Pasca-eksodus Terbesar dari Kuba dalam Sejarah, AS Kewalahan Tangani Migran
Kuba mengalami eksodus ketiga penduduknya dalam 42 tahun terakhir. Kali ini adalah jumlah yang terbesar.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
KEY WEST, SELASA — Rombongan migran dari Kuba yang mendarat di Amerika Serikat terus bertambah. Pada Senin (2/1/2023), pemerintah Negara Bagian Florida, AS, terpaksa menutup Taman Nasional Dry Tortugas karena kedatangan 300 migran yang sudah berhari-hari terkatung-katung di laut.
Pada tahun 2022, Kuba mengalami eksodus terbesar dalam sejarah mereka. Diperkirakan, jumlah eksodus akan meningkat pada tahun ini mengingat belum ada tanda-tanda krisis ekonomi di Kuba akan membaik.
”Taman Nasional Dry Tortugas ditutup hingga waktu yang belum ditentukan karena para petugas medis, petugas imigrasi, dan polisi air harus memastikan penanganan para migran yang baru mendarat,” demikian bunyi keterangan resmi dari Kantor Gubernur Florida.
Dry Tortugas berada 110 kilometer dari Key West, kota paling selatan di Florida. Letaknya persis di antara Florida dan Kuba, dengan jarak ke Havana hanya sekitar 100 kilometer ke selatan.
Para migran dari Kuba meninggalkan negara mereka melalui dua cara. Ada yang mendatangi negara-negara Amerika Latin, seperti Kosta Rika atau Meksiko, kemudian berlanjut melalui jalur udara atau darat ke AS. Ada pula yang mengambil risiko menaiki kapal-kapal kayu menuju Florida.
“Situasi membuat kami kewalahan. Tenaga dari petugas lokal tidak cukup dan alat-alat juga tidak memadai. Kami memerlukan bantuan dari Pemerintah Federal,” kata Sheriff Monroe County, Rick Ramsay.
Menurut dia, 300 migran itu datang memakai dua kapal. Beberapa orang dalam kondisi kelelahan, dehidrasi, dan ada yang sakit serius. Sepanjang tahun 2022, ada 9.000 migran Kuba yang tertangkap oleh polisi air Florida karena berusaha memasuki AS melalui jalur laut.
Eksodus terbesar
Jorge Duany, antropolog Universitas Internasional Florida sekaligus Direktur Pusat Kajian Kuba di perguruan tinggi tersebut, menjelaskan bahwa ini adalah eksodus terbesar sepanjang sejarah Kuba.
”Ada berbagai penyebab, antara lain ialah tekanan dari pemerintahan yang otoriter. Akan tetapi, pemicunya ialah krisis ekonomi terburuk yang dialami Kuba sejak tahun 1990,” tutur Duany kepada Fox News.
Kontraksi ekonomi itu menyebabkan inflasi dan harga barang meroket. Masyarakat terperosok ke dalam kemiskinan. David Gonzalez (34), tukang cukur rambut yang bermigrasi ke AS pada Januari 2022, mengungkapkan bahwa ia merasa tidak ada harapan lagi di negaranya. Segala hal mahal, sementara kualitas hidup mereka juga memburuk.
Pada Juni 2022, rakyat mulai turun ke jalan-jalan di Havana. Mereka memprotes ketidakmampuan pemerintah menangani krisis ekonomi. Unjuk rasa ini berlangsung selama beberapa pekan dan terjadi kerusuhan.
Pemerintahan di bawah Presiden Miguel Diaz-Canel dan Perdana Menteri Manuel Marrero Cruz mengecap para pengunjuk rasa sebagai pemberontak. Pemerintahan mereka merespons dengan mengerahkan aparat penegak hukum.
Dilansir berbagai laporan lembaga swadaya masyarakat dan hak asasi manusia, ada satu korban tewas, belasan hilang, 1.400 orang ditahan, dan 500 orang di antaranya divonis hukuman penjara hingga 30 tahun. Presiden AS Joe Biden menghukum Kuba dengan menjatuhkan sanksi ekonomi serta pembekuan aset sejumlah pejabat pemerintahnya.
”Sepanjang tahun 2020, ada 270.000 migran Kuba yang datang ke AS. Belum tampak tanda-tanda krisis ekonomi di Kuba ini ditangani. Kemungkinan besar, kita akan melihat angka migran yang lebih banyak di tahun 2023 ini,” kata Duany.
Sejarah eksodus
Sebelum tahun 2022, Kuba mengalami dua eksodus besar, yaitu pada tahun 1980 dan 1994. Harian The New York Times edisi 5 April 1980 menulis, eksodus itu dinamai Marielitos karena para pengungsi berangkat dari Pelabuhan Mariel di Havana. Ketika itu, Pemimpin Kuba Fidel Castro menghukum orang-orang yang dianggap menentang pemerintahannya.
Masyarakat yang tertekan mulai berusaha mencari suaka di kedutaan-kedutaan besar Amerika Latin di Havana, antara lain adalah Kedutaan Besar Peru dan Kedutaan Besar Venezuela. Castro kemudian mengumumkan mengizinkan warganya meninggalkan Kuba asalkan diterima di negara tujuan. Selain Peru, AS di bawah Presiden Jimmy Carter menerima para pencari suaka ini. Ada 125.000 migran yang diterima di ”Negara Paman Sam”.
Eksodus kedua berlangsung pada tahun 1994. Eksodus itu disebut Balseros karena para migran nekat menyeberang ke AS dengan memakai kapal dan rakit kayu (balsa). The Atlantic edisi 12 November 2014 menulis, krisis ekonomi membuat masyarakat berunjuk rasa yang berakhir dengan kerusuhan.
Pemerintah Kuba mempersekusi orang-orang yang ikut berunjuk rasa, tetapi kemudian mengizinkan mereka angkat kaki dari Kuba. Sebanyak 35.000 migran nekat ke AS dengan memakai balsa atau rakit dalam bahasa Spanyol.
Imigrasi AS mencatat, pada tahun 2021 total ada 1,7 juta migran yang berusaha memasuki negara tersebut. Jumlah ini naik pada tahun 2022 menjadi 2,3 juta.
Mayoritas mereka berasal dari negara-negara berpemerintahan otoriter, antara lain Kuba, Haiti, Nikaragua, dan Venezuela. Mayoritas mereka terkatung-katung di perbatasan AS-Meksiko karena Washington tidak mengizinkan migran yang sebelumnya tidak mengisi formulir pencarian suaka dan tes wawancara masuk. (AFP/AP)