Harga Tiket Pesawat Terus Naik, Penting Tahu Kiat Cari Tiket Murah
Konsumen di Asia Pasifik membeli tiket lebih mahal dibanding kawasan lain karena kombinasi beberapa faktor, termasuk perang Ukraina, pandemi, dan proteksionisme. Tak perlu terlalu cemas, ada kiat mencari tiket murah.
Asia bertahan sebagai kawasan dengan harga rata-rata tiket pesawat paling mahal dibandingkan kawasan-kawasan lain. Bukannya turun, harga tiket pesawat di Asia akan terus naik dalam beberapa waktu mendatang. Di tengah tren tersebut, penting untuk mengetahui kiat-kiat mendapat tiket dengan harga lebih murah atau terjangkau.
Beragam faktor membuat harga tiket pesawat tetap tinggi. Dalam laporan pada Kamis (31/8/2023), laman berita Al Jazeera mengangkat keluhan warga Australia. Salah seorang warga dari negara itu mengaku batal berlibur ke Bali gara-gara harga tiket pesawat mahal.
Kenaikan harga tiket pesawat tentu tidak hanya dialami Australia. Harga tiket pesawat di Eropa pada musim panas tahun 2023 lebih tinggi 32 persen dibandingkan pada musim panas 2022. Di Asia, harga rata-rata tiket 2023 lebih tinggi 67 persen dibandingkan harga rata-rata 2019.
American Express Global Business Travel (Amex GBT), perusahaan travel multinasional berkantor pusat di New York, AS, mencatat bahwa harga rata-rata tiket ekonomi dari Asia ke Amerika dan Eropa Barat akan naik hampir 10 persen. Sementara di kelas bisnis, lonjakannya bisa mendekati 100 persen. Hal ini tecermin pada harga tiket kelas bisnis dari Paris ke Shanghai. Dari 5.650 dollar AS pada 2019, harga tiket kelas bisnis untuk rute itu mencapai 11.500 dollar AS pada 2023.
Baca juga : Akses Transportasi Udara Masih Memegang Peran Sentral
Wakil Presiden Skyscanner Hugh Aitken menyebut, konsumen di Asia Pasifik dipaksa membeli tiket lebih mahal dibandingkan kawasan lain. Pejabat pada perusahaan penyedia jasa pembandingan harga tiket pesawat itu menyebutkan, ada banyak faktor penyebab kenaikan harga tiket pesawat.
Secara ringkas, harga tiket pesawat naik karena kombinasi dampak perang Ukraina dan pandemi. Khusus di Australia, menurut Al Jazeera, ada faktor proteksionisme pada Qantas Airlines.
Kamar dagang dan industri Australia menaksir, Australia akan kehilangan 511 juta dollar AS per tahun gara-gara proteksi pada Qantas. Taksiran itu didasarkan perkiraan kehilangan pelancong yang batal bepergian karena tiket pesawat mahal.
Pandemi dan perang
China amat penting dalam bisnis penerbangan, perjalanan, dan pariwisata, baik Asia maupun global. Sebelum pandemi, pelawat dan pelancong China membelanjakan hingga 600 juta dollar AS per hari untuk penerbangan, transportasi wisata, penginapan, hingga belanja di tempat wisata.
Tidak ada negara bisa mendekati nilai total belanja China. Berbagai kawasan, termasuk Asia Tenggara, mengandalkan China sebagai sumber utama pelancong.
Tidak ada negara bisa mendekati nilai total belanja China. Berbagai kawasan, termasuk Asia Tenggara, mengandalkan China sebagai sumber utama pelancong.
Semua itu mendadak hilang selama pandemi. Sampai sekarang, jumlah pelancong asal China belum kunjung pulih. Kerepotan untuk kembali ke China membuat warga China menunda perjalanan ke luar negeri. Dengan pencabutan kewajiban tes dan karantina, perjalanan dari China ke luar negeri diharapkan bisa mulai pulih.
”Pasar belum benar-benar pulih karena permintaan masih lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi,” demikian pernyataan AMEX GBT soal penerbangan di Asia Pasifik.
Rendahnya permintaan tecermin dari tingkat keterisian kursi di pesawat. Di berbagai rute, masih banyak pesawat yang sebagian kursinya kosong. Penumpangnya tidak ada atau sangat minim. Padahal, berangkat dengan kondisi kursi terisi penuh atau separuh kosong, tetap sama biayanya bagi maskapai. Biaya itu kini ditanggung oleh penumpang yang jumlahnya lebih sedikit. Akibatnya, harga tiket pesawat tetap tinggi.
Baca juga : Tiket Pesawat dalam Wilayah NTT Lebih Mahal Dibandingkan Luar Provinsi
Sementara dari sisi operator, imbas pandemi belum bisa dihilangkan, antara lain, karena harus ada pelatihan ulang. Sebagian pilot meninggalkan sama sekali sektor dirgantara selama pandemi ketika banyak pesawat komersial dikandangkan. ”Untuk mengembalikan mereka, kami harus melatih ulang mereka,” kata CEO Qantas Alan Joyce.
