Kontestasi Dua Pemimpin Kudeta akan Tentukan Relasi Fiji-China
Frank Bainimarama dan Sitiveni Rabuka, keduanya pernah memimpin kudeta di Fiji, kini bersaing untuk memimpin negara kepulauan di Pasifik selatan empat tahun ke depan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
Suva, Rabu — Frank Bainimarama, perdana menteri petahana, bersaing dengan Sitiveni Rabuka, mantan PM Fiji periode 1992-1999, untuk memimpin negara kepulauan di wilayah Pasifik selatan ini masa jabatan ketiga kalinya. Kebijakan luar negeri Bainimarama lebih condong ke Beijing. Sementara Rabuka dalam kampanyenya telah menyatakan tidak akan menjalankan perjanjian keamanan Fiji-China.
Seusai menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara di Suva, ibu kota Fiji, Rabu (14/12/2022), Bainimarama dan Rabuka menyatakan mereka siap mengakui kekalahan jika memang rakyat tidak memberikan mandatnya kepada mereka.
”Tentu saja saya akan menerima apa pun hasilnya,” kata Bainimarama ketika ditanya para wartawan. Akan tetapi, dia balik bertanya kepada para wartawan apakah tidak ada pertanyaan lain yang lebih penting dibandingkan dengan pertanyaan tersebut.
Sementara Rabuka menjawab dengan lebih diplomatis. Dia menyatakan akan dengan mudah mengakui jika dirinya kalah dalam pemilihan. Akan tetapi, menurut Rabuka, pesaingnya, Bainimarama tidak akan melakukan hal itu.
”Saya pikir dia tidak akan melakukannya. Kita tidak bisa hidup selamanya, kita tidak bisa memerintah selamanya. Jadi, suksesi dari partai oposisi harus diterima,” kata Rabuka.
”Saya menerima kekalahan saya pada 1999, mengucapkan selamat kepada (pemimpin Partai Buruh) Mahendra Chaudhry. Dan saya berharap (Bainimarama) dapat melakukannya,” ujarnya.
Pemilu kali ini adalah pemilihan demokratis ketiga kali di Fiji sejak Bainimarama merebut kekuasaan dari pemerintahan sebelumnya melalui kudeta pada 2006. Bainimarama yang memimpin Partai FijiFirst memenangi dua pemilu, yaitu 2014 dan 2018.
Sementara Rabuka, mantan pemain rugbi dan juga pernah aktif di militer Fiji, seperti halnya Bainimarama, adalah pelaku kudeta militer. Rabuka, saat masih berpangkat kolonel, memimpin dua kali kudeta pada 1987, meruntuhkan pemerintahan yang diisi oleh mayoritas etnis India. Melalui kudeta itu, dia mendorong etnis Fiji untuk mengambil alih pemerintahan.
Dia sendiri baru menjabat sebagai perdana menteri selama dua periode dalam rentang 1992-1999 setelah konstitusi baru memberikan jaminan kepastian politik pada etnis asli Fiji untuk berkuasa di pemerintahan.
Blake Johnson, analis Institut Kebijakan Strategis Australia, mengatakan, jika rakyat Fiji memutuskan untuk melakukan perubahan, hal ini akan menjadi tantangan bagi negara itu untuk melakukan transisi kekuasaan secara damai. Akan tetapi, dalam pandangannya, setiap gugatan hasil pemilu kemungkinan besar diselesaikan melalui pengadilan yang konstitusional ketimbang kudeta.
Peran militer dinilai menjadi kunci dalam pemilihan itu. Meski begitu, Mayor Jenderal Jone Kalouniwai, pemimpin militer Fiji menyatakan, mereka akan menghormati proses demokrasi dan apa pun hasil yang dipilih oleh rakyat.
Menjelang hari pemilihan, pengamat pemilu multinasional, pengawas independen yang beranggotakan 97 orang, menyatakan tak ada penyimpangan dalam proses pendaftaran pemilih dan prapemungutan suara.
Tercatat sekitar 900.000 warga Fiji yang memiliki hak suara telah memberikan suaranya.
