Paus menekankan, pemuka agama sendirilah yang harus memimpin promosi budaya damai. Munafik jadinya jika mengharapkan orang yang bukan penganut agama untuk mendukung perdamaian, sementara pemuka agama tidak melakukannya.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
NUR SULTAN, RABU — Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus mengingatkan, agama tidak boleh dipakai untuk membenarkan perang. Agama juga jangan sampai disandera oleh keinginan manusia yang haus kuasa.
Paus berbicara dalam Kongres Ke-7 Para Pemuka Agama Dunia dan Tradisional di Kazakhstan, Rabu (14/9/2022). Sedikitnya 80 pemimpin berbagai agama di dunia hadir dalam acara tersebut. Paus membuka pidatonya dengan menantang para delegasi untuk bersatu mengecam perang dan pembenaran agama atas perang itu.
Dia tidak menyebut Rusia atau Ukraina dalam pidatonya. Namun, Paus menekankan, pemuka agama sendirilah yang harus memimpin promosi budaya damai. Munafik jadinya jika mengharapkan orang yang bukan penganut agama untuk mendukung perdamaian, sementara pemuka agama tidak melakukannya.
”Semoga kita tidak pernah membenarkan kekerasan. Semoga kita tidak membiarkan urusan surgawi dieksploitasi oleh urusan duniawi. Yang sakral seharusnya tidak pernah dijadikan alat kekuasaan, begitu juga sebaliknya,” kata Paus.
”Mari kita berkomitmen pada diri sendiri dan menekankan perlunya menyelesaikan konflik bukan dengan alat kekuasaan, dengan senjata dan ancaman, melainkan dengan cara yang direstui surga dan kemanusiaan, yakni pertemuan, dialog, dan negosiasi yang sabar,” ujar Paus.
Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia Kirill semula dijadwalkan hadir dalam konferensi itu, tetapi batal. Sedianya Paus dan Kirill bisa bertemu lagi setelah pertama kali bersua pada 2016 di Kuba.
Kirill hanya menuliskan pesan yang dibacakan anggota delegasi. Dalam pesan itu, Kirill tidak merujuk pada perang, tetapi secara umum menyebut berbagai persoalan yang disebabkan upaya membangun dunia yang tidak dilandaskan pada nilai moral.
Sebelumnya, Kirill membenarkan invasi Rusia ke Ukraina dengan melansir latar belakang spiritual dan ideologis. Ia bahkan menyebut invasi itu sebagai perang ”metafisik” dengan Barat. Kirill menyebut ada kekuatan jahat yang hendak memecah belah umat di Rusia dan Ukraina.
Kirill juga memberkati para tentara Rusia yang pergi berperang. Tindakan itu menimbulkan kerenggangan hubungan dengan Vatikan. Gereja Ortodoks Ukraina yang merupakan cabang dari Gereja Ortodoks Rusia melepaskan diri.
”Jika Sang Pencipta, yang kita sembah, adalah pencipta kehidupan manusia, bagaimana bisa kita yang menyebut diri penganut agama mengizinkan penghancuran kehidupan itu? Sadari kesalahan masa lalu, mari kita bersatu untuk menjamin Yang Maha Kuasa tidak akan disandera oleh dahaga manusia akan kekuasaan,” kata Paus.
Pemuka agama lain yang hadir adalah Sheikh Ahmed al-Tayeb, Imam Besar Al-Azhar, yang berkedudukan di Kairo, Mesir. Tayeb menyambut hangat Paus yang tiba dengan kursi roda. Paus dan Tayeb menandatangani dokumen bersama yang mempromosikan persaudaraan umat manusia sebagai kekuatan bagi perdamaian pada 2019. Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev menyinggung dokumen tersebut dalam pidato pembukaan kongres. Dalam acara itu, Tayeb mendapatkan penghargaan khusus atas kiprahnya dalam dialog antar-agama.
Paus Fransiskus adalah paus kedua yang mengunjungi Kazakhstan setelah Paus Yohanes Paulus II pada September 2001. Ada sekitar 125.000 penganut Katolik di Kazakhstan. Pada Rabu sore waktu setempat, Paus dijadwalkan memimpin misa.
Pekan lalu, Paus mengatakan, dokter melarang dia bepergian ke Ukraina atau Rusia saat ini. Paus tengah dalam pemulihan setelah cedera lutut yang memaksa dia membatalkan banyak acara di Vatikan. (AP/AFP/REUTERS)