Asumsi Resesi Barat Tetap Kuat pada 2023
“Pasar akan salah jika mengira situasai sudah normal. Situasi pada 2023 akan merupakan era yang bergejolak, diiringi masalah utang dan kenaikan suku bunga,” kata Summers.
Asumsi tetap kuat bahwa resesi pada 2023 akan datang dari Barat khususnya AS. Dasarnya adalah inflasi sebesar 7,1 persen di AS yang masih terlalu tinggi dan jauh dari terget 2 persen. Maka dari itu tidak diragukan lagi suku bunga inti tetap harus dinaikkan dari level sekarang 4,25 – 4,5 persen.
Perihal inflasi terlalu tinggi itu dinyatakan oleh para petinggi Bank Sentral AS (Fed), 7 Januari 2023. Presiden Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari misalnya, menyatakan bahwa inflasi masih tinggi bahkan sangat mengakar kuat.
Penambahan uang bereda tanpa pertambahan barang, dipadu dengan gangguan pasokan global, membuat akar inflasi di AS sangat menguat dan berefek ke seluruh dunia.
Gary Clyde Hufbauer dari Peterson Institute for International Economics, 25 Desember 2022, di situs East Asia Forum, menuliskan inflasi memiliki akar kuat. Fed memasok pasar uang beredar 5 triliun dollar AS selama periode Desember 2019 hingga Desember 2021. Pasokan ini menambah uang beredar yang sudah dilakukan sebelumnya sebesar 4 triliun dollar AS menjadi 9 triliun dollar AS.
“Pasokan uang beredar tersebut masih ditambah lagi dengan stimulus fiskal sebesar 2 triliun dollar AS pada akhir 2020 dan awal 2021,” demikian Hufbauer. Penambahan uang bereda tanpa pertambahan barang, dipadu dengan gangguan pasokan global, membuat akar inflasi di AS sangat menguat dan berefek ke seluruh dunia.
Defisit anggaran pemerintah AS yang akan ditutup dengan utang akan menambah tekanan inflasi. Penambahan utang ini sudah bisa dipastikan karena pagu utang AS sebesar 31,4 triliun dollar AS segera terlewati pada 2023. Untuk menutupi defisit, AS memerlukan tambahan kenaikan pagu utang.
Semua itu menjadi penyebab utama inflasi di AS dan akarnya masih jauh dari tuntas bahkan semakin mengakar. Oleh sebab itu, pandangan yang menganggap inflasi sudah menurun dan saatnya menghentikan kenaikan suku bunga sangat tidak benar.
Pengalaman dekade 1970-an menunjukkan jika kita abai akan ancaman inflasi, maka inflasi malah bisa menguat.
"Pengalaman dekade 1970-an menunjukkan jika kita abai akan ancaman inflasi, maka inflasi malah bisa menguat, dan ini menuntut Fed untuk bertindak lebih tegas lagi, meski dengan konsekuensi lebih berat,” kata Presiden Federal Reserve Bank Richmond, Thomas Barkin.
Oleh sebab itu pilihan bagi Fed adalah terus menaikkan suku bunga. “Kenaikan suku bunga sejauh ini telah berdampak pada penurunan permintaan, tetapi kenaikan suku bunga lanjut masih terus diperlukan,” kata Presiden Fed Kansas City, Esther George.
Pada penghujung 2022, Asia sudah merasakan kelesuan permintaan Barat sebagai efek kenaikan suku bunga. Jika biasanya China menikmati peningkatan ekspor akhir tahun, hal itu tidak terjadi pada 2022.
Data Kepabeanan China menunjukkan ekspor bulanan pada November 2022 anjlok 8,7 persen menjadi 296,1 miliar dollar AS dibandingkan dengan November 2021. Penurunan pada November itu merupakan kelanjutan dari penurunan pada Oktober. Ini merupakan penurunan terburuk dalam dua bulan berturut-turut sejak Februari 2022.
Jika dirinci, penurunan terbesar ekspor China pada November 2022 terjadi untuk pasar AS 25,43 persen. Untuk pasar AS terjadi penurunan ekspor berturut-turut selama empat bulan sejak Agustus 2022.
Data Kepabeanan China menunjukkan ekspor bulanan pada November 2022 anjlok 8,7 persen menjadi 296,1 miliar dollar AS dibandingkan dengan November 2021.
Ekspor ke Uni Eropa juga turun terbesar di urutan kedua sebesar 10,62 persen melanjutkan penurunan 9 persen pada Oktober. Ekspor ke Jepang juga turun 5,6 persen, ke Korea Selatan turun 11,9 persen pada November 2022.
