Di Singapura Semua Mahal, tapi Pemerintah Bantu Warganya Penuhi Kebutuhan
Singapura memiliki tiga mimpi terhadap warga negaranya. Ketiga mimpi tersebut adalah menyediakan pendidikan berkualitas, pekerjaan yang baik, dan rumah yang layak.
Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Silmy Karim melaporkan, ada 3.912 warga negara Indonesia yang pindah kewarganegaraan ke Singapura selama tiga tahun terakhir, sejak 2019 hingga 2022.
Pertanyaannya, apa yang membuat ribuan eks warga negara Indonesia (WNI) itu tertarik untuk menjadi warga negara Singapura?
Keputusan-keputusan tersebut mungkin dilandasi pertimbangan-pertimbangan yang sangat personal. Meski demikian, menarik jika melihat lebih lanjut kira-kira apa saja sumbangsih negara kecil dengan luasan 734,3 kilometer persegi tersebut terhadap warga negaranya.
Menteri Sosial dan Pengembangan Keluarga Singapura Masagos Zulkifli, awal Juli 2023, memaparkan, Singapura memiliki tiga mimpi terhadap warga negaranya. Ketiga mimpi tersebut adalah menyediakan pendidikan berkualitas, pekerjaan yang baik, dan rumah yang layak.
Untuk mewujudkan ketiga mimpi itu, Singapura memperkuat fondasi sistem sosial mulai dari struktur yang paling bawah, yaitu keluarga. ”Setiap kebijakan berputar pada keberadaan keluarga, termasuk hak mendapatkan subsidi dan kepemilikan rumah,” kata Masagos.
Baca juga : Singapura Naikkan Pajak Penjualan, Konsumen Bergegas Belanja
Karena itulah, setiap kali ada bayi yang lahir, pemerintah menyediakan skema bonus bayi yang terdiri dari Baby Bonus Cash Gift (BBCG) dan Child Development Account (CDA) atau akun tabungan khusus untuk perkembangan anak.
Total BBCG yang diterima anak pertama dan kedua sejak lahir hingga usia 6,5 tahun sebesar 11.000 dollar Singapura (sekitar Rp 124,2 juta), sedangkan untuk anak ketiga dan seterusnya sebesar 13.000 dollar Singapura (sekitar Rp 146,8 juta). Pencairan bonus diberikan secara bertahap setiap enam bulan sekali sejak masa kelahiran.
Sementara itu, untuk tabungan khusus perkembangan anak atau CDA, pemerintah menyalurkan hibah 5.000 dollar Singapura (Rp 56,4 juta) kepada anak begitu orangtuanya membuka rekening CDA. Nominal hibah CDA ini naik 2.000 dollar Singapura dari hibah sebelumnya 3.000 dollar Singapura.
Pendidikan dan pekerjaan
Selain bonus bayi, begitu masuk sekolah, seorang anak Singapura juga menerima subsidi pendidikan 200.000 dollar Singapura (sekitar Rp 2,2 miliar). Subsidi pendidikan ini diterima hingga anak berusia 16 tahun.
Tahun 2022, Pemerintah Singapura mengalokasikan 12,4 persen dari total anggaran belanja mereka untuk anggaran pendidikan. ”Pendidikan itu bukan semata-mata pendidikan yang formal, tapi pendidikan yang bisa mendapatkan pekerjaan sehingga orang bisa mandiri,” papar Masagos.
Selain bonus bayi, begitu masuk sekolah, seorang anak Singapura juga menerima subsidi pendidikan 200.000 dollar Singapura (sekitar Rp 2,2 miliar).
Menurut Masagos, pemberian subsidi ini penting karena dengan pendidikan, seseorang akan mendapatkan kepakaran atau keahlian untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan memperoleh pekerjaan yang layak, masyarakat bisa mandiri, mantap (kokoh secara finansial), dan maju.
Baca juga : Singapura Terapkan Teknologi Pemindai Wajah, Muncul Kekhawatiran Soal Privasi
Perhatian Singapura terhadap penyediaan lapangan tenaga kerja, salah satunya, tecermin dari berdirinya SGEnable pada 10 tahun lalu. Lembaga di bawah Kementerian Sosial dan Pengembangan Keluarga Singapura ini menyediakan tempat pelatihan khusus bagi penyandang disabilitas agar mereka siap masuk dunia kerja.
Selain kepada karyawan, dukungan juga diberikan kepada perusahaan yang mau mempekerjakan karyawan penyandang disabilitas. Sejak 2021, Kementerian Tenaga Kerja Singapura menyediakan The Enabling Employment Credit (EEC), yaitu skema penggantian kerugian upah untuk mendukung tenaga kerja penyandang disabilitas.
Mulai 1 April 2023, perusahaan-perusahaan pemberi kerja juga mendapatkan dukungan insentif dari pemerintah untuk mempekerjakan penyandang disabilitas yang tidak bekerja selama enam bulan terakhir.
Baca juga: Membandingkan Singapura, Malaysia, dan Indonesia
Perusahaan-perusahaan yang ingin mempekerjakan penyandang disabilitas atau memberikan dukungan yang lebih baik kepada karyawan penyandang disabilitas bisa berkoordinasi dengan SGEnable.
