Ekonomi Digital, Pintu Menuju Masa Depan
Ekonomi digital menggerakkan perekonomian China dengan mengandalkan kecerdasan buatan (AI). China mempercepat integrasi data besar, komputasi awan, dan AI dengan sektor energi, perawatan medis, transportasi, pendidikan.
”Transaksi pakai dompet daring saja. Cepat dan gampang. Orang jarang pakai tunai.””Beli lewat daring saja. Tak perlu ke mana-mana, pesanan sampai rumah.””Sebentar lagi, tak perlu capai menyetir mobil karena mobil sudah bisa jalan sendiri.””Kalau mau beli sayur atau telur, langsung dari petani di desa, bisa lewat aplikasi.”
Sejak tiba di Beijing, ibu kota China, Juni lalu, saran-saran seperti ini sering terdengar. Pesannya, segala urusan zaman sekarang lebih mudah selama ada telepon seluler dengan sinyal internet yang kuat. Semua serba daring. Jika ponsel tertinggal di rumah atau sinyal lenyap, alamat bisa ”lumpuh” dan seakan teralienasi dari seluruh dunia. Pernah suatu kali, sinyal ponsel mendadak lenyap di tengah jalan. Akibatnya, kami terpaksa jalan kaki pulang sekitar 5 kilometer karena tak bisa memakai sepeda berbagi yang hanya bisa diaktifkan dengan aplikasi Alipay di ponsel.
Gangguan kecil seperti itu saja sudah bisa bikin kesal. Belum lagi jika hendak bertransaksi dan sinyal lemah sehingga tak bisa membayar memakai Alipay. Terpaksa memakai uang tunai. Itu pun rasanya tak enak, seperti merepotkan, karena penjual kerap terlihat enggan menerima uang tunai dan susah payah mencari uang kembalian. Prosesnya menjadi lebih lama, tak secepat dengan ponsel yang tinggal pindai lalu beres. Di balik hidup serba daring ini, ada industri besar yang bermain teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Jika di Amerika Serikat ada Facebook, Amazon, Apple, Netflix, dan Google yang menjadi raksasa penguasa teknologi, di China ada Baidu, Alibaba, dan Tencent. Baidu adalah mesin pencari terbesar di China, sementara Alibaba adalah raja e-dagang serta Tencent adalah bos media sosial dan gim. Mereka sama-sama menguasai AI. Berkat teknologi seperti ini, ekonomi digital di kota Beijing naik 4,1 persen mencapai 838,13 miliar renminbi atau 124 miliar dollar AS pada semester I 2022. Perolehan ini menyumbang 43,3 persen dari produk domestik bruto kota Beijing.
Beijing menggenjot infrastruktur teknologi digital selama bertahun-tahun yang kemudian mengarah pada potensi besar dalam konsumsi digital. Pada akhir Maret, di Beijing terpasang 54.000 menara base transceiver station (BTS). Area perbelanjaan dan tempat wisata sudah tercakup jaringan internet supercepat. Harapannya, pada 2025, Beijing akan menggalang 500 miliar yuan atau 74 miliar dollar AS dari konsumsi informasi. Ini semua berkat ekonomi digital yang merujuk pada dunia transaksi dan layanan internet yang mencakup e-dagang, layanan daring, sistem pembayaran daring, gim, pendapatan iklan, dan signifikansi perusahaan media sosial besar.
Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) mencatat ekonomi digital China bernilai lebih dari 6,72 triliun dollar AS pada 2021. Terhitung mencapai 39,8 persen dari PDB, ekonomi digital China melesat dan ada di peringkat kedua dunia selama beberapa tahun. Pada akhir Mei, China meluncurkan 1,7 juta BTS 5G dengan jumlah pengguna gigabit sekitar 50 juta dan pengguna ponsel 5G sekitar 420 juta. Pada 2021, penjualan ritel daring barang fisik melonjak 12 persen mencapai 10 triliun yuan untuk pertama kalinya. Ada juga 151,23 miliar transaksi pembayaran mobile, naik 22,73 persen dari tahun sebelumnya.
