Papua Niugini Akan Teken Perjanjian Keamanan dengan AS
Papua Niugini ingin akese satelit AS dan AS ingin akses pangkalan militer Papua Niugini.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
PORT MORESBY, KAMIS - Papua Niugini akan menandatangani perjanjian pertahanan dan keamanan dengan Amerika Serikat. Isinya diperkirakan bisa memberi pasukan AS akses ke lapangan udara, bandara, dan pelabuhan di Papua Niugini. Sebagai balasan, Papua Niugini bisa mengakses satelit AS.
Perdana Menteri Papua Niugini James Marape mengabarkan rencana tersebut di Port Moresby, Kamis (18/5/2023). “Perjanjian ini spesifik ke pemantauan dan patroli keamanan laut dan akan diperbarui setiap 15 tahun,” katanya.
Ia menjelaskan, perairan Papua Niugini memiliki masalah pencurian ikan yang serius. Kapal-kapal, banyak yang diduga berbendera China atau bekerja untuk China, menangkapi ikan di perairan itu tanpa izin. Adanya akses ke satelit AS itu, kata Marape, memungkinkan Port Moresby untuk bisa memantau seluruh perairan mereka. Kapal patroli baru diturunkan ke lokasi yang spesifik sehingga ini bisa menghemat biaya operasional sekaligus menjadikan pengamanan perairan lebih efisien.
Marape memaklumi kekhawatiran berbagai pihak dengan pemberian akses bagi militer AS itu. Ia meyakinkan mereka bahwa akses tersebut tidak otomatis. Jika militer AS ingin menggunakan salah satu fasilitas seperti lapangan udara, mereka harus mengajukan izin kepada Pemerintah Papua Niugini. Izin itu dikeluarkan atas persetujuan DPR.
Sejatinya, perjanjian pertahanan itu telah dirundingkan oleh Port Moresby dan Washington pada tanggal 6-10 Februari lalu di Honolulu, Negara Bagian Hawaii di AS. Mereka menunggu hingga Mei untuk menandatanganinya sesuai dengan jadwal kedatangan Presiden AS Joe Biden ke Papua Niugini pekan depan. Apalagi, Biden selalu mengatakan dirinya memiliki kedekatan emosi dengan Papua Niugini karena salah satu pamannya yang tentara tewas di negara itu ketika Perang Dunia II.
Biden mengumumkan dirinya batal ke Papua Niugini karena harus mengurus pembahasan batas utang nasional di AS. Sebagai gantinya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang akan datang dan meneken perjanjian itu. Blinken pada Senin (22/5/2023) juga akan mengikuti konferensi tingkat tinggi para kepala negara/pemerintahan negara-negara di Pasifik.
Non-blok
Terkait rencanan penandatangan perjanjian pertahanan, sejumlah pihak mengeluarkan tanggapan. Salah satunya ialah Perdana Menteri Papua Niugini 2011-2019 Peter O’Neill. Ia mengingatkan Marape agar bijak bertindak karena Papua Niugini termasuk di dalam 120 negara Gerakan Non-Blok, artinya para negara anggota gerakan itu sepakat untuk tidak memihak kubu adidaya mana pun.
“Perjanjian ini harus diterapkan dengan hati-hati dan penuh kepekaan. Jangan sampai ini mengganggu politik luar negeri kita yang berprinsip bersahabat dengan semua dan tidak menjadi musuh bagi siapa pun,” kata O’Neill, dikutip oleh surat kabar setempat, Post Courier.
Ia menerangkan, Papua Niugini sebagai negara terbesar di Pasifik Selatan menghadapi masalah persaingan geopolitik AS dan China. Beijing akhir-akhir ini sangat dekat dengan negara-negara Pasifik. Tahun lalu, Beijing menawarkan sejumlah perjanjian kerja sama yang ditolak oleh negara-negara Pasifik, kecuali oleh Kepulauan Solomon. Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare berjanji bahwa perjanjian keamanan itu sebatas patroli laut, bukan untuk pembukaan pangkalan militer China di negara itu.
“Prinsip non-blok atau tidak memihak ke kubu mana pun ini harus kita pegang teguh dan negara-negara mitra, terutama yang adidaya harus memahaminya,” tutur O’Neill. Negara-negara non-blok setara dengan duapertiga anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan 55 persen penduduk dunia.
Dilansir dari BBC, AS dan Australia sejak tahun 2018 telah membantu Papua Niugini untuk merenovasi Pangkalan Militer Lombrum yang berada di Pulau Manus. Lokasinya di perairan antara Papua Niugini dengan Australia. Lombrum dulu dipakai AS sebagai pangkalan militer selama Perang Dunia II.
“AS benar-benar khawatir dengan pengaruh China di Pasifik, apalagi sekutu mereka Australia sangat dekat jaraknya dengan kawasan itu. Keberadaan pakta pertahanan China dengan Kepulauan Solomon dikhawatirkan bisa memberi akses Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) kepada berbagai fasilitas negara yang bisa memiliki fungsi ganda untuk sipil maupun militer,” papar Charles Edel, peneliti Centre for Strategic and International Studies (Pusat Kajian Strategis dan Internasional/CSIS) yang berbasis di Washington) kepada media Semafor.
AS berusaha menambah kehadiran mereka di Pasifik. Sejak memerintah pada tahun 2017, Biden telah membuka kedutaan-kedutaan besar AS di Kepulauan Solomon, Vanuatu, Kiribati, dan baru-baru ini di Tonga. Mereka juga menambah berbagai program bantuan perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. (AFP)