Kota-kota Eropa Gelontorkan Insentif agar Warganya Bersepeda
Bersepeda ke tempat kerja belum menjadi gaya hidup di banyak negara, terutama di negara-negara yang belum pro-pesepeda. Butuh advokasi kampanye terus-menerus untuk mewujudkan akses jalan aman dan nyaman bagi pesepeda.
”It’s National Bike to Work Day! Ayo, bergabung bersama ribuan komuter merayakan bersepeda sebagai cara bepergian yang menyenangkan, murah, sehat, dan ramah lingkungan!”
Ajakan untuk berangkat ke tempat kerja dengan bersepeda tersebut ramai di media sosial untuk merayakan hari bersepeda ke tempat kerja nasional di Amerika Serikat yang jatuh pada hari ini, Jumat (19/5/2023). Hari bersepeda ke tempat kerja di AS dirayakan setiap tahun pada hari Jumat ketiga Mei sejak 1955.
Acara yang didukung Asosiasi Medis Amerika itu bertujuan untuk mengampanyekan kebiasaan bepergian yang lebih sehat. Organisasi bersepeda nirlaba, Liga Pesepeda Amerika, memulai gerakan ini sebagai bagian dari perayaan Pekan Bersepeda ke Tempat Kerja dan Bulan Bersepeda Nasional.
Baca juga: Setelah Ratusan Kilometer Jalur Sepeda Terbangun...
Tren bersepeda baik sebagai moda transportasi ke tempat kerja dan ke mana saja atau sekadar alat olahraga sempat melonjak di sejumlah negara semasa pandemi Covid-19, termasuk Indonesia. Penjualan sepeda melonjak di mana-mana. Bahkan, stok sepeda pada waktu itu sampai langka sehingga membuat harga jual membubung tinggi tak masuk akal.
Kini, seiring dengan meredanya pandemi Covid-19, mereda pula tren bersepeda. Mereka yang masih terus aktif bersepeda ke tempat kerja bisa umumnya adalah yang memang dari dulu setia komuter dari rumah ke tempat kerja dengan bersepeda. Berdasarkan jajak pendapat Ipsos Global Advisor yang dirilis Juni 2022, hanya 12 persen orang dewasa di 28 negara yang bepergian dengan sepeda.
Direktur Pelaksana Urusan Publik Eropa untuk Ipsos Christine Tresignie mengatakan, meski terjadi lonjakan pembelian sepeda, tidak lantas orang mau terus bersepeda ke kantor. Alasannya, antara lain, mengayuh sepeda di jalan mendaki di musim panas yang terik dengan mengenakan setelan jas itu sangat sulit.
”Meyakinkan lebih banyak orang untuk bepergian dengan roda dua itu sulit. Banyak orang yang tetap bertahan memilih naik kendaraan ke tempat kerja karena berbagai alasan,” kata Tresignie di situs Ipsos.
Lantas pertanyaannya, kota-kota mana saja di dunia yang memiliki warga terbanyak dalam menggunakan sepeda untuk berangkat dan pulang kerja? Berdasarkan data World of Statistics yang diunggah di twitter, Rabu lalu, kota-kota di Eropa dan Amerika mendominasi peringkat atas 23 kota di dunia dengan pengguna sepeda ke tempat kerja terbanyak.
Baca juga: Dilema Bersepeda di Jakarta
Peringkat pertama kota yang memiliki pesepeda komuter terbanyak adalah Amsterdam (45,9 persen). Ada Kopenhagen di posisi kedua (40 persen) dan Berlin di peringkat ketiga (26,7 persen).
Di Kopenhagen, 62 persen warganya menggunakan sepeda untuk perjalanan sehari-hari ke tempat kerja dan sekolah. Adapun di Berlin, warga mau bersepeda karena kota ini memiliki jalur sepeda sepanjang 1.200 kilometer sehingga mudah dan aman untuk berkeliling dengan sepeda.
Apalagi, pemandangannya pun indah karena jalur sepeda juga ada di sepanjang tepi laut dan garis pantai. ”Faktor kondisi geografis juga yang membuat orang mau bersepeda atau tidak. Kalau di Belanda, kondisi jalannya rata-rata datar. Sementara di Belgia, kondisi jalannya banyak bukit dan lembah,” kata Tresignie.
Sementara kota-kota di Benua Amerika yang masuk dalam 23 peringat teratas didominasi negara Kanada dan Amerika Serikat. Ottawa di peringkat ke-13 (10 persen) dan Vancouver di peringkat ke-14 (9 persen). Keduanya di Kanada. Adapun AS menitipkan tiga kota dalam 23 kota tersebut, yakni San Francisco (3,4 persen), Los Angeles (1 persen), dan New York (0,8%).
