Palestina Ajak Indonesia Cegah Israel Bagi-bagi Masjidil Aqsa
Israel mau mayoritas kompleks Masjidil Aqsa hanya untuk Yahudi. Sementara muslim hanya boleh di sebagian dari kompleks saat ini.
RAMALLAH, SELASA-Palestina mengajak Indonesia dan negara-negara lain yang berpenduduk mayoritas muslim mencegah Israel membagi-bagi kompleks Masjidil Aqsa. Palestina khawatir, Masjidil Aqsa di Jerusalem mengalami nasib seperti Masjid Ibrahim di Hebron.
Ajakan kepada Indonesia disampaikan Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh. Dilaporkan Arab News pada Senin (12/6/2023), ia mengatakan bahwa kecaman saja tidak cukup atas usulan pemecahan kompleks Masjidil Aqsa. Negara-negara Arab atau berpenduduk mayoritas muslim diajak menjatuhkan sanksi atau melakukan tindakan lain untuk mencegah semua upaya mengubah status kompleks Masjidil Aqsa.
Ajakan itu menyikapi usulan anggota parlemen Israel dari Partai Likud, Amit Halevi. Rekan separtai PM Israel Benjamin Netanyahu itu mengusulkan agar komplek Masjidil Aqsa dibagi untuk muslim dan yahudi. Seluruh halaman Kubah Sakhrah (Dome of The Rock) hingga dinding utara Masjidil Aqsa diusulkan untuk yahudi. Sementara akses muslim dibatasi hanya di Masjidil Aqsa.
Baca juga Israel Pertahankan Status Quo, Hanya Muslim Boleh Berdoa di Kompleks Al-Aqsa
Kubah Sakhrah merupakan bangunan berkubah emas yang didirikan 55 tahun setelah pasukan muslim menguasai Jerusalem. Ada pun Masjidil Aqsa merupakan masjid berkubah abu-abu dan kiblat pertama umat Islam. Halevi mendasarkan klaimnya pada pendapat bahwa Kubah Sakhrah didirikan di bekas Kuil Sulaiman dan bagian dari Tembok Ratapan. Karena itu, yahudi lebih berhak beribadah di sana.
Akses yahudi ke kompleks Masjidil Aqsa juga diminta diperluas. Selama ini, yahudi hanya boleh masuk dari Gerbang Maroko atau Magribi. Sementara muslim bisa masuk ke kompleks Masjidil Aqsa dari gerbang mana pun. Meski demikian, selama beberapa tahun terakhir, Israel terus mengawal umat Yahudi lebih leluasa di kompleks masjid itu.
Halevi juga mengusulkan, pengelolaan kompleks Masjidil Aqsa diambil alih dari Jordania. Penyerahan hak pengelolaan kompleks Masjidil Aqsa dinilainya sebagai kesalahan sejarah yang amat buruk, “Status (Jordania sebagai pengelola kompleks masjid) harus dihapuskan. Saya tahu ada kesepakatan lintas negara soal status itu,” kata dia sebagaimana dikutip sejumlah media Israel.
Status Jordania sebagai pengelola kompleks masjid disepakati Israel-Jordania pada 1994. Dalam kesepakatan 29 tahun lalu itu, Israel setuju seluruh tempat suci di Kota Tua Jerusalem dikelola oleh Jordania. Pada pasal 9 di perjanjian perdamaian Israel-Jordania disebutkan, Israel berkomitmen menghormati peran khusus itu. Kesepakatan sejenis juga disetujui Palestina dengan Jordania pada 2013.
Kekhawatiran Berulang Palestina
Bukan kali ini saja Israel mengubah akses masjid tua. Selama 15 tahun terakhir, muslim dari Gaza praktis dilarang ke Masjidil Aqsa. Selain itu, Israel mengubah akses Masjid Ibrahim di Hebron beberapa waktu lalu. Bahkan, sejak 2021, ada hari-hari tertentu di mana muslim sama sekali dilarang mengakses masjid di salah satu wilayah Tepi Barat itu. Sebelum larangan itu, Israel membagi kompleks Masjid itu menjadi 75 persen untuk yahudi dan 25 persen untuk muslim.
Padahal, masjid itu berada di Tepi Barat. Menurut kesepakatan internasional juga sejumlah resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa, Tepi Barat merupakan wilayah Palestina. Walakin, secara faktual, Israel menduduki berbagai penjuru Tepi Barat dan mendirikan permukiman ilegal di sana.
Baca juga Waswas ”Status Quo” Masjidil Aqsa
Oleh karena itu, usulan Halevi membuat berbagai pihak di Palestina khawatir Masjidil Aqsa mengikuti jejak Masjid Ibrahim. Kekhawatiran Palestina sudah berulang kali disampaikan. Dilaporkan Daily Sabah pada April 2023, Otoritas Palestina (PA) juga khawatir dengan perkembangan kehadiran pemukim ilegal Israel ke kompleks Masjidil Aqsa. Dikawal aparat Israel, para pemukim itu semakin kerap memasuki kompleks Masjidil Aqsa dalam beberapa tahun terakhir. Berkali-kali, kunjungan itu berujung pada bentrokan antara warga Palestina dengan pemukim ilegal Israel.
Disebut pemukim ilegal karena orang-orang itu tinggal di kawasan yang dibangun dengan melanggar kesepakatan internasional. Mereka tinggal di perumahan di Tepi Barat yang menurut kesepakatan internasional merupakan wilayah Palestina.
Staf Khusus Presiden Palestina untuk Urusan Jerusalem Ahmed Al-Ruwaidi mengatakan, pemerintahan sayap kanan Israel sengaja membatasi akses muslim dan umat Kristiani pada tempat suci di Jerusalem. “Mereka (pemerintah Israel) memanfaatkan sektarianisme untuk alat tawar politik,” kata dia.
Dalam pernyataan bersama kelompok perlawanan Palestina disebutkan, upaya mengubah status quo kompleks Masjidil Aqsa akan berdampak serius. Pemerintah Israel menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab pada dampak itu. “Kami siap berkorban untuk menolak rencana pengubahan itu,” demikian tercantum dalam pernyataan yang disiarkan Palestinian Information Center itu.
Dalam pernyataan itu kembali disinggung soal upaya Israel meyahudikan seluruh Jerusalem dan menghapuskan akses muslim dan Kristen. “Ini adalah kejahatan yang terus dibiarkan,” demikian tertulis di pernyataan itu. (AFP/REUTERS)