Bank dan Operator Telekomunikasi Bertanggung Jawab dalam Penipuan Daring
Berulang kali terdengar warga lansia kehilangan tabungan mereka karena aplikasi palsu yang ternyata program jahat. Aplikasi itu malah mencuri akses perbankan lalu menguras isi rekening korban.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
SINGAPURA, KAMIS — Nasabah korban penipuan daring dapat meminta ganti rugi kepada bank dan operator telekomunikasi. Di sisi lain, nasabah juga perlu berhati-hati agar tidak terjebak penipuan yang memanfaatkan layanan pesan singkat di ponsel.
Hak nasabah itu diusulkan Monetary Authority of Singapore (MAS) dan Infocomm Media Development Authority (IMDA). Dilaporkan Channel News Asia dan The Straits Times pada Kamis (26/10/2023), usulan itu dicantumkan dalam rancangan Kerangka Kerja Pembagian Tanggung Jawab (SRF).
Naskah rancangan SRF diungkap IMDA dan MAS pada Rabu (25/10/2023). Singapura mengikuti jejak Inggris yang telah lebih dulu membuat aturan sejenis.
SRF mulai digagas setelah 800 nasabah OCBC Singapura tertipu. Kerugian totalnya mencapai 13,7 juta dollar Singapura.
Untuk tahap awal, SRF akan fokus pada penipuan dan manipulasi untuk mencuri data konsumen. Pada Januari-Juni 2023, Singapura mencatat 3.000 kasus dengan metode yang juga dikenal sebagai phising itu. Singapura juga mencatat lebih dari 19.000 kasus penipuan daring dengan beragam modus dan teknik pada semester I-2023.
Dalam SRF, bank diwajibkan memberitahukan nasabah jika ada transaksi mencurigakan. Sementara operator telekomunikasi diwajibkan membuat penyaring SMS. Operator juga wajib memastikan SMS yang disebar massal hanya dari pihak asli.
Operator harus memastikan SMS yang memakai identitas bank dan lembaga keuangan lainnya benar-benar dikirimkan oleh bank atau lembaga keuangan yang terdaftar di Singapura. Operator diharuskan memberi label ”potensi penipuan” pada SMS promosi yang dikirim oleh pihak tidak terdaftar di otoritas.
Jika kewajiban itu gagal dipenuhi, bank dan operator telekomunikasi wajib membayar ganti rugi kepada konsumen atau nasabah. Bank juga wajib memberi ganti rugi jika ada penipuan terjadi selama sistem perbankan bermasalah.
Sebaliknya, jika perbankan dan operator telah memenuhi kewajiban, konsumen atau nasabah tidak bisa meminta ganti rugi. Ganti rugi juga tidak dapat diberikan dalam kasus penipuan berkedok kencan palsu atau penawaran belanja dan investasi dari pihak di luar negeri. Karena itu, nasabah dan konsumen diminta senantiasa berhati-hati.
Tanggapan
Kepada Channel News Asia dan The Straits Times, operator telekomunikasi Singapura mengaku masih mempelajari naskah SRF. Mereka akan berkoordinasi dengan otoritas selama menelaah naskah itu.
Sementara Direktur Asosiasi Bank Singapura (ABS) Ong-Ang Ai Boon menyebut, ABS menyambut naskah awal SRF. Sebab, naskah itu meletakkan dasar-dasar tanggung jawab berbagai pihak untuk mencegah penipuan daring. Diperlukan kerja sama lintas pihak dan sektoral untuk mengatasi penipuan daring. Perusahaan pengelola lokapasar dan e-dagang juga perlu dilibatkan.
Anggota ABS akan terus memperbaiki dan menguatkan langkah anti-penipuan. Sebab, metode penipuan daring terus berubah.
Presiden Asosiasi Konsumen Singapura Melvin Yong juga menyebut SRF sudah berimbang. Kerangka kerja itu memberikan perlindungan lebih lanjut kepada konsumen. ”Usulannya berimbang, masuk akal, dan memberikan tanggung jawab sepadan kepada bank, lembaga keuangan, operator telekomunikasi, dan konsumen,” katanya.
Sementara Direktur Kajian Tata Kelola dan Keberlanjutan pada National University Singapore Lawrence Loh menyebut SRF menunjukkan kemajuan penting. Sebab, rancangan SRF memasukkan operator telekomunikasi sebagai pihak yang bertanggung jawab. ”Operator memfasilitasi komunikasi di antara penipu dan korban, dan seharusnya mereka (operator) peduli soal itu,” ujarnya.
Pakar keamanan internet, Raju Chellam, menyarankan perbaikan pada naskah itu. Ia secara spesifik menyoroti kasus-kasus penipuan yang melanda warga lansia dan orang-orang dengan keterbelakangan mental.
Otoritas dan operator, menurut dia, perlu menunda penyelesaian transaksi mencurigakan pada rekening milik dua kelompok warga itu. Kelompok itu, berdasarkan data otoritas Singapura, termasuk rentan menjadi korban aneka modus penipuan daring.
Sementara tokoh oposisi Singapura, Sylvia Lim, menyoroti pembatasan cakupan SRF. ”Sejumlah modus penipuan belum dibahas, misalnya penipuan dengan program jahat,” ujarnya.
Dalam SRF, korban penipuan karena program jahat tidak bisa mendapat ganti rugi. Padahal, seharusnya otoritas perlu mencegah program itu tersebar dan memangsa warga.
Berulang kali terdengar warga lansia kehilangan tabungan mereka karena aplikasi palsu yang ternyata program jahat. Aplikasi itu malah mencuri akses perbankan lalu menguras isi rekening korban.