Jaringan kereta bawah tanah yang luas nan rumit di Tokyo berawal dari satu orang, Noritsugu Hayakawa. Ia meyakini, kota kelas dunia harus memiliki jaringan kereta bawah tanah.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·5 menit baca
Tokyo, ibu kota Jepang, dikenal sebagai salah satu kota dengan layanan kereta api terbaik di dunia. Dalam perjalanan selama hampir 100 tahun terakhir, Tokyo memiliki jaringan kereta perkotaan yang luas dan dikembangkan belasan perusahaan. Begitu luas dan rumitnya jaringan itu sehingga tampak seperti jaring laba-laba.
Layanan kereta bawah tanah (subway) Tokyo mulai beroperasi pada 30 Desember 1927. Ini sekaligus merupakan layanan subway pertama di Asia. Semua itu tak lepas dari peran Noritsugu Hayakawa, yang dikenal sebagai pendiri sistem angkutan perkeretaapian perkotaan Tokyo.
Jejak dan kiprah Hayakawa dalam membangun jaringan subway diabadikan di Tokyo Metro Museum yang terletak persis di bawah Stasiun Kasai, bagian dari lintasan Tozai Line. Pengunjung bisa mengikuti kisahnya di bagian pertama museum.
Di tempat itu, kita seakan terbawa melintasi waktu saat awal pengembangan subway Tokyo. Koichi Okubo, Manajer Tokyo Metro Museum, menjelaskan riwayat dan peran Hayakawa kepada para jurnalis peserta MRT Jakarta Fellowship Programme (MFP) 2023 dan tim MRT Jakarta, yang berkunjung pada 14 November 2023.
”Dimulai saat ia berangkat ke Eropa dan Amerika Utara pada 1914 untuk belajar tentang infrastruktur pelabuhan dan perkeretaapian. Ia seorang pengusaha,” papar Okubo.
Dalam proses belajar, ia tertarik dengan sistem kereta bawah tanah di London. Ibu kota Inggris itu telah memiliki layanan subway sejak tahun 1863. Saat itu ia yakin, jika ingin berkembang menjadi kota kelas dunia, Tokyo harus memiliki jaringan kereta bawah tanah.
Kala itu, kata Okubo, angkutan umum yang beroperasi di Tokyo adalah trem. Itu pun tak sanggup mengangkut banyak penumpang lantaran lalu lintas di Tokyo sudah macet.
Lintas layanan ini adalah cikal bakal Ginza Line hari ini yang panjangnya 14,3 kilometer.
Berbekal pengetahuan yang didapat, Hayakawa mengembangkan lintas layanan subway pertama dengan rute Ueno-Asakusa sepanjang 2,2 kilometer (km). Ia pun sangat ingin mengembangkan jaringan subway sehingga menambah lagi panjang jaringan. Lintasan sepanjang 5,8 km dibangun dari Ueno ke Shimbashi, kemudian dari Shimbashi ke arah Shibuya sepanjang 6,3 km.
”Lintas layanan ini adalah cikal bakal Ginza Line hari ini yang panjangnya 14,3 kilometer,” ujar Okubo.
Untuk mengembangkan jaringan subway yang lebih luas, Hayakawa juga menyusun rencana induk perkeretaapian perkotaan Tokyo. Namun, saat itu perusahaan miliknya harus berhadapan dengan perusahaan perkeretaapian lain, yakni Tokyu Corporation milik Keita Goto.
Okubo menjelaskan, kedua perusahaan itu selalu berseteru terkait pengembangan lintasan dan layanan. ”Akhirnya Pemerintah Jepang mengambil alih kedua perusahaan itu dan rencana induk yang disusun Hayakawa diadopsi pemerintah,” katanya.