Selama pelatihan, gaji mereka tetap harus dibayar. Selama pelatihan belum selesai, mereka tentu belum bisa bekerja. Akibatnya, ada kekurangan pilot di Qantas dan berbagai maskapai lain. Padahal, jumlah penumpang terus naik seiring pelonggaran pembatasan gerak.
Bukan hanya pilot, awak kabin dan berbagai pekerja lain di sektor dirgantara juga harus dilatih ulang. Hal itu untuk memastikan mereka benar-benar terampil saat bertugas.
Kalaupun sudah selesai latihan, ada masalah upah. Inflasi dalam 3,5 tahun terakhir membuat pekerja di berbagai sektor ingin kenaikan gaji. Saat kenaikan gaji tidak diberikan, mereka mogok. Akibatnya, sekali lagi, terjadi kekurangan pekerja.
Namun, jika gaji dinaikkan, berarti harga jual jasa harus dinaikkan pula. Tentu saja, konsumen yang harus menanggung kenaikan itu. Serba dilematis.
Dalam struktur biaya maskapai, ongkos faktor pekerja bisa mencapai 30 persen. Sisanya dari beragam faktor lain, mulai dari antisipasi penyusutan aset, pembayaran jasa bandara, hingga bahan bakar.
Di Qantas, menurut Joyce, harga bahan bakar naik 63 persen dibandingkan harga tahun 2019. ”Karena harga bahan bakar naik, harga tiket juga akan tetap tinggi,” ujarnya.
Kenaikan harga bahan bakar tidak lepas dari perang Ukraina. Perang itu terjadi kala dunia sedang membutuhkan minyak di tengah usaha pemulihan dari dampak pandemi. Perang membuat rantai pasok beragam komoditas, termasuk minyak, terganggu. Akibatnya, ada kenaikan harga.
Perang Ukraina, juga di wilayah lain, memicu penutupan wilayah udara. Akibatnya, sebagian rute penerbangan harus menambah jarak. Keputusan Rusia menutup seluruh wilayah udaranya untuk hampir seluruh maskapai Eropa Barat dan Amerika Utara membuat banyak maskapai harus terbang memutar. Ini berarti ada tambahan waktu penerbangan.
Baca juga : Potongan Harga Tiket Pesawat Diharapkan Naikkan Minat Berwisata
Tambahan waktu terbang berimbas pada konsumsi bahan bakar, makanan yang harus disajikan ke penumpang, hingga upah awak kabin. Waktu perawatan juga lebih sering dan berarti ada tambahan biaya perawatan. Aneka tambahan biaya itu membuat harga tiket pesawat naik.
Mencari tiket murah
Meski amat sulit, bukan berarti tidak ada sama sekali peluang mencari tiket murah. Paling tidak ada dua kiat awal untuk mencari tiket murah. Pertama, memilih jadwal penerbangan pada tengah pekan atau Senin hingga Kamis. Kedua, pembelian tiket dilakukan jauh-jauh hari.
Sejumlah perusahaan teknologi penyedia jasa pembanding harga tiket dan kamar, seperti Trip hingga Skyscanner, menganjurkan pencarian tiket dilakukan mulai lima bulan hingga empat bulan sebelum perjalanan. Jika lebih lambat atau lebih cepat dari itu, ada peluang harga tiket lebih tinggi.
Meski amat sulit, bukan berarti tidak ada sama sekali peluang mencari tiket murah. Paling tidak ada dua kiat awal untuk mencari tiket murah.
”Laman-laman itu akan membantu calon pelancong melihat pilihan-pilihan harga tiket," kata Julie Ramhold, analis perilaku konsumen.
Sebelum memulai pencarian, konsumen disarankan membersihkan riwayat selancar di peramban. Selain itu, sebaiknya menggunakan peramban dalam mode incognito atau pribadi. Dengan mode ini, peluang maskapai melacak riwayat pencarian akan berkurang. Riwayat pencarian itu merupakan salah satu penyebab berbagai maskapai cenderung memberikan harga tinggi untuk rute penerbangan yang dicari berulang kali.
”Maskapai akan menandai, siapa yang mencari berulang kali. Semakin banyak indikasi sering mencari, semakin besar peluang dikenai harga tinggi," kata Ramhold.
Kiat lain untuk mencari penerbangan murah adalah mempertimbangkan penerbangan tidak langsung. Bukan sembarang penerbangan tidak langsung, pelancong perlu terlebih dulu mencari penerbangan ke bandara-bandara yang ramai dan jadi penghubung kawasan. Dari sana, bisa melanjutkan penerbangan ke rute lain. Hal ini berdasarkan prinsip semakin banyak penumpang, semakin murah harga tiket.
Selain itu, lebih disarankan memesan tiket berangkat dan pulang secara pisah. Dengan demikian, pencarian akan lebih lentur dan tersedia lebih banyak pilihan. Pencarian tiket pergi-pulang kerap menghasilkan harga yang lebih mahal dibandingkan jika pencarian kedua perjalanan itu dipisah.
Jika jadwalnya tidak mendesak, sebaiknya perencanaan liburan dimulai dengan pencarian tiket pesawat dulu. Jika sudah mendapat tiket, baru merencanakan agenda lain dalam liburan. (AFP/REUTERS)