Serangan Jantung, Mantan PM China Li Keqiang Meninggal
Li ekonom yang cemerlang, tetapi akhir kiprahnya di dunia politik terhambat karena berseteru dengan Xi Jinping.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
SHANGHAI, JUMAT — Perdana Menteri China periode 2013-2023 Li Keqiang meninggal dalam usia 68 tahun akibat serangan jantung. Li adalah politikus yang berpikiran terbuka dan sangat mendukung peningkatan keterlibatan sektor swasta untuk pembangunan perekonomian China. Pada akhir kiprahnya di Partai Komunis China, ia disundul dari lingkaran pemerintahan akibat Presiden Xi Jinping menginginkan kekuasaan yang absolut.
Kantor berita nasional China, Xinhua, mengabarkan, Li meninggal di Shanghai pada Jumat (27/10/2023) pukul 00.10. ”Kamerad Li sedang beristirahat di Shanghai ketika ia mengalami serangan jantung. Segala upaya untuk menyelamatkan nyawanya tidak berhasil,” demikian bunyi berita singkat kematian Li. Dilansir dari Xinhua, obituari beserta rencana persemayaman dan pemakaman akan diumumkan setelah ada kepastian dari pemerintah.
Li lahir di Hefei, Provinsi Anhui, pada Juli 1955. Menurut laman resmi Partai Komunis China (PKC), ia bergabung dengan partai itu pada 1976 ketika masih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Beijing. Setelah itu, ia melanjutkan studi ke jurusan ekonomi sambil tetap aktif berkiprah di PKC.
Lulus kuliah, ia bekerja untuk pemerintah. Pada 1998, ia menjadi wakil gubernur Provinsi Henan dan tidak lama kemudian menjadi gubernur. Ketika itu, Li adalah gubernur termuda dalam sejarah China, yaitu 43 tahun. Ia menjabat di Henan sampai tahun 2004 lalu pindah ke Provinsi Liaoning sebagai Sekretaris PKC Tingkat Provinsi.
Pada 2007, Li diangkat memasuki Komite Pusat PKC. Ia dikenal sebagai salah satu pendukung Hu Jintao, Sekretaris Jenderal PKC 2002-2012 sekaligus Presiden China 2003-2013. Hu dikenal sebagai pemimpin China yang lebih konservatif. Beberapa aturan yang melonggarkan swasta diketatkan kembali oleh Hu.
Di Komite Pusat PKC, Li termasuk politikus yang cemerlang. Ia bahkan digadang-gadang menjadi pengganti Hu sebagai Presiden China ataupun Sekjen PKC tahun 2013 ketika masa jabatannya selesai. Akan tetapi, saingan terberat Li ketika itu adalah Xi Jinping.
Ia sebelumnya gubernur sekaligus sekjen PKC di Shanghai. Orang yang memimpin Shanghai, yang merupakan pusat perdagangan China, hampir dipastikan berada di jalur untuk memimpin China dan PKC.
Xi terpilih sebagai presiden dan Li sebagai perdana menteri.
Sebelumnya, Li juga diduga kuat akan menggantikan PM Wen Jiabao (2003-2013). Prestasi Li di bidang ekonomi menjadi kekuatannya. Selama ia menjabat sebagai anggota Komite Tetap PKC sekaligus Wakil PM untuk Wen, Li mengawasi jalannya pembangunan Bendungan Tiga Ngarai. Proyek infrastruktur ambisius itu menargetkan penyediaan listrik sebesar 101,6 tetrawatt per jam.
Kita terlalu bergantung pada investasi di infrastruktur untuk pembangunan ekonomi. Kita harus lebih serius mengembangkan industri dan meningkatkan kemampuan konsumsi masyarakat.
Sebagai PM, Li mempraktikkan kepercayaannya ini dengan merumuskan ulang berbagai kebijakan perekonomian China. Ia membuka pintu sebesar-besarnya bagi para investor asing untuk menanam modal di China. Birokrasi juga ia pangkas demi meningkatkan jumlah perusahaan swasta dan menggenjot konsumsi masyarakat.
