Meski sejatinya sudah usang, setelah Pakta Warsawa dan Uni Soviet bubar, NATO mencari dalih untuk tetap hidup, menjaga kelangsungan keberadaannya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
WASHINGTON, MINGGU — Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin mencaplok empat wilayah Ukraina, yaitu Kherson, Zaporizhzhia, Donetsk dan Luhans, dibalas dengan peresmian pendaftaran Ukraina menjadi anggota NATO. Ditambah keputusan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menutup pintu dialog, perang di Eropa Timur serta destabilisasi keamanan dan politik global tampaknya akan semakin panjang.
”Langkah terbaru Putin menunjukkan bahwa Rusia bersiap untuk perang gesekan yang panjang,” kata Mark Leonard, Direktur Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, dikutip dari laman ECFR.
Keputusan untuk menganeksasi empat wilayah itu ditentang banyak pihak. Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengingatkan, militer AS akan mempertahankan setiap jengkal wilayah teritorial NATO meski sejauh ini belum ada kesepakatan soal keanggotaan Ukraina di NATO.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stolbenberg menegaskan, NATO dan sekutu-sekutunya tidak akan mengakui aneksasi itu. Dalam pandangan NATO, seluruh wilayah yang diklaim oleh Kremlin sebagai wilayah Rusia masih menjadi wilayah teritorial Ukraina.
Stoltenberg menyatakan, meski NATO bukan pihak yang berkonflik langsung dengan Rusia, organisasi kerja sama keamanan ini 100 persen berada di belakang Pemerintah Ukraina. ”NATO memberikan dukungan yang tidak tergoyahkan untuk kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial, serta akan terus mendukung Ukraina dalam mempertahankan diri melawan Rusia,” katanya.
NATO, khususnya AS dan sejumlah negara anggota Uni Eropa, terus-menerus mengirimkan bantuan perlengkapan tempur dan persenjataan pada Ukraina agar bisa bertahan dan menggempur balik atau mengusir militer Rusia dari wilayahnya.
Dalam pandangan Leonard, untuk terus mendukung Ukraina, tidak mudah dan tidak murah. Menurut penghitungan ECFR, agar militer Ukraina bisa bertahan hingga beberapa bulan ke depan, perlu pasokan peralatan militer dan dukungan ekonomi setidaknya 700 miliar euro. ”Itu lebih besar dari rencana anggaran untuk pemulihan pandemi Uni Eropa,” katanya.
Memberikan dukungan bagi Ukraina secara besar-besaran, dalam pandangan dia, juga tidak akan mudah karena pada saat yang sama, negara-negara Eropa tengah berjuang untuk pulih dari kehancuran ekonomi akibat pandemi Covid-19. Tagihan energi dan biaya hidup yang meningkat di hampir semua negara di Eropa memberikan pintu bagi popularitas politisi sayap kanan yang berseberangan dengan sebagian pemerintahan di Eropa. Italia dan Bulgaria, katanya, telah merasakan gelombang kemenangan para pemimpin sayap kanan.
Para pemimpin Eropa perlu mempersiapkan rakyat mereka untuk perang yang panjang sambil terus mencari solusi situasi ekonomi saat ini. ”Ketika menunjukkan komitmen jangka panjang untuk perjuangan Ukraina, mereka harus menyusun dukungan yang akan menjaga pintu tetap terbuka untuk penyelesaian akhirnya,” kata Leonard.
Clifford A Kiracofe, mantan staf pada Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS, mengatakan, perang di Ukraina menjadi babak baru NATO sebagai sebuah mesin perang yang ikut mendestabilisasi sistem internasional. Meski sejatinya sudah usang, setelah Pakta Warsawa dan Uni Soviet bubar, NATO mencari dalih untuk tetap hidup, menjaga kelangsungan keberadaannya.
”Intervensi Rusia (ke Ukraina) memberikan dasar untuk memperkuat kontrol AS atas Eropa, memperkuat mesin perang NATO dalam menghadapi agresi Rusia, sekaligus memberi Washington lebih banyak pengaruh atas nasib Eropa,” katanya, dikutip dari laman China Focus.
Harapan damai
Meski Zelenskyy menyebut pintu dialog dengan Rusia telah tertutup, banyak pihak tetap berharap agar diplomasi dan dialog terus dilakukan supaya perang dan ketidakstabilan global bisa diakhiri.
Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataan di Twitter menyebut, tindakan Rusia melakukan referendum di wilayah Ukraina melanggar prinsip Piagam PBB dan hukum internasional. Dalam pandangan Kemenlu RI, referendum yang dilakukan oleh Rusia akan semakin menyulitkan penyelesaian konflik melalui perundingan dan perang akan berkepanjangan. Hal ini akan menimbulkan kerugian yang luas.
Permintaan terbuka untuk segera menghentikan perang disampaikan pemimpin umat Katolik Roma, Paus Fransiskus, Minggu. Dia mengimbau Putin menghentikan perang yang telah menimbulkan kematian dan kerugian bagi kedua belah pihak. Dia juga mendesak agar Putin dan militer Rusia mengesampingkan pemikiran untuk menggunakan hulu ledak nuklir.
Pesan lain Paus pada Presiden Zelenskyy adalah agar Pemerintah Ukraina bersikap terbuka terhadap proposal perdamaian. Paus juga mendesak masyarakat internasional menggunakan semua instrumen diplomatik untuk mengakhiri perang, yang disebutnya sebagai tragedi besar kemanusiaan.
”Luka kemanusiaan yang mengerikan dan tak terbayangkan ini bukannya menyusut, melainkan terus berdarah lebih banyak, dan akan menyebar. Umat manusia kembali menemukan dirinya di hadapan ancaman perang nuklir sungguh tidak masuk akal. Apa lagi yang harus terjadi, berapa banyak lagi darah yang harus mengalir sebelum perang berakhir?” kata Paus .
Dia juga mengungkapkan kesedihan bahwa dunia belajar dan mengenali tentang Ukraina melalui nama-nama kota yang sekarang dikaitkan dengan kematian warga sipil, termasuk Bucha dan Mariupol. (AP/AFP/REUTERS)