Sebagai salah satu cara pertahanan, kedua Korea berencana menambah satelit pengintai. Gejolak di Semenanjung Korea berpotensi memanas.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
SEOUL, MINGGU — Gejolak hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara semakin panas dan merambah ke level lebih tinggi. Setelah Korea Utara berhasil meluncurkan dan menempatkan satelit mata-mata, Korea Selatan melakukan hal sama. Peluncuran satelit mata-mata itu memicu kedua Korea saling berlomba mengintai pergerakan apa pun dari luar angkasa.
Kantor berita Korut, KCNA, melaporkan, operasionalisasi satelit mata-mata itu telah dimulai pada Minggu (3/12/2023). Pusat Kendali Umum Pyongyang pada Lembaga Teknologi Kedirgantaraan Nasional (NATA) bertanggung jawab atas operasionalisasi satelit dan akan melaporkan informasi yang didapat ke biro mata-mata militer dan unit lainnya.
Seperti diberitakan, Korut berhasil meluncurkan dan menempatkan satelit mata-mata di orbit Bumi setelah peluncuran ketiga kalinya pada 21 November 2023. Satelit yang disebut Malligyong-1 itu dikabarkan sudah mengirimkan foto-foto Gedung Putih dan kantor Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon). Korut juga menyatakan, satelit itu berhasil mengirimkan foto-foto pesawat pengangkut di pangkalan Angkatan Laut AS, galangan kapal di Virginia, pangkalan militer AS di Guam, dan sejumlah lokasi penting di Korsel.
Korsel menanggapi peluncuran Malligyong-1 dengan meluncurkan satelit mata-mata militer pertama, Jumat (1/12/2023), dari pangkalan militer Vandenberg di California, AS. Kantor berita Korsel, Yonhap, Sabtu (2/12/2023), melaporkan, peluncuran satelit itu menggunakan roket SpaceX Falcon 9.
Kementerian Pertahanan Korsel menyebutkan, satelit pengintai militer Korsel berhasil ditempatkan di orbit 4 menit setelah peluncuran pada pukul 10.19 waktu setempat. Satelit dinyatakan berhasil berkomunikasi dengan stasiun di Bumi pukul 11.37. Artinya, satelit berhasil beroperasi dengan normal.
Selama ini, Korsel belum memiliki satelit pengintai sendiri. Korsel mengandalkan satelit mata-mata AS untuk memantau fasilitas strategis Korut.
Peneliti pada Institut Kebijakan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan Korsel, Lee Choon Geun, mengatakan, satelit pengintai AS memang mampu menghasilkan gambar-gambar dengan resolusi tinggi. Namun, satelit itu dioperasikan di bawah kepentingan strategis AS, bukan Korsel. AS juga terkadang tidak membagikan kepada Korsel foto-foto satelit dengan informasi sensitif.
Dengan memiliki satelit pengintai sendiri, lanjut Lee, Korsel memiliki kemampuan pengawasan independen berbasis luar angkasa untuk memantau Korut, di tengah ancaman Korut yang meningkat. Satelit pengintai juga disebut semakin memperkuat sistem pertahanan Korsel yang didasarkan pada sistem tiga sumbu.
The Diplomat edisi 28 Maret 2023 menyebutkan, sistem tiga sumbu itu merupakan perpaduan erat tiga konsep militer. Konsep pertama disebut ”Kill Chain” yang merupakan kemampuan Korsel mendeteksi dini ancaman, menetapkan target, dan menyerang jarak jauh untuk menghancurkan serangan rudal Korut.
Konsep kedua disebut ”Korean Air and Missile Defence”, merupakan sistem pertahanan dengan rudal balistik untuk menembak jatuh rudal Korut. Konsep ketiga disebut ”Korean Massive Punishment and Retaliation”, merupakan konsep pertahanan yang menggunakan operasi pasukan khusus dan beragam kemampuan untuk melancarkan serangan balasan kepada Korut.
Pemimpin Korut Kim Jong Un dalam laporan BBC, 24 November 2023, yang melansir dari KCNA mengatakan, peluncuran Malligyong-1 telah ”mendorong Korut memasuki era baru kekuatan luar angkasa.” Ia juga menyebut kepemilikan satelit pengintai menjadi perwujudan penuh hak mempertahankan diri.
Sebagai salah satu cara pertahanan, kedua Korea juga berencana menambah satelit pengintai. Korsel disebutkan akan meluncurkan empat satelit pengintai lagi sampai tahun 2025.
Kim menegaskan, Korut memerlukan sejumlah satelit pengintai lagi untuk bisa mengawasi pergerakan para pesaingnya dengan lebih baik. Dengan cara ini, Korut bisa meningkatkan kemampuan penyerangan rudalnya terhadap sasaran secara presisi.
Peluncuran satelit pengintai pertama Korut menuai protes dari negara-negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara di sekitar Semenanjung Korea.
Secara tegas juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Adrienne Watson, mengatakan, Washington mengecam peluncuran satelit pengintai Korut. Menurut Watson, peluncuran satelit itu melibatkan teknologi yang terkait dengan pengembangan rudal balistik antarbenua Korut. ”Peluncuran satelit itu meningkatkan tekanan dan berisiko membuat situasi keamanan di kawasan dan di luar kawasan menjadi tidak stabil,” kata Watson.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, peluncuran satelit pengintai Korut merupakan ancaman serius yang berdampak pada keselamatan warga. Jepang memprotes keras peluncuran satelit itu. (AP)