Rumah
Setelah fasilitas pendidikan dan pekerjaan, persoalan yang tak kalah pelik di Singapura adalah penyediaan rumah. Dengan luas daratan yang sangat kecil, harga perumahan di Singapura praktis menjadi sangat mahal.
Sebagai gambaran, harga satu unit apartemen di daerah Jurong dengan dua kamar tidur, satu ruang tamu, dan satu kamar mandi atau toilet bisa mencapai 350.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 3,9 miliar.
Sementara untuk apartemen dengan tiga kamar tidur, tiga kamar mandi atau toilet, dan satu ruang tamu, harganya bisa tembus 2 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 22,4 miliar. Bisa dibayangkan dengan harga sejumlah itu, orang bisa membeli puluhan rumah di Indonesia dengan fasilitas yang sama.
Dengan keterbatasan lahan dan mahalnya harga hunian, sebagian besar warga Singapura tinggal di hunian vertikal atau apartemen. ”Hanya orang sekelas ’sultan’ (orang kaya raya) yang bisa punya rumah tapak (landed house),” ungkap Lee, salah satu warga Singapura di Jurong.
Saat ini 80 persen populasi penduduk Singapura tinggal di perumahan dan 90 persen di antaranya merupakan pemilik. Yang menarik, fokus kepemilikan rumah di Singapura ditujukan kepada keluarga. Artinya, orang baru diperbolehkan membeli rumah dengan salah satu syarat ketika sudah menikah.
Di sini, keluarga didefinisikan secara jelas sebagai hubungan perkawinan yang resmi antara perempuan dan laki-laki. ”Semua kebijakan di Singapura berputar pada keberadaan keluarga, termasuk hak mendapatkan subsidi dan kepemilikan rumah,” ujar Masagos.
Di Singapura, anggota parlemen menyediakan waktu secara reguler untuk bertemu ”empat mata” dan berdiskusi langsung dengan warga dalam acara Meet-the-People Sessions.
Semua kebijakan di Singapura berputar pada keberadaan keluarga, termasuk hak mendapatkan subsidi dan kepemilikan rumah.
Dalam pertemuan tersebut, masyarakat bisa menyampaikan keluhan dan kebutuhan mereka terkait penyediaan fasilitas publik oleh negara, seperti layanan kesehatan, pendidikan, juga perumahan.
Rahayu Mahzam, anggota parlemen untuk Jurong Group Representation Consituency (GRC), rutin menyempatkan diri bertemu dengan konstituennya. Pada Jumat (7/7/2023), Rahayu dibantu timnya membuka layanan pengaduan langsung dari masyarakat di kompleks apartemen Jurong East. Ia menemui warga dari sore hingga malam hari.
"Forward Singapore"
Pascapandemi Covid-19, Singapura meluncurkan program ”Forward Singapore” pada Juni 2022. Menurut Wakil Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong, Forward Singapore adalah semangat untuk meninjau kembali kebijakan pemerintah dalam memperkuat kohesi sosial.
Harapannya, siapa pun yang tinggal di Singapura bisa mendapatkan pendidikan yang baik, rumah untuk keluarga mereka, juga pekerjaan yang baik dan penghasilan yang layak.
”Kami sedang meninjau kebijakan kami di semua area untuk melihat bagaimana kami dapat memberi jaminan yang lebih besar untuk menyediakan semua ini,” papar Wong.
Salah satu hal yang sedang dijalankan adalah penguatan jaring pengaman sosial di Singapura. ”Akan ada kelompok berpenghasilan rendah, kelompok rentan, dan orang kehilangan pekerjaan. Bagaimana kita bisa menyediakan dukungan lebih kuat agar mereka bangkit kembali dari kemunduran ini,” kata Wong.
Selain pemerintah yang bergerak, menurut Wong, masyarakat Singapura juga harus melakukan sesuatu yang menjadi bagian tanggung jawab mereka.
Ia mencontohkan, Pemerintah Singapura mengerahkan banyak sumber daya kesehatan untuk mencegah warganya sakit. Itu berarti pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang banyak untuk pemeriksaan kesehatan.
Pada saat yang sama, warga negara harus melakukan gerakan yang mendukung langkah tersebut dengan menjaga pola hidup yang sehat, mengubah pola makan, dan memiliki satu dokter keluarga yang bisa mereka kunjungi secara teratur untuk memeriksakan kesehatan.
Jika pemerintah dan masyarakat bisa sama-sama menjalankan tanggung jawabnya, Wong yakin masyarakat Singapura akan memiliki kepercayaan tinggi dan bisa melewati krisis apa pun di masa depan.
Baca juga: Kiat Singapura Memuliakan Penyandang Disabilitas
Sebagai negara yang relatif berusia muda, 58 tahun, Singapura berupaya keras untuk memberikan pelayanan terbaik bagi warga negaranya. Meski di Singapura semua hal mahal, tapi pemerintah setempat menyediakan sehingga masyarakat bisa menikmatinya.