Warga di Brisbane, Australia, sudah berkali-kali berunjuk rasa meminta pemerintah mereka menyerukan gencatan senjata.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR DARI BRISBANE, AUSTRALIA
·4 menit baca
BRISBANE, KOMPAS — Dukungan warga Australia terhadap gencatan senjata di Gaza, Palestina, terus berlanjut. Di Brisbane sudah beberapa kali ada unjuk rasa mendesak Pemerintah Australia menyuarakan gencatan senjata.
Unjuk rasa kembali digelar pada Minggu (19/11/2023). Pengunjuk rasa meneriakkan yel-yel ”Bebaskan Palestina! Bebaskan Gaza! Gencatan senjata sekarang!”.
Unjuk rasa berawal di Alun-alun Kota Brisbane dan kemudian para peserta berjalan mengelilingi dua blok atau sekitar 1,5 kilometer sampai kembali ke titik awal. Di kanan dan kiri barisan terlihat beberapa petugas polisi mengawal unjuk rasa tersebut.
Peserta unjuk rasa sangat beragam. Mulai dari perempuan, laki-laki, individu nonbiner, tua, muda, berjilbab, berkemben, bertato, hingga berambut warna-warni semua ada. Di bawah terik matahari musim panas Australia, mereka tidak patah semangat meneriakkan yel-yel.
”Kami bekas negara terjajah. Tentu kami merasa sepenanggungan dengan rakyat Palestina,” kata Timothy, seorang laki-laki berusia 30-an tahun. Ia mengikuti unjuk rasa bersama istri dan anak perempuan mereka yang masih balita.
Timothy mengatakan, ini unjuk rasa pro-Palestina yang kedua yang pernah ia ikuti. Unjuk rasa sebelumnya pada 12 Oktober 2023.
Ketika itu, selain di Alun-alun Kota, peserta juga berjalan ke kantor stasiun televisi ABC di South Bank yang berjarak 1 kilometer. Mereka memprotes peliputan ABC yang dianggap bias mendukung Israel dan tidak menjelaskan konteks konflik yang terkait politik apartheid Israel.
Tolak apartheid
Spanduk-spanduk dengan kata ”apartheid” terlihat banyak di unjuk rasa itu. Isinya, antara lain, mempertanyakan Pemerintah Australia yang mendukung penghapusan apartheid di Afrika Selatan, tetapi tidak mau mengakui yang di Palestina.
Seruan lain yang diutarakan peserta adalah kekecewaan mereka terhadap pemerintah, baik federal maupun daerah. ”Bagaimana mungkin negara maju dan kaya seperti Australia mau disuruh-suruh begitu saja oleh Amerika Serikat?” Keluh Anne, perempuan berumur 60-an tahun yang bekerja di bidang properti.
Anne menuturkan, ia mengikuti unjuk rasa ini karena malu terhadap Pemerintah Australia. Ia menilai, Canberra seolah tersandera oleh Washington karena AS mensponsori begitu banyak program Australia.
”Kalau saya membaca berita, isinya soal kerja sama pertahanan Australia dengan AS. Kami banyak membeli senjata dan kapal selam dari AS, tapi apakah sepadan dengan membiarkan warga sipil dibunuhi?” ujarnya.
Anne menyinggung mengenai pakta pertahanan Australia-Inggris-AS (AUKUS). Selain dia, sejumlah peserta lain juga berpendapat pakta ini seolah mengikat kebebasan Australia. Mereka mempertanyakan pemerintah yang cepat mengecam Rusia ketika menginvasi Ukraina, tetapi hanya diam ketika di Gaza korban mayoritas adalah anak-anak.
Bendera dan semangka
Selain membawa bendera Palestina, sejumlah anak muda juga membawa semangka. Salah satunya adalah Rasheed (28). Ia menjelaskan perbuatannya bermaksud menunjukkan solidaritas terhadap pelarangan bendera Palestina di sejumlah negara Barat. Semangka menjadi simbol karena terdiri dari warna merah, putih, hijau, dan hitam. Sama seperti warna-warna di bendera Palestina.
Rasheed adalah seorang muslim yang lahir dan besar di Brisbane. Menurut dia, pada unjuk rasa pertama di pertengahan Oktober, mayoritas peserta dari komunitas muslim. ”Sekarang, warga Australia dari berbagai latar belakang semakin mendukung kemerdekaan Palestina karena narasi mengenai kemanusiaan dan pembebasan diri dari penjajah sangat kuat di sini,” tuturnya.
Ollie (18), mahasiswa, menerangkan bahwa di kalangan anak muda isu perang antara Israel dengan Hamas ramai di media sosial. Awalnya, ia dan teman-teman mendukung Israel menyerang Hamas atas dasar membela diri. Akan tetapi, lama-kelamaan mereka melihat tindakan militer Israel melampaui bela diri dan menargetkan warga sipil.
”Saya melihat di berita Pemerintah Israel mengatakan orang-orang yang mengkritik mereka dan mendukung Palestina adalah antisemitik. Saya berunjuk rasa untuk menentang narasi propaganda tersebut,” ujarnya.
Sejumlah pengunjuk rasa juga membawa spanduk bergambar Bintang David, lambang agama Yahudi. Mereka mengatakan, umat Yahudi sangat beragam dan Pemerintah Israel tidak mewakili aspirasi umat.
”Pemerintah Israel hanya segelintir dari komunitas Yahudi. Jangan bawa-bawa nama kami untuk alasan politik, apalagi genosida,” kata mereka.
Para peserta mengatakan akan terus berunjuk rasa sampai Canberra mendengar aspirasi mereka. Demonstrasi berikutnya dijadwalkan pada hari Minggu (26/11/2023).