Pemilu kali ini, selain akan memilih perdana menteri, juga memilih sekitar 55 orang yang akan duduk di kursi parlemen. Tercatat sekitar 900.000 warga Fiji yang memiliki hak suara telah memberikan suaranya. Pemenang baru akan terlihat dua hari ke depan.
Guna menghindari terjadinya kampanye hitam pada saat masa tenang, komisi pemilihan dan pemerintah membersihkan berbagai iklan kampanye dan papan reklame politik dari tempat-tempat keramaian. Lembaga penyiaran publik dan media pun dilarang menulis berita yang terkait dengan kampanye, debat, pendapat dan bahkan masalah pemilu. Pelanggaran aturan ini diancam hukuman lima tahun penjara.
"Organisasi media dilarang untuk menerbitkan, mencetak, atau menyiarkan iklan kampanye, debat, pendapat, atau wawancara tentang masalah pemilu apa pun," kata Pengawas Pemilu Mohammed Saneem kepada wartawan menjelang pemungutan suara.
Fiji tumbuh lebih dekat ke Beijing di bawah Bainimarama. Ia menggunakan kebijakan "melihat ke utara" untuk menstabilkan ekonomi pasca dijatuhkannya sanksi perdagangan oleh Australia dan Selandia Baru pada 2006.
Sementara, Rabuka mengisyaratkan Fiji dapat menjauh dari China di bawah kepemimpinannya. Dia menyatakan, sudah waktunya bagi Fiji untuk mengevaluasi kembali hubungan dengan China. Dia juga secara tegas akan mengesampingkan pakta pertahanan yang telah dibuat China-Fiji.
Wilayah Pasifik selatan kini tengah menjadi arena perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan sekutunya dengan China. Pertengahan Mei lalu, Menteri Luar Negeri Wang Yi melakukan kunjungan dan pembicaraan dengan sejumlah menteri luar negeri negara-negara Kepulauan Pasifik. Beijing menawarkan berbagai kerja sama, mulai dari pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, hingga pertahanan dan keamanan. (Kompas.id, 27 Mei 2022)
Sementara AS dan sekutunya, termasuk Australia, Jepang, Inggris, dan Selandia Baru meluncurkan kelompok informal untuk meningkatn hubungan ekonomi dan diplomatik dengan negara Kepulauan Pasifi, yang disebut Mitra di Pasifik Biru. (Kompas.id, 29 September 2022)
Pemerintahan petahana, dalam berbagai kampanyenya berulang kali menyatakan bahwa prestasi mereka selama memimpin Fiji adalah keberhasilannya menumbuhkan ekonomi Fiji dan menarik investor untuk mau berusaha di negara itu. Akan tetapi, Perekonomian Fiji yang mengandalkan sektor pariwisata, sangat terpukul ketika Covid-19 melanda negara itu.
Kini, seperti halnya negara-negara lain di dunia, Fiji juga harus berhadapan dengan angka inflasi yang tinggi dan mengakibatkan harga kebutuhan pokok naik beberapa kali lipat. Kondisi ini berdampak besar pada anggaran keluarga dan bisnis lokal.
Seorang pemilih, Devina Deepika, mengatakan, meski mengakui hasil kerja pemerintahan Bainimarama dan partainya, Fiji First, dia ingin melihat apa yang bisa dilakukan oleh oposisi saat berada di pemerintahan.
Siapapun yang dipilih dan dipercaya rakyatnya, Indonesia siap bekerja sama untuk kebaikan bersama.
Akan tetapi, tidak semua sepakat dengan perubahan. Diana Kudrunavanua, dikutip dari laman kantor berita ABC Australia mengatakan, dia memilih Fiji First karena akan menilai partai itu akan melakukan hal-hal yang dibutuhkan masyarakat. Masalah kesejahteraan dan pendidikan yang terjamin adalah alasan Kudrunavanua tetap menginginkan Bainimarama kembali memimpin Fiji.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah, saat dimintai tanggapannya soal pelaksanaan pemilu di Fiji, mengatakan, Kementerian Luar Negeri RI tidak bisa berkomentar mengenai proses politik yang tengah berjalan di Fiji. "Siapapun yang dipilih dan dipercaya rakyatnya, Indonesia siap bekerja sama untuk kebaikan bersama," kata Faizasyah. (AFP)