Kondisi cuaca menentukan minat warga kota dalam bersepeda. Seperti di Malaysia, misalnya, hanya 6 persen orang dewasa yang disurvei Ipsos yang mengaku bersepeda untuk komuter. Wan Nuradiah, dari Ipsos di Malaysia, menjelaskan, iklim panas dan lembab serta banyaknya jalur berlubang membuat banyak orang Malaysia hanya menggunakan sepeda untuk sekadar kegiatan rekreasi.
Situasi sama juga terjadi di Korea Selatan di mana hanya 7 persen orang yang komuter dengan sepeda. ”Kebanyakan orang Korea tidak berangkat kerja dengan sepeda karena kota-kota besar tidak memiliki jalur khusus sepeda. Rasanya tidak aman karena jalurnya sama dengan kendaraan lain yang lebih kencang,” kata Chanbok Lee, Ipsos di Korsel.
Insentif
Temuan Ipsos berdasarkan 20.507 responden orang dewasa di 28 negara menunjukkan, 52 persen orang mengaku bahwa bepergian dengan sepeda di daerah mereka terlalu berbahaya. Guna menjamin keselamatan perjalanan dan keamanan pesepeda, 64 persen menilai pembangunan infrastruktur khusus dan jalan baru untuk pesepeda harus diprioritaskan ketimbang untuk kendaraan lain.
Isu infrastruktur khusus sepeda ini runyam di mana-mana, termasuk Indonesia. Bahkan, Perancis saja masih berjuang. Kantor berita Reuters menyebutkan, Pemerintah Perancis berencana membelanjakan 2,2 miliar dollar AS sampai 2027 untuk meningkatkan infrastruktur sepeda. Wujudnya antara lain menggandakan jaringan jalur sepeda dan membantu orang membeli sepeda. Ini semua demi mengurangi penggunaan mobil.
Menteri Transportasi Perancis Clement Beaune kepada harian Le Parisien menjelaskan, pemerintah akan menambah jaringan jalur sepeda negara, dari 50.000 kilometer saat ini menjadi 80.000 kilometer pada 2027 dan 100.000 kilometer pada 2030. Prioritas diberikan kepada kota-kota provinsi dan perdesaan.
Pemerintah Perancis juga akan memberikan subsidi pembelian sepeda, termasuk sepeda bekas. Mereka juga akan menambah fasilitas parkir sepeda di stasiun kereta dan tempat-tempat publik, serta menambah marka sepeda antimaling dan memberikan pelatihan sepeda untuk anak sekolah dasar.
Baca juga: Pesepeda Belum Merasa Terlindungi di Jalan
Selain infrastruktur ramah pesepeda, banyak kebijakan pro-sepeda yang digelontorkan negara-negara maju, misalnya memberikan insentif kepada mereka yang mau bersepeda.
Belanda, misalnya, mendorong perilaku hidup sehat dengan menawarkan tunjangan jarak tempuh kepada pesepeda. Sejak 2007, pesepeda mendapat insentif sekitar Rp 3.000 per kilometer. Jadi, kalau bersepeda 10 kilometer per hari selama lima hari dalam seminggu, kita akan mendapat insentif Rp 7,3 juta dalam setahun.
Belgia dan Perancis juga menawarkan skema serupa. Komuter sepeda bisa mengklaim Rp 4.000 per kilometer. Batas tertinggi insentif yang bisa diberikan dalam setahun mencapai Rp 3,2 juta.
Hasilnya, skema insentif yang juga melibatkan 18 perusahaan itu meningkatkan 50 persen jumlah pesepeda aktif. Kalau di Italia, insentifnya bervariasi tergantung dari daerah atau provinsi. Nilai insentif mulai dari Rp 3.400 per kilometer. Batas tertingginya adalah Rp 402.000 untuk sebulan.
Segala macam kebijakan yang pro-sepeda baik seperti infrastruktur khusus maupun insentif seperti itu tidak mudah diwujudkan. Butuh advokasi kampanye terus-menerus serta keberpihakan dan prioritas dari pemerintah.
Situasi yang muncul di sejumlah negara tak jarang justru disinsentif untuk bersepeda, termasuk di Indonesia. Jalur khusus sepeda, misalnya, kadang ada dan kadang tiada. Kalaupun ada, tak sedikit yang diterabas kendaraan bermotor atau bahkan malah digunakan untuk tempat parkir kendaraan bermotor.
Butuh kesabaran, kewaspadaan, dan keberanian luar biasa untuk bersepeda di jalan raya kota-kota besar, terutama ketika bersepeda ke tempat kerja di pagi hari. Sambil menunggu kebijakan pro-sepeda dari pemerintah, tetap saja mengayuh sepeda. Jika belum bisa sampai mendapat insentif, setidaknya kita sudah mendapat keuntungan sehat jiwa dan raga. Ayo, gowes, Lurs!