Indonesia, Malaysia, dan Thailand Jalin Kerja Sama Perkuat Peran Ekonomi
Forum Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle atau IMT-GT 2023 membahas pembangunan ekonomi bersama tiga negara. Kerja sama itu membuat peran tiga negara tersebut makin kuat.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Forum Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle atau IMT-GT 2023 membahas pembangunan ekonomi bersama tiga negara yang meliputi sektor perdagangan, investasi, pariwisata, infrastruktur, lingkungan hidup, pertanian, hingga industri halal. Kerja sama IMT-GT membuat peran ketiga negara tersebut semakin kuat di kawasan subregional ASEAN.
Forum IMT-GT 2023 digelar di Kota Batam, Kepulauan Riau, pada 26 September hingga 1 Oktober 2023. Rangkaian kegiatan IMT-GT 2023 terdiri dari pertemuan lintas kementerian, pelaku usaha, pameran, dan sebagainya.
Pada Jumat (29/9/2023), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto, Menteri Ekonomi Malaysia Rafizi Ramli, dan Wakil Menteri Keuangan Thailand Julapun Amornvivat menggelar pertemuan dalam forum tersebut. Seusai pertemuan, ketiganya menyampaikan keterangan pada media di Batam.
Airlangga menyatakan, selama 30 tahun perjalanan forum IMT-GT, sudah banyak kemajuan yang dicapai. Hal itu antara lain terlihat dari kenaikan investasi, peningkatan produk domestik bruto, tumbuhnya nilai perdagangan, dan pengembangan di sektor wisata.
Menurut Airlangga, perjalanan yang panjang disertai komitmen kuat membuat peran Indonesia, Malaysia, dan Thailand semakin besar, terutama di kawasan Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional.
”IMT-GT memiliki visi untuk menjadikan kawasan terintegrasi, inklusif, inovatif, hijau, dan berkelanjutan di tahun 2036,” ujarnya.
Airlangga mengatakan, Indonesia, Malaysia, dan Thailand telah menempuh kerja sama di banyak sektor. Namun, upaya penguatan masih dibutuhkan. Dia mencontohkan, sebagai negara penghasil kelapa sawit dan karet, tiga negara itu bisa menguasai pasar dunia jika dapat melakukan hilirisasi dengan baik.
Indonesia merupakan penghasil crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 45,5 juta ton per tahun. Sementara itu, Malaysia berada pada peringkat kedua dan Thailand pada posisi ketiga. Pada tahun 2021, pangsa pasar sawit Indonesia mencapai 59 persen di dunia, disusul Malaysia sebesar 25 persen.
Pada 2022, industri sawit di Indonesia menyumbang devisa 39,07 miliar dollar AS atau sekitar Rp 600 triliun. Oleh karena itu, apabila terjalin kerja sama hilirisasi CPO yang baik, Indonesia, Malaysia, dan Thailand dapat mendominasi pasar dunia.
Dalam pertemuan tertutup itu juga disebutkan, pada tahun ini sedikitnya terdapat 36 proyek konektivitas dengan nilai investasi 57 miliar dollar AS. Selain itu terdapat 152 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan nilai investasi 434 miliar dollar AS.
Airlangga menambahkan, kerja sama ekonomi tidak boleh menafikan lingkungan. Oleh sebab itu konsep green economic atau ekonomi hijau harus diterapkan. Di sisi lain, adopsi digital juga perlu dilakukan agar terbangun smart city atau kota cerdas berbasis digital.
IMT-GT memiliki visi untuk menjadikan kawasan terintegrasi, inklusif, inovatif, hijau, dan berkelanjutan di tahun 2036.
Sebelumnya, dalam pertemuan Joint Business Council (JBC) atau Dewan Bisnis Bersama, yang merupakan bagian dari IMT-GT, disepakati pengembangan Kawasan Industri Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Beberapa aktivitas kerja sama di Kawasan Industri Kuala Tanjung meliputi pelayanan konsultasi bidang manajemen operasional dan pemeliharaan kawasan industri, jasa pembangunan dan pengelolaan kawasan industri, serta sewa kawasan industri dan jasa pengolahan limbah.
Selanjutnya, JBC akan memperluas area kerja sama, misalnya terkait penguatan sektor lingkungan. Hal itu dilakukan melalui pengembangan energi terbarukan, lampu jalan beraliran tenaga matahari, dan pembangkit listrik siklus gabungan.
Rafizi Ramli menyatakan, meski memiliki keunggulan lokasi dan kekayaan sumber daya alam, IMT-GT perlu mengatasi berbagai tantangan, seperti kesenjangan infrastruktur, inkonsistensi peraturan, dan terbatasnya akses terhadap pendanaan.
Dibutuhkan kolaborasi dan integrasi di subkawasan untuk mengatasi tantangan tersebut. ”Banyak tantangan ekonomi di tingkat global sehingga kita akan kuat jika bersama,” ujar Ramzi.
Sementara itu, Julapun Amornvivat mengatakan, pertemuan tersebut didorong untuk menghasilkan sesuatu yang konkret. IMT-GT juga terus berupaya memberikan pedoman dalam meningkatkan koridor ekonomi hingga implementasi ekonomi ramah lingkungan.