Rusia menyebut serangan ke Odessa sebagai pembalasan atas peledakan Jembatan Kerch. Moskwa menuding Ukraina kembali meledakkan jembatan yang menghubungkan Rusia dengan Semanjung Crimea tersebut.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
KYIV, KAMIS-Rusia menyerang Ukraina tanpa henti sejak Selasa (18/7/2023) sampai Kamis (20/7/2023). Serangan yang disebut pembalasan atas peledakan Jembatan Kerch itu mengakibatkan antara lain kerusakan 60.000 ton hasil panen Ukraina. Hasil panen itu disiapkan untuk ekspor.
Kota pelabuhan Ukraina di Laut Hitam, Odessa, diserang tanpa henti sejak Selasa. Dalam serangan pada Kamis dini hari, setidaknya dua orang cedera. Gubernur Odessa Oleg Kiper mengatakan, Rusia menggunakan antara lain rudal Kalibr untuk menyerang Odessa.
Dalam pernyataan di Moskwa, Kementerian Pertahanan Rusia menyebut serangan ke Odessa sebagai pembalasan atas peledakan Jembatan Kerch. Moskwa menuding Ukraina kembali meledakkan jembatan yang menghubungkan Rusia dengan Semanjung Crimea tersebut. Moskwa mengklaim, sasaran serangan adalah aneka fasilitas yang dipakai dalam peledakan Jembatan Kerch.
Menteri Pertanian Ukraina Mykola Solskyi mengatakan, serangan ke Odessa antara lain menghancurkan 60.000 ton bahan pangan siap ekspor. Serangan itu meledakkan gudang di pelabuhan Chornomorsk, Odessa. Selama ini, pelabuhan itu salah satu pintu keluar produk ekspor pangan Ukraina melalui Laut Hitam.
Terpisah, Gubernur Mykolaiv Vitalii Kim menyebut, provinsi di sisi selatan Ukraina itu jadi sasaran serangan pada Kamis dini hari. Setidaknya sembilan orang terluka akibat serangan tersebut. Sementara di Sumy, provinsi Ukraina yang berbatasan dengan Rusia, tercatat 100 ledakan sepanjang Rabu siang hingga Kamis dini hari. Rusia menggunakan roket, mortar, hingga artileri untuk menyerang Sumy.
Kesepakatan Ekspor Pangan
Kemenhan Rusia mengumumkan, seluruh kapal dari dan ke pelabuhan yang masih dikendalikan Ukraina akan dianggap Moskwa sebagai sasaran serangan yang sah. Kapal perang Rusia akan menyerang seluruh kapal dari dan ke pelabuhan yang dikendalikan Ukraina mulai Kamis dini hari.
Pengumuman itu tindak lanjut keputusan Rusia untuk tidak melanjutkan Kesepakatan Laut Hitam. Moskwa mundur dari kesepakatan itu mulai Selasa dini hari dan menolak perpanjangan.
Disetujui dengan perantaraan Turki pada 17 Juli 2022, kesepakatan mengatur koridor aman ekspor produk pangan Ukraina. Kyiv-Moskwa setuju sama-sama menjaga jalur yang disepakati itu dari aneka macam ranjau laut dan aneka perangkat serangan lainnya. Sejak perang meletus, Ukraina-Rusia sama-sama menyebar ranjau di Laut Hitam.
Rusia-Ukraina juga sepakat, kapal-kapal pengangkut ekspor pangan dan pupuk mereka melewati jalur itu. Kesepakatan itu berisi tentang pemulihan akses bank Rusia untuk penampung hasil ekspor itu, Rosslekhozbank, ke sistem pengelola transaksi internasional, SWIFT. Moskwa juga mengklaim, kesepakatan itu juga terkait dengan pencairan aset-aset Rusia yang dibekukan di berbagai negara.
Pada 13 Juli 2023, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa hak-hak Rusia tidak kunjung dipenuhi dalam Kesepakatan Laut Hitam. Moskwa memberi waktu sampai 17 Juli 2023 untuk pemenuhan hak tersebut. “Presiden sudah menegaskan, tenggat memenuhi kewajiban pihak lain maksimum 17 Juli 2023. Sayangnya, bagian kesepakatan yang menjadi permintaan Rusia tidak kunjung dipenuhi. Karena, kesepakatan tidak lagi berlaku,” kata juru bicara Kantor Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov.
Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan, Moskwa siap segera kembali ke kesepakatan itu bila kepentingan Rusia telah dipenuhi. Selama kepentingan Moskwa yang tercantum dalam kesepakatan itu belum dipenuhi, maka Rusia akan tetap berada di luar kesepakatan.
Dalam pernyataan pada Rabu siang, Putin menyebut Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak berdaya menegakkan kesepakatan itu. Ia menyanggah anggapan penghentian ekspor itu akan merugikan negara miskin. “Rusia memasok 20 persen pangan global. Ukraina hanya memasok lima persen. Angkanya jelas. Rusia siap menggantikan pasokan dari Ukraina, baik melalui mekanisme komersial maupun hibah gratis,” kata dia.
Klaim Kerugian
Menurut Putin, Kesepakatan Laut Hitam malah merugikan Rusia dan negara miskin. Rusia rugi hingga 2,8 miliar dollar AS karena kesepakatan itu. Kerugian ditimbulkan karena Rusia harus memberi diskon untuk penjualan pupuk dan bahan pangan yang diekspornya. Saat harga turun, aneka biaya produksi malah naik. “Petani dan produsen pupuk Rusia sebenarnya rugi karena kesepakatan ini,” ujarnya.
Negara-negara miskin yang dijadikan alasan penyusunan kesepakatan itu tidak mendapat manfaat. “Dari seluruh bahan pangan yang diangkut dari Ukraina, hanya tiga persen menuju bangsa-bangsa miskin,” ujarnya.
Ia menolak tudingan penghentian kesepakatan itu merugikan negara miskin. Justru kesepakatan itu disebutnya tidak membawa manfaat bagi negara miskin. Mokswa mengklaim, Afrika hanya menerima 54.000 ton bahan pangan yang diekspor dalam kerangka kesepakatan itu. Sementara 208.000 ton lainnya masuk ke pasar Uni Eropa.
Banjir bahan pangan dari Ukraina memicu reaksi keras dari sebagian anggota UE. Bulgaria, Hungaria, Polandia, Rumania, dan Slovakia melarang impor produk pertanian Ukraina pada April 2023. Sebab, harga komoditas dari Ukraina lebih murah dibandingkan produksi lima negara itu. Akibatnya, produk petani lima negara itu kalah saing dibandingkan produk Ukraina.
UE mencoba mencari jalan tengah. UE dan lima negara itu setuju larangan hanya berlaku sampai 15 September 2023. Walakin, Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengumumkan, Warsawa akan tetap melarang impor pangan dari Ukraina. Larangan akan diberlakukan jika UE tidak memberikan tawaran yang bisa diterima petani Polandia. “Kami tidak akan membuka perbatasan. Kami akan teguh mempertahankan petani Polandia,” kata dia.
Pelindungan terhadap petani dan sektor pertanian menjadi kewajiban pemerintah. Polandia tidak mau mengabaikan kewajiban itu. Polandia akan tetap melarang impor dengan atau tanpa persetujuan UE. (AFP/REUTERS)