Iran berniat meningkatkan bauran energinya, terutama dari nuklir, menjadi 10.000 MW, dengan membangun dua reaktor nuklir baru. Pada saat yang sama, Iran juga berhadapan dengan IAEA yang menyoal pengayaan uraniumnya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
TEHERAN, SENIN — Pemerintah Iran menargetkan bisa meningkatkan bauran energinya dari nuklir sebesar 10.000 megawatt dalam beberapa tahun ke depan . Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bushehr akan menjadi pembangkit listrik utama untuk memasok kebutuhan energi negara ini, khususnya dari nuklir.
Juru bicara Pemerintah Iran, Ali Bahadori Jahromi, Minggu (16/10/2022), dikutip dari kantor berita Iran, IRNA, menyebut, kebutuhan energi yang bersumber dari nuklir semakin tinggi karena lebih dari 200 pusat medis di seantero negeri menggunakan 50 radiofarmasi. Tidak hanya itu, menurut Jahromi, Iran juga tengah mencoba mentransformasi diri menjadi produsen reaktor nuklir untuk penelitian. ”Iran telah memprioritaskan peningkatan kapasitas PLTN Bushehr. Presiden (Ebrahim Raisi) menginstruksikan agar PLTN ini ditingkatkan kapasitasnya menjadi 1.000 megawatt,” kata Jahromi.
Sejak pertengahan tahun 2022, pemerintahan Raisi telah mencanangkan peningkatan kapasitas produksi energi di Bushehr dengan mengembangkan dua pembangkit. Setiap pembangkit diharapkan mampu menghasilkan energi 1.057 megawatt pada saat beroperasi tahun 2025 (Bushehr 2) dan 2027 (Bushehr 3).
Dikutip dari kantor berita Tasnim, Raisi, saat berkunjung ke proyek PLTN Bushehr, mengatakan, negaranya ingin membuktikan pengembangkan energi nuklir untuk tujuan damai. Meski ada tekanan, Raisi menyatakan, Iran tidak akan mundur dan mengubah kebijakannya.
Pengembangan dua pembangkit di Bushehr adalah bagian target Iran untuk mencapai kemandirian energi, terutama untuk produksi listrik, menjadi 10.000 megawatt. Kepala Badan Energi Atom Iran Mohammad Eslami mengatakan, walau berharap ada dukungan internasional untuk mempercepat target tersebut, ia menyadari hal itu tidak akan mudah. ”Kurangnya kerja sama dari asing tidak akan menjadi perhatian Iran. Target itu bisa dicapai dengan swasembada nasional dan teknologi dalam negeri,” katanya, dikutip dari kantor berita Tasnim.
Untuk membangun reaktor nuklir, Iran memperoleh dukungan dari mitranya, Rusia. Atomstroyeport (ASE), anak usaha BUMN Rusia, menjadi pelaksana proyek pengembangan dua reaktor baru Bushehr 2 dan Bushehr 3.
Perundingan nuklir
Bersamaan dengan niat Pemerintah Iran untuk meningkatkan kemampuan reaktor nuklirnya, pekan lalu, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengeluarkan laporan yang mengindikasikan perluasan kemampuan pengayaan uranium di Natanz dan Fordow.
Dalam laporan yang sempat dilihat oleh Reuters disebutkan, di pabrik pengayaan bahan bakar bawah tanah di Natanz, tim pengawas melihat Iran telah menyelesaikan pemasangan tujuh kaskade sentrifugal yang nantinya akan berfungsi untuk memperkaya uranium. ”Ketujuh kaskade itu, satu dari sentrifugal IR-4 dan enam mesin IR-2m, telah terpasang sepenuhnya tetapi belum memperkaya uranium,” sebut laporan yang terbit pada Senin (10/10/2022).
Di dalam laporan tersebut, IAEA kembali meminta penjelasan soal temuan partikel uranium Marivan, Varamin, dan Turquzabad. Ketiganya belum dilaporkan sebagai tempat kegiatan nuklir Iran meski sudah ditanyakan IAEA sejak Juni lalu. Akan tetapi, sampai sekarang, menurut IAEA, mereka tidak mendapatkan penjelasan apa pun tentang temuan itu.
Ketiadaan penjelasan soal jejak uranium berlanjut dengan teguran Dewan Keamanan PBB dan resolusi yang diduga diusung Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Perancis berujung pada dimatikannya 27 kamera pengawas program nuklir oleh Iran. Situasi itu membuat kelanjutan perundingan nuklir Iran terkatung-katung.
Akan tetapi, pembebasan warga negara AS, Baquer Namazi, diharapkan bisa membuka jalan agar para pihak kembali ke meja perundingan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanani mengatakan peluang untuk berunding belum tertutup.
”Upaya sedang dilakukan dengan koordinator Eropa dan mediator lainnya, termasuk kementerian luar negeri negara tetangga, untuk bertukar pesan guna mencapai kesepakatan,” tambahnya. Dia menambahkan, Iran dan AS telah saling bertukar pesan melalui mediator Uni Eropa, Enrique Mora, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya.
Meski tidak secara langsung menyatakan bahwa Iran ”membuka” diri untuk kembali berunding, pembebasan Namazi dan putranya, Siamak, dianggap sebagai pembuka jalan. Setelah itu Teheran juga menanti pencairan dana sebesar 7 miliar dollar AS yang tersimpan di sejumlah bank asing di luar Iran. Akan tetapi, Washington menyatakan hal itu bukan bagian dari upaya untuk membuka jalan kembali ke perundingan.
”Jika pihak lain, khususnya Pemerintah AS, menunjukkan kemauan politik, kemungkinan kesepakatan akan tercapai dalam waktu singkat,” kata Kanani. (AFP/Reuters)