Dalam laman resmi Tokyo Metro disebutkan, organisasi baru yang dikelola Pemerintah Jepang itu disebut Teito Rapid Transit Authority. Organisasi itu mengembangkan delapan jalur baru, mulai dari Marunouchi Line, Hibiya Line, Tozai Line, Chiyoda Line, Yurakucho Line, Hanzomon Line, Namboku Line, hingga Fukutoshi Line.
Teito Rapid Transit Authority kemudian diprivatisasi pada 2002 dan berubah nama menjadi Tokyo Metro Company Ltd, seperti yang dikenal hari ini. Sembilan jalur melayani jarak total 195,61 km, terdiri dari jalur subway dan jalur layang. Kini, mereka melayani hingga 7,07 juta penumpang per hari.
Masih banyak hal yang menarik di Tokyo Metro Museum yang dikelola Metro Cultural Foundation, perusahaan pemerintah yang berafiliasi dengan Tokyo Metro Group. Pada bagian kedua museum, pengunjung bisa menyaksikan replika platform Stasiun Ueno, lengkap dengan iklan dari awal abad ke-20, berikut gerbang pembayaran yang terbuat dari kayu.
Di situ, pengunjung juga bisa melihat gerbong atau kereta bawah tanah pertama yang telah direnovasi. Sebuah kereta lain dari seri lama turut ditampilkan. Pengunjung diperbolehkan menjajal dengan duduk-duduk sebentar di dalam kereta tersebut.
Dari sisi teknologi pembangunan, pengunjung bisa melihat miniatur teknologi mesin bor yang dipergunakan untuk membuka jalur bawah tanah. Di samping miniatur, terpajang replika terowongan. Pengunjung bisa mencerna dan melihat kesulitan pembangunan jaringan kereta bawah tanah di tengah kepadatan Tokyo. Ada video interaktif yang menjelaskan semua proses itu.
Hal menarik lainnya, terutama bagi pengunjung yang menggemari operasi kereta, di museum itu terdapat simulator yang bisa dicoba. Ada pula sudut yang menjelaskan sistem petunjuk lintasan di peta dan stasiun.
Secara keseluruhan, Tokyo Metro Museum terdiri atas tujuh lokasi pamer terpisah yang memajang tema-tema berbeda. Selain tema sejarah subway Tokyo pada bagian pertama dan tema pembangunan subway pada bagian kedua, museum juga menampilkan tema keselamatan subway, layanan penumpang, kinerja kereta, subway Jepang dan dunia, serta area bermain.
Ada lebih dari 600 jenis materi yang ditampilkan di museum. Sebagai tambahan dari artefak asli sejarah subway Tokyo, museum menampilkan video, model, poster pameran, dan simulator.
Pengunjung bisa menikmati semua sajian itu setiap hari, kecuali Senin, pukul 10.00-17.00. Biaya masuk untuk pengunjung dewasa sebesar 220 yen (Rp 22.900) dan anak-anak 100 yen (Rp 10.450).
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Ahmad Pratomo mengatakan, belajar dari sejarah kereta perkotaan Jepang, khususnya yang terlihat di Metro Museum, sektor swasta tidak bisa berdiri sendiri. Kolaborasi pemerintah bersama sektor swasta mesti ada untuk kelanjutan pengembangan jaringan. Baginya, Tokyo Metro Museum juga menjadi media pembelajaran tentang perkeretaapian perkotaan dan kereta bawah tanah.
Dengan adanya museum semacam ini, masyarakat Jakarta ke depan bisa sama seperti masyarakat Tokyo yang mendapat pengetahuan tentang perkeretaapian perkotaan sejak dini. Ruang belajar diharapkan bisa memperkaya pengetahuan mereka tentang kereta perkotaan.
Belajar dari Tokyo Metro Museum yang dibuka untuk umum pada 1986, pengelola mengatur tata tampilan dan sajian materi dengan cara tidak membosankan. Pengelola menerapkan tampilan interaktif ”lihat, sentuh, dan gerakkan” yang bagi pengunjung akan sangat menggoda dan menarik perhatian.