Puluhan Migran Tewas Saat Hendak Menyeberang ke Italia
Sebanyak 60 migran tewas dalam perjalanan dari Turki menuju Italia setelah kapal kayu yang membawa mereka karam. PM Giorgia Meloni menuding lembaga kemanusiaan mendorong para migran menempuh perjalanan berbahaya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
CROTONE, SENIN — Kapal kayu yang mengangkut sekitar 200 migran karam di lepas pantai Calabria, Laut Ionia, Italia, Minggu (26/2/2023) dini hari waktu setempat. Sebanyak 80 penumpang kapal selamat dalam kecelakaan itu. Tim penyelamat baru menemukan sedikitnya 60 jenazah, sebagian adalah anak-anak dan anak balita.
Dalam pernyataan bersama Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dikhawatirkan jumlah korban tewas bisa mencapai 100 orang. Sebagian besar penumpang kapal berasal dari Afghanistan, Pakistan, dan Somalia.
Penjaga Pantai Italia menyebut, perahu yang berangkat dari Turki itu menabrak terumbu karang di tengah perjalanan. Tiga bongkahan besar kayu yang diduga merupakan bagian dari kapal pengangkut pengungsi itu ditemukan di pantai dekat kota Steccato di Cutro, 646 kilometer tenggara ibu kota Roma. Serpihan kayu berwarna biru cerah berserakan di pasir pantai tersebut.
Tim penyelamat mengatakan, dua pria yang selamat terlihat berusaha menyelamatkan anak-anak dengan memegangi mereka di atas kepala mereka saat gelombang menerpa. Akan tetapi, anak-anak itu meninggal, kata TV pemerintah.
”Semua yang selamat adalah orang dewasa. Sayangnya, semua anak termasuk korban yang hilang atau ditemukan tewas di pantai,” kata sukarelawan Palang Merah, Ignazio Mangione. Korban selamat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Kelompok kemanusiaan Dokter Lintas Batas (MSF) menawarkan bantuan psikologis kepada para penyintas, termasuk seorang bocah laki-laki berusia 16 tahun asal Afghanistan. Saudara perempuannya yang berusia 28 tahun berhasil mencapai pantai setelah kapal itu karam. Akan tetapi, nyawanya tidak tertolong. Kelompok itu mengatakan, remaja itu belum berani memberi tahu orangtuanya. Korban selamat lainnya adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dari Afghanistan yang kehilangan seluruh keluarganya, termasuk empat saudara kandungnya.
Seorang pria ditahan untuk diinterogasi setelah sesama penyintas mengindikasikan dia adalah seorang penyelundup (human trafficker), kata TV pemerintah.
Stasiun televisi Italia, RAI, menyebut kapal berangkat dari Turki lima hari lalu. Sebuah pelampung bertuliskan Smyrna menjadi indikasi bahwa kapal berangkat dari Turki. Smyrna dikenal juga dengan nama Izmir, sebuah kota pelabuhan di Turki.
Polisi Italia mengonfirmasi informasi tersebut. Kapal disebut berangkat dari Pelabuhan Izmir di Turki barat dan sempat terlihat berada sekitar 74 kilometer dari lepas pantai Italia pada Sabtu malam oleh pesawat yang dioperasikan Frontex, badan perbatasan Uni Eropa. Kapal patroli dikirim untuk mencegatnya, tetapi cuaca buruk memaksa mereka kembali ke pelabuhan, kata polisi.
Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, meminta umat beriman di seluruh dunia untuk mendoakan para pengungsi yang tewas dalam perjalanannya mencari kehidupan yang lebih baik. Dia juga meminta umatnya untuk mendoakan agar pengungsi yang hilang segera ditemukan dan juga bagi para penyelamat yang menyambut para migran itu dengan tangan terbuka.
Sementara Wali Kota Crotone Vincenzo Voce mengatakan, pemerintah akan mengupayakan pemakaman para pengungsi yang tewas di lokasi tertentu. ”Ini tragedi yang sangat besar. Dalam solidaritas, kota akan menemukan tempat untuk memakamkan mereka yang tewas,” katanya.