China mempercepat integrasi data besar, komputasi awan, serta AI dengan sektor energi, perawatan medis, transportasi, pendidikan, dan pertanian. Pada 2021, output nilai tambah dari produsen informasi elektronik utama naik 15,7 persen. Ini rekor tertinggi dalam satu dekade. Sementara pendapatan perangkat lunak, layanan teknologi informasi, internet, dan layanan terkait juga mencatat pertumbuhan dua digit.
Dorong produktivitas
Lebih dari empat dekade lalu, setelah pemerintahan Mao Zedong, Deng Xiaoping mengidentifikasi teknologi sebagai salah satu dari ”Empat Modernisasi” yang perlu dilakukan China untuk mengatasi ketinggalan dengan Barat. Ekonomi digital diyakini menjadi masa depan ekonomi dunia.
Kepala Ekonom Kementerian Industri dan Teknologi Informasi China Xu Kemin ketika berbicara di Forum Pembangunan Anak Muda Dunia yang diadakan di Beijing, Sabtu (30/7/2022), menyatakan, ekonomi digital menjadi kekuatan utama untuk merestrukturisasi sumber daya faktor global, membentuk kembali struktur ekonomi global, dan mengubah pola persaingan global China. Laporan Pengembangan Ekonomi Digital China 2022 dari Akademi Teknologi Informasi dan Komunikasi China menunjukkan kegiatan ekonomi digital China mencapai 45,5 triliun yuan pada 2021 atau naik 16,2 persen.
Segala kemudahan teknologi informasi di perkotaan diupayakan sama hingga ke perdesaan karena di situ letak arti sosialisme dengan karakteristik China yang kerap diingatkan Presiden China Xi Jinping. Sosialisme di sini maksudnya kualitas fasilitas layanan di seluruh wilayah China harus sama. Masyarakat perdesaan didorong untuk ikut memanfaatkan kecanggihan teknologi demi meningkatkan taraf hidupnya. Seperti yang dilakukan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) melalui program Youth Co: LAB yang dilakukan selama empat tahun terakhir.
Mereka membantu anak-anak muda China melalui platform e-dagang untuk membantu petani menjual produk pertanian di internet. Bentuknya, promosi revitalisasi perdesaan di China. Contoh lain di Yongtai, Provinsi Fujian, pabrik bebek Guangyang Egg Industry Co Ltd yang menerapkan sistem manajemen cerdas untuk memberi makan bebek secara otomatis, membersihkan kotoran, dan mengumpulkan telur. Sistem ini memungkinkan peternak membiakkan sekitar 50.000 bebek dan meningkatkan efisiensi produksi ternak.
Di Ningde, Fujian, pembuat baterai litium-ion otomotif China, Contemporary Amperex Technology Co Ltd, juga sudah menerapkan ”otak cerdas” di pabriknya. Dengan dukungan teknologi 5G Huawei, otak cerdas ini mengumpulkan data konsumsi energi secara real-time untuk memberi solusi hemat energi dalam produksi. Mendorong produktivitas masyarakat hingga ke perdesaan juga dilakukan perusahaan teknologi, Kuaishou, yang mengembangkan platform berbagi konten sehingga membuat produksi, distribusi, dan konsumsi konten menjadi cepat dan mudah. Kuaishou yang lahir 10 tahun lalu termasuk pelopor dalam industri video pendek global.
”Kuaishou memberi orang kesempatan untuk didengar dan dilihat. Kami mengunggah jutaan video pendek kehidupan sehari-hari orang biasa,” kata Manager Public Affairs Kuaishou Haan Xing ketika ditemui di markas Kuaishou, Juni.
Ada video yang menunjukkan keterampilan bertahan hidup seseorang di pulau terpencil dengan membuat pasta gigi sendiri dari bahan-bahan yang ada di situ, seperti kaktus. Wakil Presiden Kuaishou Yu Jingzhong menjelaskan, 70 persen lalu lintas Kuaishou didedikasikan untuk ”orang biasa”. ”Hanya dalam sembilan bulan pertama tahun 2019, lebih dari 19 juta orang sudah mendapat penghasilan melalui Kuaishou dan banyak dari mereka tinggal di daerah miskin,” ujarnya.
