Rakyat Maladewa Tolak Keberadaan Presiden Sri Lanka
Presiden Rajapaksa dikabarkan tinggal di sebuah vila mewah di tepi pantai. Hal ini memancing kemarahan rakyat Maladewa dan warga Sri Lanka di Maladewa.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
MALE, KAMIS — Rakyat Maladewa bersama warga negara Sri Lanka yang berada negara itu berunjuk rasa di ibu kota Male, Kamis (14/7/2022). Mereka menolak Pemerintah Maladewa memberi suaka kepada Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa yang kabur dari negaranya di tengah tuntutan rakyat meminta pertanggungjawaban.
Surat kabar The Sun Maldives melaporkan, unjuk rasa dilakukan di pusat kota Male. Petugas keamanan tampak berjaga-jaga dan sejauh ini unjuk rasa berlangsung damai. Sebelumnya, pada Rabu (13/7/2022) larut malam Rajapaksa tiba di Male dengan menaiki pesawat militer AN32. Ia didampingi istrinya, Ioma, dan dua pengawal pribadi.
Rajapaksa semestinya mengumumkan pengunduran dirinya pada Rabu, seperti yang sudah disepakati dalam pertemuan darurat dengan para anggota parlemen Senin lalu. Namun, hingga Kamis, surat pengunduran diri itu belum juga diterima parlemen.
Setelah ia resmi mengundurkan diri, parlemen akan menunjuk presiden yang baru. Namun, Rajapaksa keburu kabur ke Maladewa. Menurut rencana, ia ingin melanjutkan perjalanan ke Singapura tetapi terhambat karena berbagai masalah teknis.
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Maladewa mengenai alasan mereka menerima Rajapaksa. Sejumlah partai oposisi pemerintah di parlemen mengeluarkan pernyataan keberatan. Salah satunya Aliansi Pembangunan Maladewa (MDA).
”Pemerintah Maladewa harus meminta maaf kepada rakyat Sri Lanka. Kita mencampuri urusan dalam negeri dan menodai demokrasi mereka. Dampak tindakan Pemerintah Maladewa akan menyakiti beberapa generasi Sri Lanka ke depan,” demikian pernyataan MDA yang dikutip oleh The Sun.
Publik Maladewa menduga penerimaan Rajapaksa di negara mereka karena kedekatan Ketua DPR Maladewa Mohammed Nasheed dengan Sri Lanka. Maladewa mengalami reformasi prodemokrasi pada awal tahun 2000-an. Nasheed ketika itu politikus muda yang melawan pemerintahan diktator.
Ia mengungsi ke Sri Lanka dan di sana ia membentuk Partai Demokrasi Maladewa yang hingga kini menguasai pemerintahan. Nasheed merupakan presiden Maladewa pertama yang dipilih dengan jalur demokrasi. Setelah masa jabatannya habis, ia menjadi ketua DPR.
Meskipun demikian, publik menilai tidak etis apabila Nasheed sebagai ketua DPR bertindak berdasarkan emosi dan utang budinya kepada Rajapaksa. Apalagi, memberi suaka bukan kewenangan seorang ketua DPR. Ada proses yang harus dilalui.
Kepada Al Jazeera, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa Ahmad Shaheed menjelaskan, tindakan Pemerintah Maladewa justru melukai demokrasi di Maladewa dan Sri Lanka. ”Rajapaksa terbukti menyalahgunakan kekuasaan sebagai presiden dan melakukan tindakan antidemokrasi. Jika Maladewa ingin membayar utang budi kepada Sri Lanka, lakukan demi alasan yang benar, yakni penegakan nilai demokrasi,” tutur mantan Menteri Luar Negeri Maladewa ini.
Sementara itu, di Sri Lanka, unjuk rasa masih terjadi. Kaburnya Rajapaksa membuat Ranil Wickremesinghe menjabat sebagai pelaksana tugas presiden sekaligus perdana menteri. Padahal, awal pekan ini, Wickremesinghe mengundurkan diri dari pemerintahan.
Kantor berita Asian News International mengatakan, Wickremesinghe memberlakukan jam malam sampai dengan Kamis guna meredam emosi massa. Kediaman pribadinya dibakar massa dan istana kepresidenan Sri Lanka dikuasai pengunjuk rasa.
Publik marah karena Wickremesinghe sekutu dari keluarga Rajapaksa. ”Pergi sana, Ranil!” ujar rakyat ketika berunjuk rasa. Mereka tidak mau menuruti perintah jam malam. Bahkan, petugas kepolisian dan militer pun membiarkan rakyat berdemonstrasi selama tidak melakukan kekerasan.
Wickremesinghe telah berbicara dengan Ketua DPR Sri Lanka Yapa Abeywardena agar parlemen segera menunjuk presiden dan perdana menteri. Pemerintahan baru ini akan menghadapi tantangan menakhodai negara yang bangkrut akibat salah kelola. Diperkirakan, hingga akhir tahun 2022, bahkan awal 2023, Sri Lanka akan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
”Saya sudah berbicara dengan Presiden Rajapaksa. Ia berjanji menyerahkan surat pengunduran diri per 20 Juli,” kata Abeywardena yang dikutip oleh surat kabar The Island.