Kebijakan
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengaku sedih atas kejadian tersebut. Pada saat yang sama, dia menyalahkan para pelaku perdagangan manusia mencari keuntungan dari perjalanan meyeberang lautan yang membahayakan jiwa para pengungsi. Dia menilai para pelaku perdagangan manusia memberikan janji palsu soal perjalanan yang aman pada para pengungsi.
”Tidak manusiawi menukar nyawa laki-laki, perempuan, anak-anak dengan prospek palsu perjalanan yang aman,” kata Meloni, pemimpin sayap kanan yang baru memimpin Italia kurang dari enam bulan.
Meloni juga melancarkan tuduhan ke lembaga kemanusiaan dan lembaga amal bahwa merekalah yang mendorong para migran untuk melakukan perjalanan yang berbahaya. Lebih jauh Meloni bahkan menuding lembaga-lembaga yang menangani pengungsi bekerja sama dengan para penyelundup.
Tudingan itu dibantah banyak lembaga. Sebaliknya, lembaga-lembaga itu menuding kebijakan pemerintahan sayap kanan Italia telah membuat mereka tidak bisa maksimal memberikan pertolongan pada kapal migran jika terjadi kecelakaan.
”Menghentikan, memblokir, dan menghalangi pekerjaan LSM (organisasi nonpemerintah) hanya akan memiliki satu efek: kematian orang-orang rentan yang dibiarkan tanpa bantuan,” cuit badan penyelamat migran Spanyol, Open Arms, sebagai reaksi atas kejadian itu.
Kemarahan lembaga dan para pekerja kemanusiaan disebabkan kebijakan Meloni dan aturan barunya yang berupaya membatasi waktu kapal penyelamat untuk tetap berada dan siaga di laut. Kapal-kapal milik lembaga amal dan lembaga kemanusiaan dipaksa merapat di pelabuhan yang jauh sehingga membuat mereka tidak bisa dengan segera mencapai lokasi kejadian apabila terjadi kondisi darurat atau kecelakaan.
Tak hanya itu, Meloni juga mendesak Uni Eropa menandatangani kesepakatan dengan Libya dan juga Turki untuk mencegah para pengungsi berangkat ke Eropa. Italia mengejar kesepakatan yang sama dengan Tunisia, Aljazair, dan Mesir. Kesepakatan itu mewajibkan Brussels membayar Ankara untuk menampung para pengungsi.
Juru bicara IOM, Flavio Di Giacomo, melalui Twitter, mengimbau penguatan operasi penyelamatan di Mediterania. Dia juga menyerukan pembukaan ”saluran migrasi yang lebih teratur” ke Eropa dan tindakan lainnya untuk mengatasi keinginan warga melakukan perjalanan berbahaya melalui lautan.
Data Kementerian Dalam Negeri Italia menyebutkan, sebanyak 13.067 migran tiba di Italia dengan menggunakan perahu pada 1 Januari-23 Februari 2023, naik sekitar 5.273 orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebanyak 861 migran terdaftar adalah anak di bawah umur tanpa pendampingan.
Data yang sama juga memperlihatkan, total 105.129 orang migran mencapai daratan Italia pada 2022 naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 67.477 orang (2021) dan 34.154 orang tahun 2020. Rekor jumlah kedatangan dalam satu tahun adalah 181.436 pada tahun 2016. Sekitar 13.386 migran pada tahun 2022 terdaftar sebagai anak di bawah umur tanpa pendamping.
UNHCR menyatakan, daerah asal migran terbesar yang menyeberang ke Italia adalah Libya yang sebesar 51 persen, Tunisia (31 persen), dan Turki (15 persen). Sejumlah kecil datang dari Lebanon, Aljazair, dan Suriah.
Dari pendatang sepanjang tahun 2023 ini, negara asal teratas adalah Guinea (1.654 orang), diikuti oleh Pantai Gading (1.511 orang), Pakistan (997 orang), Tunisia (846 orang), Mesir (490 orang), dan Bangladesh (447 orang).
Tragedi kapal migran yang karam di Italia itu membuat Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyerukan reformasi aturan suaka Uni Eropa yang terhenti. ”Kita harus melipatgandakan upaya kita pada Pakta Migrasi dan Suaka (Uni Eropa) dan Rencana Aksi di Mediterania Tengah,” cuitnya di Twitter. (AP/AFP/Reuters)