Raja Salman Ubah Formasi Kabinet, MBS Diangkat Jadi PM Arab Saudi
Pengangkatan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman sebagai Perdana Menteri Arab Saudi merupakan formalisasi atau regularisasi atas peran yang telah dijalaninya selama ini sebagai pemimpin ”de facto” di negara itu.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·5 menit baca
RIYADH, RABU — Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud mengangkat putranya, Pangeran Mohammed bin Salman, atau yang populer dengan panggilan inisial namanya, MBS, sebagai Perdana Menteri (PM) Arab Saudi. Dalam keputusan kerajaan yang diumumkan melalui kantor berita Arab Saudi, SPA, Selasa (27/9/2022), itu Raja Salman juga menetapkan putra keduanya, Pangeran Khalid yang sebelumnya menjabat wakil menteri pertahanan, sebagai menteri pertahanan.
Keputusan tersebut merupakan bagian dari perombakan yang dilakukan Raja Salman di jajaran kabinet. Putra Raja Salman lainnya, yakni Pangeran Abdulaziz bin Salman, tetap menjabat menteri energi. Pejabat lainnya, seperti Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud, Menteri Keuangan Mohammed al-Jadaan, dan Menteri Investasi Khalid al-Falih, juga tetap pada posisi masing-masing.
Jabatan baru bagi Pangeran Mohammed atau MBS itu merupakan promosi dari jabatan sebelumnya sebagai menteri pertahanan. Selama ini ia adalah pemimpin de facto Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar di dunia dan negara mitra utama Amerika Serikat di Timur Tengah.
Sebagai perdana menteri, ia melanjutkan tugas-tugas yang telah didelegasikan oleh Raja Salman padanya dan sudah dijalankan oleh MBS selama ini, yakni mewakili Kerajaan Arab Saudi dalam kunjungan-kunjungan ke luar negeri dan memimpin pertemuan-pertemuan tingkat tinggi yang digelar Arab Saudi. ”Yang Mulia Putra Mahkota, sesuai perintah Raja, telah memberi pengarahan pada lembaga-lembaga eksekutif utama negara setiap hari, dan perannya sebagai perdana menteri sejalan dalam konteks tersebut,” ujar salah satu pejabat yang tak mau diungkap namanya.
Sebelumnya, jabatan PM secara tradisi dipegang oleh raja. Beberapa analis menyebut, penetapan jabatan PM bagi Pangeran Mohammed praktis memformalkan kekuasaan yang beberapa tahun terakhir ini dijalankannya sebagai pemimpin de facto kerajaan. Pangeran Mohammed—bulan lalu berusia 37 tahun—sejak 2017 menjadi sosok pertama sebagai ahli waris takhta kerajaan untuk menggantikan ayahnya sebagai Raja Arab Saudi.
Selama beberapa tahun terakhir ini, Riyadh berupaya menepis spekulasi yang berulang kali muncul terkait kesehatan Raja Salman. Raja berusia 86 tahun ini memerintah Arab Saudi sejak 2015. Pada 2017, Kerajaan Arab Saudi membantah laporan dan spekulasi yang menyebutkan rencana Raja Salman untuk mengundurkan diri guna memberi jalan pada Pangeran Mohammed secara resmi menjadi raja.
Tahun ini Raja Salman dirawat di rumah sakit. Belum lama ini, pada bulan Mei lalu, menurut media pemerintah, ia dirawat sepekan di rumah sakit untuk menjalani tes kesehatan, termasuk kolonoskopi.
Konsolidasi kekuasaan
Sebelum diberi jabatan PM, Pangeran Mohammed menjadi menteri pertahanan sejak 2015. Sejak itu pula ia mengkonsolidasikan kekuasaan dirinya. Sebagai menhan, ia memerintahkan serangan militer Arab Saudi ke Yaman. Koalisi pasukan Arab pimpinan Arab Saudi berupaya menaklukkan pasukan pemberontak Houthi dukungan Iran. Sejauh ini, upaya itu gagal.