Heboh kebijakan Li ini membuat tiga ekonom dari perusahaan aset dan modal Barclays Capital, yakni Huang Yiping, Chang Jian, dan Joey Chiew, menciptakan istilah ”Likonomi”. Dilansir dari majalah The Economics edisi 1 Juli 2013, Likonomi ini mempunyai ciri khas tidak ada stimulus ataupun investasi pemerintah, menurunkan persentase utang, dan reformasi struktural.
Li mendukung hasil laporan Bank Dunia 2012. Laporan ini mengatakan, jika China ingin mencapai kesuksesan pada 2030, mereka harus memastikan suasana ekonomi nasional ramah dan kondusif bagi perusahaan-perusahaan asing untuk datang dan membangun perekonomian di sana. Berkat kebijakan ini, Li dekat dan didukung oleh para pengusaha.
Meski demikian, seiring perjalanan pemerintahan Xi, arah ekonomi China berubah. Xi menjadi lebih nasionalis dan ingin mengembalikan kejayaan PKC seperti pada masa-masa awal partai ini terbentuk. Oleh sebab itu, Xi di masa jabatan yang kedua berubah lebih keras, yaitu mengetatkan peraturan supaya badan-badan usaha milik pemerintah lebih banyak terlibat di perekonomian.
Lembaga kajian independen Unirule mengatakan, badan usaha milik negara ini sangat tidak efektif. Kerugian yang ditimbulkan mencapai 6 persen. Unirule kemudian ditutup atas perintah Xi dengan alasan menjaga aliran informasi di masyarakat.
Salah satu aturan yang dikeluarkan Xi ialah perlindungan data pribadi yang mewajibkan seluruh perusahaan menyetor data mereka kepada Pemerintah China. Sejumlah perusahaan, antara lain Microsoft, Yahoo, dan LinkedIn, akhirnya memutuskan angkat kaki dari China.
Masa depan Li di PKC kian suram ketika Xi Jinping semakin terlihat melanggengkan kekuasaannya melewati dua masa jabatan. Ini pertama kali terjadi di dalam sejarah China. Satu per satu anggota PKC yang tidak sepemikiran dengan Xi disingkirkan dari jabatan-jabatan strategis.
Hubungan Li dengan Xi juga tidak mulus. Xi memojokkan Li dengan membuatnya hanya mengurus masalah ekonomi dan tidak mencampuri politik. Akan tetapi, ketika pandemi Covid-19, Li termasuk yang mengkritik kebijakan nihil Covid-19 Xi yang mengakibatkan China mengalami karantina wilayah (lockdown) ketat dan ekonominya merosot jauh. Di sini, terlihat Xi tidak mengizinkan ada dua matahari di dalam pemerintahan.
Puncaknya tampak dalam Sidang Umum PKC 2022 ketika mantan Presiden Hu Jintao dikawal keluar ruangan sebelum sidang dimulai. Ketika digiring keluar, Hu menepuk pundak Li dan Li balas mengangguk.
Tidak lama kemudian, Xi mengumumkan untuk ketiga kalinya ia menjadi Presiden China sekaligus Sekjen PKC. Sebagai PM, ia menunjuk Li Qiang, mantan wakilnya ketika masih menjadi gubernur di Shanghai. Li Qiang sejatinya belum memiliki pengalaman politik berskala nasional.
Dalam pidato perdananya ketika baru diangkat menjadi PM pun ia mengatakan bahwa tugasnya adalah menjalankan program-program Xi. Li Keqiang, dengan itu, resmi terpental dari pusaran kekuasaan PKC.
Menanggapi kabar wafatnya Li, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan, Jepang kehilangan sosok yang terus mengupayakan kedekatan kedua negara. Li sangat aktif, salah satunya dalam konferensi tingkat tinggi Jepang, China, dan Korea Selatan pada 2018.
Peneliti kajian China dari Universitas Nasional Singapura (NUS) Bert Hofman kepada BBC menuturkan, China telah kehilangan orang yang berpikiran terbuka. ”Li mau mengulurkan tangan dan duduk berbicara dengan siapa pun untuk mendengarkan pendapat mereka. Sikap ini yang menjadikan ia sosok yang dihormati,” katanya. (AP/Reuters)