Data dari Kementerian Ekonomi Taiwan, 21 Desember, juga menunjukkan penurunan ekspor sebesar 23 persen pada November 2022. Ini merupakan penurunan terbesar sejak Maret 2009. Hal serupa juga terjadi untuk ekspor Korea Selatan yang juga turut menurun.
Sementara, ekspor China ke Rusia tumbuh 17,9 persen pada November 2022. Namun ini lebih rendah dari kenaikan ekspor pada Oktober yang sebesar 34,6 persen. Tren sama terjadi untuk pasar ASEAN yang naik 5,2 persen dan Australia 7,2 persen. Ini menunjukkan perekonomian Asia Pasifik lebih kuat dari AS dan Eropa.
Pembatasan mobilitas masyarakat di China karena Covid-19 dan perang dagang dengan AS turut berefek pada penurunan ekspor China ke seluruh dunia dan ke Asia.
Pada 2023 otoritas China optimis perekonomian mulai pulih karena pulihnya mobilitas. Harian China Daily, 9 Januari, menuliskan bahwa korporasi asing sangat optimistis pada perekonomian China, termasuk soal arus masuk investasi asing untuk memanfaatkan pasar domestik.
Resesi pada 2023 dan seterusnya bukan hanya soal kelesuan pasar akibat suku bunga. Dalam hal investasi ke seberang, perusahaan China masih bersifat menunggu. Sikap ini terkait dengan ketegangan geopolitik, yang memberi risiko pada investasi China di seberang.
Krisis global pada 2023 bisa bersumber dari banyak faktor, bukan hanya karena kelesuan permintaan dari pasar AS dan Eropa.
Sheng Hetai, President Sinosure (perusahaan asuransi), dikutip China Daily, 28 Desember 2022, mengatakan konflik Ukraina, situasi Eropa dan tekanan geopolitik dari AS terhadap China meningkatkan risiko bagi investasi China di seberang. Keadaan ini juga terbukti telah menurunkan merger dan akuisisi di seluruh dunia termasuk di Asia.
Aksi merger dan akuisisi merupakan salah satu bentuk aliran investasi asing. Namun penurunan aksi merger dan akuisi juga dipicu gejolak bursa global sehingga menyulitkan penentuan nilai perusahaan yang hendak diakusisi atau merger.
Krisis global pada 2023 bisa bersumber dari banyak faktor, bukan hanya karena kelesuan permintaan dari pasar AS dan Eropa. Akan tetapi diduga kuat faktor terbesar adalah kelesuan ekonomi Barat, yang mengimbas ke seluruh dunia.
Presiden Fed Atlanta, Raphael Bostic, Jumat, 6 Januari 2023, mengatakan perekonomian AS akan melambat dan berdampak pada dunia. “Secara umum, prospek global tidak menunjukkan kelegaan jika pertumbuhan melambat di AS,” kata George.
Dasar utama kelesuan AS adalah kenaikan suku bunga yang masih akan berlanjut. "Saya melihat penurunan permintaan,” kata Beth Ann Bovino, ekonom dari S&P, kepada Yahoo Finance, 7 Januari. Perusahaan-perusahaan juga mengalami penumpukan barang di gudang karena permintaan kurang. Hanya saja Bovino mengatakan tidak melihat resesi yang dalam, hanya resesi ringan.
Pasar akan salah jika mengira situasi sudah normal. Situasi pada 2023 akan merupakan era yang bergejolak, diiringi masalah utang dan kenaikan suku bunga.
Akan tetapi untuk pasar saham dan pasar modal, mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers memberi peringatan. “Pasar akan salah jika mengira situasi sudah normal. Situasi pada 2023 akan merupakan era yang bergejolak, diiringi masalah utang dan kenaikan suku bunga. Kita akan mengenang situasi ini sebagai era keuangan yang berbeda,” lanjut Summers, Reuters, 6 Januari. Ia melanjutkan, era uang murah sudah berakhir.
Summers berpendapat serupa dengan ekonom Nouriel Roubini bahwa di depan akan ada resesi yang merupakan kombinasi dari karakter krisis 2008 dan 1970. Ini merujuk pada krisis yang ditandai dengan inflasi tinggi diikuti timbunan utang. Di sisi lain terjadi ketidakmamuan AS dan Eropa mengatasinya lewat stimulus karena pemerintahan AS dan Eropa sudah tertimpa beban utang tinggi. (REUTERS/AP/AFP)