 13 Juli di Colombo, ibu kota Sri Lanka.
Angkatan Udara Sri Lanka mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka memberikan sebuah pesawat dengan persetujuan Kementerian Pertahanan untuk Rajapaksa dan keluarganya pergi ke Maladewa. Dikatakan, semua hukum imigrasi dan bea cukai dipatuhi.
Keberadaan anggota keluarga lain dari klan Rajapaksa yang pernah bertugas di pemerintahan tidak diketahui pasti. ”Ini menunjukkan apa yang menimpa seorang pemimpin yang menggunakan kekuatannya secara ekstrem,” kata anggota parlemen Ranjith Madduma Bandara.
Beberapa jam setelah Rajapaksa pergi, ribuan demonstran mengerumuni kantor PM dan kediaman presiden untuk menuntut keduanya mundur. ”Pulang Ranil, pulang Gota,” teriak mereka.
Ketika berita tentang pelarian presiden menyebar, ribuan orang yang berkumpul di Colombo meneriakkan ”Gota pencuri, Gota pencuri”. Pelarian presiden mengakhiri kekuasaan klan Rajapaksa yang kuat, yang telah mendominasi politik di Sri Lanka dua dekade terakhir.
”Apa yang dilakukan Rajapaksa, yakni melarikan diri dari negara ini, adalah tindakan yang amat memalukan,” kata Bhasura Wickremesinghe, mahasiswa Teknik Elektro Maritim berusia 24 tahun.
Di tengah situasi seperti itu, PM Sri Lanka pun mengumumkan keadaan darurat nasional. ”PM sebagai penjabat presiden telah mengumumkan keadaan darurat (di seluruh negeri) dan memberlakukan jam malam di Provinsi Barat, meliputi ibu kota Colombo,” kata Sekretaris Media Wickremesinghe Dinouk Colombage.
Wickremesinghe telah menyatakan kesediaannya untuk mengundurkan diri jika konsensus nasional tercapai dalam membentuk pemerintahan persatuan. Kantor PM mengonfirmasi, Rajapaksa telah melarikan diri, tetapi tidak ada jadwal untuk pengumuman pengunduran dirinya.
Proses suksesi
Proses suksesi presiden bisa memakan waktu dalam tiga hari. Itu waktu paling cepat yang dibutuhkan parlemen dalam memilih seorang anggotanya menggantikan Rajapaksa hingga masa jabatannya berakhir pada November 2024. Konstitusi membatasi waktu paling lama 30 hari.
Pemimpin oposisi dari Partai Samagi Jana Balawegaya, Sajith Premadasa, yang kalah dari Rajapaksa dalam Pilpres 2019, mengatakan akan mencalonkan diri menjadi presiden. Dia adalah putra Presiden Ranasinghe Premadasa, yang tewas dalam serangan bom bunuh diri Macan Tamil pada Mei 1993.
Massa rakyat dan kubu oposisi menuding Rajapaksa telah salah mengelola ekonomi negara hingga negara kehabisan devisa dan uang tunai untuk membayar impor barang pokok. Krisis menyusahkan 22 juta penduduknya akibat kesulitan sembako, minyak, bahan bakar, listrik, dan kebutuhan lainnya. Sejumlah kantor dan sekolah ditutup demi penghematan.
Korupsi dan salah urus telah membuat negara kepulauan itu dibebani utang dan tidak mampu membayar impor kebutuhan pokok. Negara gagal mencicil utangnya yang terus menumpuk. Korupsi adalah penyakit utama di lingkungan keluarga Rajapaksa yang berkuasa.
Sri Lanka dilaporkan gagal membayar utang luar negeri 51 miliar dollar AS pada April lalu dan kini sedang dalam negosiasi dengan IMF untuk memperoleh dana talangan.
Evida Kartini, pemerhati India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan dalam studi perbandingan politik di Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia mengatakan, dinasti politik keluarga dalam sistem politik dan pemerintahan di Sri Lanka jelas membawa masalah bagi negara itu. Dinasti politik menjadi penghambat karena sirkulasi elite tidak berjalan.
”Dinasti politik (keluarga) tentu saja menjadi salah satu faktor penghambat. Sirkuasi elite yang baik setidaknya bisa mencegah korupsi karena kewenangan/otoritas tidak terperangkap pada satu orang/keluarga saja yang menyebabkan kesewenang-wenangan,” katanya.
Menurut Evida, Indonesia bisa dijadikan contoh yang baik dalam pengelolaan negara yang multikultural. Peningkatan kelas menengah di Indonesia cukup besar pasca-reformasi 1999, dengan model stratifikasi yang luwes dan mobilisasi vertikal yang nyaris tanpa hambatan kultural. (AFP/AP/REUTERS/SAM)