Macron-Von der Leyen Kunjungi China, Eropa Tak Mau Ikuti Gendang AS
Ketua Komisi Eropa Ursula Von der Leyen meyakinkan kepada Beijing bahwa Uni Eropa (UE) tidak berminat melakukan pemutusan hubungan perdagangan dengan China, seperti yang tengah dirintis sekutunya, Amerika Serikat.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS – Presiden China Xi Jinping menerima kunjungan kenegaraan Presiden Perancis Emmanuel Macron pada hari Kamis (6/4/2023). Dialog kedua kepala negara itu diperkirakan menitikberatkan pada isu perjanjian perdagangan dan upaya memastikan bahwa China terlibat dalam bina perdamaian antara Rusia dengan Ukraina yang sedang berperang.
Macron tiba di Beijing pada hari Rabu (5/4/2023) malam. Mayoritas delegasi yang menyertainya terdiri dari para pengusaha. Ada perwakilan dari konglomerasi retail barang mewah LVMH yang membawahkan, antara lain, jenama Louis Vuitton, Hennessy, Christian Dior, dan Sephora. Ada pula badan usaha milik negara, Electricite de France, yang bergerak di bidang energi.
Pada hari yang sama, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga mendarat di China. Pada hari Kamis, mereka berdua memulai serangkaian pertemuan dengan pemimpin-pemimpin China. Baik Macron dan Von der Leyen masing-masing melakukan rapat dengan Perdana Menteri China Li Qiang.
Von der Leyen meyakinkan kepada Li bahwa Uni Eropa (UE) tidak berminat melakukan pemutusan hubungan perdagangan dengan China. Hal ini menjawab kekhawatiran China yang semua menganggap bahwa UE akan mengikuti jejak sekutu mereka, Amerika Serikat. Washington berusaha mengisolasi China dengan melakukan perang dagang dan penjegalan komoditas.
“China dan UE menikmati peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan. Memang, situasi sekarang semakin rumit. Akan tetapi, jalan keluarnya adalah memperbanyak diskusi dan menghindari peningkatan ketegangan yang merugikan semua pihak,” kata Von der Leyen.
Beberapa hambatan dalam hubungan UE-China adalah mengenai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas di Xinjiang oleh Pemerintah China, kesumiran penyelidikan asal-usul virus SARS-Cov-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19, dan sikap China yang tidak mau mengecam serangan Rusia ke Ukraina.
Adapun Li mengatakan bahwa kemitraan China-UE sebaiknya memulai dari awal yang baru. Melalui cara ini, kedua belah pihak bisa menyusun rencana strategis berlandaskan asas saling menghormati demi keuntungan dan kesejahteraan bersama. Macron dalam pertemuannya dengan Li kurang lebih mengutarakan hal serupa.
Isu perang Ukraina
Setelah pertemuan dengan Li, Macron bertemu dengan Xi Jinping di gedung Balai Agung Rakyat. Mereka berdua bersalaman begitu Macron keluar dari mobil dan disambut Xi di karpet merah. Tampak Macron mendekap tangan Xi, lalu menepuk pundaknya dengan gestur yang akrab. Setelah itu, mereka memasuki ruang rapat.
“Perancis dan China berusaha mencari kesamaan posisi terkait perang Rusia-Ukraina. Dari sana, baru kita bisa meramu langkah lebih lanjut untuk mengupayakan perdamaian antara Moskwa dan Kyiv,” kata Macron ketika diwawancara sebelum berangkat menemui Xi, dikutip oleh Radio France Internationale.
Menurut dia, tidak perlu lagi mendesak agar China mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Harus ada pendekatan baru yang diambil. Dalam hal ini, Macron menuturkan agar fokus kepada gencatan senjata dan perdamaian. Jika cita-cita itu terlalu berat, setidaknya bisa meminta Xi memastikan bahwa China tidak akan mengirim bantuan militer ke Rusia.
China mengeluarkan Inisiatif Keamanan Global yang berisi 12 poin, beberapa di antaranya menyinggung soal perang Rusia-Ukraina. Inisiatif itu meminta semua pihak yang bertikai untuk menghentikan peperangan dan melakukan gencatan senjata serta memulai dialog damai.
Pada bulan Maret, Xi mengunjungi Moskwa dan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Akan tetapi, tidak terlihat hasil mengenai pengupayaan gencatan senjata Rusia-Ukraina. Justru, pekan lalu, Rusia menempatkan sejumlah senjata nuklir taktis mereka di Belarus. Xi hingga saat ini juga belum mengadakan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Akibatnya, Barat, terutama AS, menganggap inisiatif itu hanya pencitraan Xi.
Kunjungan Macron dan Von der Leyen ini juga bukan tanpa kritik di Eropa. Raphael Glucksmann, anggota Parlemen Eropa yang berhaluan kiri, menyayangkan kedua pemimpin datang ke China membawa misi penandatanganan perjanjian dagang baru. “Kalau begini, kapan kita bisa lepas dari ketergantungan dengan China?” ucapnya. (REUTERS/AFP)