Calvin Liu, Kuaishou Head of Compliance, Communication, and Partnership, menambahkan, seiring berkembangnya aplikasi Kuaishou, cara monetisasi konten pun berkembang. Sejumlah halaman pengguna berisi toko dalam aplikasi, tempat pengguna bisa membeli segala hal, mulai dari produk kecantikan hingga bahan masakan, dengan diskon Kuaishou.
Namun, mayoritas pendapatan perusahaan berasal dari streaminglangsung. Pemirsa bisa membeli hadiah virtual untuk streamer selama ”pertunjukan” mereka. Ini menghasilkan 62 persen dari total pendapatan dalam sembilan bulan pertama tahun 2020. ”Model bisnis ini berbeda dari Tiktok atau lainnya karena tidak bergantung pada iklan langsung, tetapi pada tip,” ujarnya.
Pengguna aktif Kuaishou rata-rata setiap hari bisa mencapai 345,5 juta dan mereka menghabiskan rata-rata waktu 128,1 menit di Kuaishou. Total pendapatan Kuaishou 3,16 miliar dollar AS dan pertumbuhan tahun ke tahunnya 23,8 persen. Transaksi e-dagang Kuaishou mencapai 33,44 miliar dollar AS dengan pertumbuhan tahun ke tahun 47,7 persen.
Kesuksesan yang sama juga diraih JD.com Inc atau Jingdong, perusahaan raksasa e-dagang China, yang menginvestasikan 80 miliar yuan untuk penelitian dan pengembangan teknologi selama lima tahun terakhir. Penelitiannya mencakup AI, virtual and augmented reality, otomatisasi, robotik, dan sistem kendaraan otonom.
Industri AI di China mencapai 303,1 miliar yuan pada 2020, naik 15 persen dari 2019. Robin Li, salah satu pendiri dan CEO raksasa teknologi China, Baidu, mengatakan, teknologi AI membentuk kembali industri untuk menjadi kekuatan transformatif yang merevolusi pembangunan manusia selama 40 tahun ke depan. Pada 2017, Baidu terpilih untuk memimpin pendirian laboratorium nasional AI China untuk pemelajaran mendalam. Tencent juga meluncurkan laboratorium AI dan menerapkan penelitian fundamental secara praktis dengan menerapkan AI ke bisnis utamanya, termasuk kedokteran, interaksi sosial, gim daring, dan komputasi awan.
Kebijakan nasional
Ekonomi digital bisa melesat karena menjadi strategi nasional China sejak 2012. Peta jalan dan insentif tersedia untuk membangun lebih banyak infrastruktur informasi digital, mengembangkan sistem nasional pusat data besar yang terintegrasi, dan menerapkan teknologi 5G dalam skala lebih besar. Namun, para ahli memperingatkan risiko di balik teknologi canggih dan aliran data tanpa henti yang luar biasa besar. Selalu ada risiko penyalahgunaan data, penambangan data, dan kesalahan dalam pemrosesan data. Untuk mencegah risiko ini, ada dua legislasi baru China yang mengatur soal keamanan data dan informasi pribadi yang sudah berlaku sejak tahun lalu.
Untuk mengendalikan anti-monopoli di era digital, China memprakarsai penyelidikan anti-trust dan anti-persaingan tidak adil serta pemeriksaan keamanan data pada perusahaan platform besar, dari internet dan raksasa teknologi hingga perusahaan e-dagang.
Yang Fang, peneliti di Institut Ekonomi Digital di Universitas Ekonomi dan Hukum Zhongnan di Wuhan, mengingatkan perlunya China mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri, seperti semikonduktor, perangkat lunak, dan komputasi awan, agar tak macet ekonomi digitalnya.
Administrasi Umum Kepabeanan China menyebutkan impor cip naik 15,4 persen pada 2021 dibanding tahun lalu. China berharap bisa mengurangi ketergantungan pada cip impor karena kapasitas teknologi domestik meningkat. ”Hanya dengan memanfaatkan kapasitas teknologi dalam negeri, China baru bisa benar-benar meningkat daya saingnya di dunia dan memastikan rantai industri aman,” kata Yang.