Kongo Desak PBB Segera Tarik Misi Perdamaian MONUSCO
Presiden Kongo Felix Tshisekedi menilai misi perdamaian gagal melindungi warga sipil Kongo. Oleh karena itu, proses penarikan perlu dipercepat dari Desember 2024 menjadi Desember 2023.
NEW YORK, KAMIS – Dengan dalih bahwa misi perdamaian Perserikatan Bangsa-bangsa di Kongo, MANUSCO, gagal menghadirkan stabilitas keamanan, Presiden Republik Demokratik Kongo, Felix Tshisekedi meminta agar misi tersebut segara ditarik. “Sangat disesalkan bahwa misi penjaga perdamaian yang dikerahkan selama 25 tahun itu, gagal mengatasi pemberontakan dan konflik bersenjata,” kata Tshisekedi di depan Sidang Umum PBB, Rabu (20/9/2023).
Sebagai catatan, merujuk laman resmi PBB, MANUSCO (Mission de l'Organisation des Nations Unies pour la stabilisation en République démocratique du Congo) atau misi Misi Stabilisasi PBB di Republik Demokratik Kongo mulai aktif bertugas sejak 2010. MONUSCO meneruskan misi yang diemban oleh MONUC (Mission de l'Organisation des Nations Unies en République démocratique du Congo) yang mendapat mandat PBB – melalui resolusi 1279 – sejak November tahun 1999.
Baca juga: Perlindungan Misi PBB di Area Konflik
Kehadiran mereka menyusul penandatanganan Perjanjian Gencatan Senjata Lusaka pada bulan Juli 1999 antara Republik Demokratik Kongo (DRC) dan lima negara regional. Awalnya, tugas mereka MONUC adalah mengawasi gencatan senjata, pembebasan tentara, serta menjaga hubungan dengan semua pihak yang terlibat dalam perjanjian gencatan senjata. Kemudian melalui serangkaian resolusi lain, Dewan Keamanan PBB memperluas mandat MONUC, termasuk mengawasi pelaksanaan perjanjian dan memberi tugas tambahan yang terkait dengan misi tersebut.
Lantas pada 1 Juli 2010, melalui resolusi baru dari DK PBB yang ditetapkan pada 28 Mei 2010,, MONUC berganti nama menjadi MONUSCO – menitikberatkan pada isu stabilisasi – yang mencerminkan fase baru yang dicapai Republik Demokratik Kongo terkait situasi keamanan negeri itu. Setiap tahun anggaran yang diserap misi itu mencapai sekitar 1 miliar dollar AS.
Namun, setelah bertugas selama belasan tahun MONUSCO dinilai gagal oleh sejumlah pihak di Kongo. MONUSCO dinilai gagal mengatasi ketidakamanan di wilayah timur Kongo yang menyebabkan warga sipil kerap menjadi korban pertikaian kelompok-kelompok milisi yang berebut sumber daya alam dan wilayah. Keberadaan milisi-milisi itu merupakan bagian dari warisan perang regional yang berkobar tahun 1990an dan 2000an.
Baca juga: PBB Rayakan 75 Tahun Misi Perdamaian
Salah satu kelompok milisi pemberontak yang aktif di wilayah timur Kongo adalah M23 (Gerakan 23 Maret). Sejak tahun 2021 mereka menguasai sebagian besar wilayah di provinsi Kivu Utara di mana sebagian misi MONUSCO ditempatkan. Oleh sejumlah pihak, termasuk AS, Perancis, dan sejumlah pakar independent PBB, M23 mendapat dukungan dari Rwanda. Namun Rwanda membantah tuduhan itu.
Tidak populer
Ketidakpopuleran MONUSCO memicu sejumlah unjuk rasa dan retorika populis di negeri itu. Pada akhir Agustus lalu, terjadi unjuk rasa anti-PBB di Goma, Kongo. Oleh aparat setempat unjuk rasa yang dimotori sejumlah sekte keagamaan itu ditindak brutal. Setidaknya 57 orang tewas, menurut Menteri Dalam Negeri Peter Kazadi. Selain itu, lebih dari 140 warga sipil termasuk sekitar 30 anak di bawah umur ditangkap selama operasi militer tanggal 30 Agustus. Mereka dituduh berpartisipasi dalam gerakan pemberontakan, konspirasi dan pembunuhan.