Pangeran Mohammed juga meluncurkan agenda reformasi, yang dikenal melalui Visi Arab Saudi 2030. Visi ini digulirkan untuk melepaskan ketergantungan Arab Saudi dari pemasukan dari minyak dan berupaya memperoleh sumber-sumber pendapatan baru.
Berkat visi tersebut, sejumlah perubahan sosial melanda negara itu, seperti diperbolehkannya perempuan menyetir kendaraan dan bekerja, pembukaan gedung-gedung bioskop, membuka kunjungan turis asing, menggelar ajang musik dan olahraga yang bisa ditonton semua kalangan, termasuk perempuan.
Namun, dalam upaya mengonsolidasikan kekuasaannya, Pangeran Mohammed juga memenjarakan para pengkritik. Pada tahun 2017, dalam tindakan yang disebutnya untuk memberantas korupsi, ia menahan dan mengancam sekitar 200 pangeran dan pengusaha di Hotel Ritz-Carlton, Riyadh.
Ia juga dikaitkan dengan kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi, di konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, tahun 2018. Tahun lalu, Presiden AS Joe Biden mendesklasifikasi laporan intelijen AS yang menyebutkan Pangeran Mohammed menyetujui operasi terhadap Khashoggi. Riyadh membantah laporan tersebut.
Akibat kasus Khashoggi, popularitas Pangeran Mohammed di tingkat global meredup. Situasi berubah saat dunia mengalami lonjakan harga energi menyusul invasi Rusia ke Ukraina, Februari 2022. Arab Saudi, sebagai salah satu penghasil terbesar minyak, menjadi harapan banyak negara di Eropa agar menggenjot produksi minyaknya agar harga minyak dunia turun.
Sejumlah pemimpin Barat, seperti Biden dan PM Inggris saat itu Boris Johnson, pun mengunjungi Pangeran Mohammed. Belum lama ini Kanselir Jerman Olaf Scholz juga berkunjung ke Arab Saudi dan menemuinya dalam upaya mengatasi kebutuhan energi di negaranya.
Langkah tak lazim
Di Kerajaan Arab Saudi, mengangkat putra mahkota sebagai perdana menteri sebagai hal yang tidak lazim, tetapi pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 1950-an, Putra Mahkota Pangeran Faisal al-Saud menjadi perdana menteri dan menjalankan kontrol atas operasi-operasi pemerintahan. Hal ini berakibat pada kemelut pertarungan kekuasaan yang berujung mundurnya raja Arab Saudi kala itu.
Menurut Ali Shihabi, analis Arab Saudi yang dekat dengan pemerintah kerajaan, skenario kali ini tidak sama dengan kasus tahun 1950-an. Kali ini pengangkatan Pangeran Mohammed sebagai perdana menteri merupakan ”formalisasi situasi de facto”. ”Ini sebenarnya terlambat mengingat ia (Pangeran Mohammed) dalam beberapa tahun ini telah menjalankan peran CEO-nya Raja,” ujar Shihabi.
Umar Karim, pakar politik Arab Saudi dari Universitas Birmingham, mengatakan bahwa Pangeran Mohammed ”telah melewati fase pertarungan kekuasaan dan telah memenanginya, jadi apa yang terjadi saat ini adalah lebih merupakan regularisasi otoritasnya”.
Penunjukannya sebagai PM juga dipandang menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar protokoler kenegaraan. Ini lantaran Pangeran Mohammed selama beberapa tahun terakhir hampir selalu menjadi pihak penerima tamu-tamu kenegaraan, sementara jabatan resminya adalah menteri pertahanan.
Keputusan raja menyebutkan, Raja Salman masih akan memimpin sidang-sidang kabinet yang dihadirinya. Setelah keputusan terbaru ini diumumkan, televisi pemerintah menayangkan siaran bahwa Raja Salman memimpin sidang kabinet mingguan. (AP/AFP/REUTERS)