Unjuk rasa itu dimotori oleh sebuah sekte bernama Natural Judaic and Messianic Faith Toward the Nations, dikenal dengan nama Wazalendo. Para pendukungnya menentang organisasi regional Komunitas Afrika Timur dan misi penjaga perdamaian PBB di Kongo.
“Wazalendo tidak punya masalah dengan pihak berwenang; mereka adalah orang-orang yang hanya menginginkan perdamaian di negaranya,” kata Nsimire Sifa seorang pengunjuk rasa. Wazalendo dan sejumlah pihak mengatakan, MONUSCO tidak berbuat banyak untuk membantu melindungi warga sipil dari konflik yang terjadi di Kongo bagian timur.
Baca juga: Mendorong Perbaikan Misi Perdamaian Dunia
“Masyarakat mempunyai hak untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas dan berkumpul secara damai, bahkan jika mereka melakukan protes terhadap PBB dan aktor-aktor lain,” kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB Ravina Shamdasani, Jumat (1/9/2023).
Terkait kasus itu, sebanyak enam tentara termasuk dua perwira pasukan elit Garda Republik diadili dengan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar perintah. Ada dugaan dari pihak militer bahwa sejumlah pengunjuk rasa adalah anggota M23. Saat ini proses pengadilan atas kasus tersebut tengah berlangsung dan pemerintah Kongo berjanji untuk menegakkan keadilan.
Sebelumnya pada Juli tahun lalu juga terjadi unjuk rasa anti-PBB di Goma dan Butembo yang menyebabkan lebih dari 15 orang tewas, termasuk tiga tentara penjaga perdamaian.
“Adalah sebuah ilusi dan kontraproduktif jika terus berpegang teguh pada pengerahan MONUSCO untuk memulihkan perdamaian,” kata Tshisekedi. “Percepatan penarikan MONUSCO mutlak diperlukan untuk meredakan ketegangan,” kata Tshisekedi lagi.
Menurutnya, misi yang diawaki oleh 15.000 tentara penjaga perdamaian itu – termasuk 850 di antaranya adalah personel TNI – belum berhasil menghadapi pemberontakan dan konflik bersenjata serta melindungi penduduk sipil. “Oleh karena itu, sudah waktunya bagi kami untuk mengambil kendali penuh atas nasibnya dan menjadi aktor utama dalam stabilitas negeri kami sendiri,” kata Tshisekedi yang pada Desember tahun ini akan kembali mencalonkan diri menjadi presiden.
Baca juga: Seorang Anggota Pasukan Perdamaian Indonesia di Kongo Gugur
Pada tahun 2020, Dewan Keamanan PBB memang telah menyetujui rencana penarikan bertahap misi perdamaian PBB dari Kongo mulai Desember 2024. DK PBB juga telah menetapkan parameter untuk mengalihkan tanggung jawab pasukan PBB ke pasukan Kongo. Namun pada September lalu, Kongo meminta agar DK PBB memulai proses penarikan personel MONUSCO pada Desember 2023.
“Inilah sebabnya, Saya menginstruksikan Pemerintah Republik untuk memulai diskusi dengan otoritas PBB untuk mempercepat penarikan MONUSCO, dengan memajukan dimulainya penarikan progresif ini dari sebelumnya pada Desember 2024 menjadi Desember 2023,” katanya.
Baca juga: Milisi Kongo Serahkan 116 Pucuk Senjata kepada TNI
Namun Amerika Serikat telah mengingatkan DK PBB agar tidak melakukan penarikan misi perdamaian itu secara tergesa-gesa. Washington menilai, Kongo belum siap berpisah dengan misi perdamaian PBB pada akhir tahun 2023.
Pada pertengahan Agustus lalu, AS menjatuhkan sanksi kepada seorang anggota angkatan bersenjata Kongo, empat anggota senior milisi Kongo, dan seorang perwira senior Rwanda. Mereka diduga turut memicu konflik di wilayah Kongo bagian timur.
(AP/AFP/Reuters)